Surakarta, 30 Mei 2017

 

Nomor            : 2/EK/Kentingan/V/2017

Lampiran       : 3 Laporan Khusus (beserta ilustrasi dan foto jurnalistik, 2 Opini, 2 Infografis

 

Kepada:

Yth. Profesor Universitas Sebelas Maret (UNS)

di tempat

 

Dengan hormat,

 

Beribu maaf barangkali tak cukup untuk mengimbangi perasaan bersalah atas kelancangan kami.

 

Bukan karena kami tak menaruh surat ini di meja sekretaris terlebih dahulu. Toh, kami juga tidak minta bertemu Prof lagi. Jadi, tidak perlu sekretaris Prof mencarikan jadwal kosong untuk sekadar ngobrol atau meminta tanda tangan.

 

Sungguh cukup apabila Prof mau duduk – berdiri atau tiduran juga tak apa – untuk membaca ocehan-ocehan kami, entah melalui komputer jinjing maupun gawai. Apalagi sudi untuk dibagikan ke grup Whatsapp profesor-profesor.

 

Kami pasti akan bahagia luar biasa. Agenda jalan-jalan kami selama dua bulan mencari data akurat jumlah profesor aktif UNS beserta data publikasinya, jadi semacam rekreasi yang menyenangkan. Karena kami bisa menelusuri lorong tiap fakultas dan gedung rektorat nan gagah itu. Mengitari Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS. Turut menghadiri klinik publikasi yang terus diundur hingga penantian kami yang berujung tarik ulur. Serta menghabiskan kuota wi-fi kampus guna buka tutup laman www.iris1103.unc.ac.id jadi tak sia-sia.

 

Tapi sungguh ada suatu keluputan! Kami tak bisa mengawali ocehan dengan kop surat yang resmi. Mau bagaimana lagi? Kami memang suka merasa khianat kalau tak mengawali tulisan dengan judul yang penuh keraguan dan prasangka.

 

Maka, daripada membubuhkan kop, kami lebih ingin bercerita panjang lebar soal prasangka ini. Melalui tulisan.

 

Pertama-tama patutlah kami berterimakasih pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi terbaru. No. 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.

 

Tanpa kehadirannya, pasti akan sangat sukar untuk mengulik bagaimana kinerja dan kualitas para profesor. Karena sebelum peraturan itu diterbitkan, persyaratan membuat jurnal nasional maupun internasonal memang tidak secara saklek diangkakan.

 

Kini. Dalam setahun profesor minimal harus membuat tiga karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional. Atau satu karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional terindeks Scopus.

 

Sebelum ada peraturan itu kami saja sudah ragu ihwal kualitas profesor di UNS. Apalagi setelah adanya peraturan baru. Sungguh kami prihatin atas keadaan yang Prof rasakan. Terutama kepada mahasiswa-mahasiswi aktuiler yang menganggap profesor dan kampusnya baik-baik saja perihal kualitas keilmuan.

 

Kami jadi ingat sewaktu tema “Profesor” ramai-ramai disetujui.

 

Semua bermula dari dosa. Kami sudah memprasangkai para profesor yang tidak produktif dalam pembuatan jurnal apalagi menulis buku. Namun ada pengecualian kalau sudah menyoal datang konferensi nasional maupun internasional. Sebab, jam kosong kerap datang dan mahasiswa pun senang.

 

Dengan gemetar namun tak gentar, pencarian yang hanya bermodalkan tanda tanya pun kami laksanakan. Dengan harapan semoga tanya dan stigma: ‘mengapa  tak ada beda antara dosen yang masih doktor dengan dosen yang sudah dikukuhkan menjadi profesor,’ jadi terjawab dan hilang begitu saja.

 

Seorang profesor sempat mencoba merubah pandangan kami. Katanya, kalau soal penelitian UNS sudah sangat produktif. Apalagi kalau sudah menyoal jurnal terindeks Scopus. Muhammad Nasir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi saja sampai berdecak kagum. Kurang takjub apa coba?

 

Saat memeriksa laman www.iris1103.uns.ac.id, kami menemui capaian indeks personal dari profesor yang mencengangkan. Dihitung berdasarkan karya yang diakui, ternyata Fakultas Pertanian (FP) rata-ratanya di bawah Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Malahan Profesor Fakultas Kedokteran rata-rata pencapaian indeksnya dibawah sendiri.

 

Bukan. Bukan salah profesor tadi. Kalau memang Fakultas Saintek yang dimaksud hanyalah Fakultas Teknik (FT) serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ya sah-sah saja. Karena memang pencapaian rata-rata kedua fakultas itu terhitung paling tinggi.

 

Belum lagi profesor rumpun Seni yang produktif berkarya namun tak begitu bisa nge-jurnal. Mereka mah apa atuh!

 

Ah, tapi sudahlah.

 

Prof juga tidak begitu khawatir, kan? Mengapa pula mahasiswa pasivis macam kami ini perlu geram?

 

Kalaupun Prof khawatir, UNS sebenarnya sudah punya upaya adem ayem, lho! Pakai dan manfaatkan grup riset atau giat melakukan bimbingan pembuatan disertasi mahasiswa saja, Prof!

 

Toh, jika dibayangkan, grup riset yang Prof kerjakan itu persis macam yang Prof biasa tugaskan pada kami. Ya, meski salah seorang anggota kelompok tak pernah masuk dan turut mengerjakan, asalkan namanya tercantum dalam sampul, nilai semuanya jadi sama. Kan?

 

Memang benar, Prof. Ocehan kami tak bisa dipenuhi angka layaknya penelitian yang tengah Prof geluti. Bukan pula narasi rinci yang dapat menjabarkan seluruh sisi. Jangankan diterbitkan dalam jurnal internasional terindeks Scopus, bisa muncul di saluransebelas.com setelah melewati beberapa tenggat yang terpaksa dimolorkan saja, kami sudah bersyukur.

 

Berawal dari dosa, kami mengakhiri upaya ini dengan doa. Semoga beberapa reportase yang kami garap dapat menjadi medium permohonan maaf serta penebusan dosa atas prasangka kami kepada Prof sekalian.

 

Atas perhatian dan kerjasama yang diberikan, kami mengucapkan terimakasih.

 

Hormat kami

 

Redaksi.[]

 

 

Edisi Khusus II/Mei/2017

Editorial                  Surat untuk Profesor

Laporan Khusus   : Jurus Kalem Tebus Tunjangan Profesor

Laporan Khusus   : Jubah Akademis Birokrat Kampus

Laporan Khusus   : Mendamba Piramida Sendiri

Infografis                 : Profesor UNS dalam Angka

Infografis                 : Persepsi Mahasiswa terhadap Profesor

Catatan Kentingan: Tuna Etos Keprofesoran

Catatan Kentingan: Guru Besar Imajiner

 

Susunan Redaksi

Pemimpin Umum: Muhammad Ilham. Pemimpin Redaksi: Satya Adhi. Redaktur Pelaksana: Vera Safitri. Redaktur: Ririn Setyowati. Reporter: R. Syeh Adni, Ririn Setyowati, Vera Safitri. Fotografer: Sholahuddin Akbar, Panji Satrio. Desain Sampul: Adhy Nugroho. Ilustrator: Sinta Oktaviani, Akhmad Prayogo. Tim Riset: Aziz Nur Fasma, Wildan Muttaqien, Shinta Oktaviana.