Puisi-Puisi Eko Setyawan
Mendengar Kipas Angin
Aku tak pernah mengerti
mengapa kipas angin itu
terus berputar. Saling berkejaran
dengan dirinya sendiri.
Dan menimbulkan deru yang amat
bising seperti ketika ibu memarahiku.
Kipas angin ialah ibu yang pernah
melahirkanku. Mengejarku ketika aku
tak mau mandi. Berlarian ketika
aku sesenggukkan. Dan berkicau
merdu ketika aku berkelahi
dengan teman-temanku.
Ibu ialah baling-baling yang sering
mendengung hebat di udara.
Membuat rasa penasaran anak-anak
untuk selalu mencarinya di angkasa.
Memaksa anak-anak berlarian
keluar rumah dan berakhir dengan tengadah
dan bermuara pada kekecewaan
karena yang telah dinantikan
telah terlebih dulu menghilang dan berpulang.
Ibu ialah kipas angin yang mengalunkan desisnya.
Menerbangkanku pada dua hal yang kuinginkan;
masa lalu dan masa depan.
(2017)
Memaknai Perpisahan
Jalanan lenggang,
selenggang matamu.
Di pedestrian, kau mendongeng
pada rerimbunan rumput liar
yang sedang kesepian.
Rerumputan sedang menangisi perpisahan
dan kau bercerita tentang rengkuhan
dan pelukan yang rumit.
Bahu jalan merenggangkan pundak mereka,
rumput-rumput kesepian itu
bersandar di dalamnya.
Bahu jalan paham; perpisahan yang paling
menyedihkan bukanlah ketika perpisahan
yang diakhiri dengan sebuah pelukan,
tetapi yang teramat menyedihkan
ialah hari-hari setelahnya.
(2017)
Biarkan Aku Pulang
Biarkan aku pulang,
kembali kepada siapa yang telah melahirkan tubuhku.
Biarkan aku pulang,
menemukan muara yang telah mengijinkan aku
mengalir sampai jauh
dan tak dapat lagi mengenali diriku sendiri.
Pulang pada ia yang telah membuatkan jalan
yang ujungnya ada pada dirinya sendiri.
Aku ingin pulang pada matamu
menginap dan menikmati beberapa puisi
di rerimbunan alismu.
(2017)
[.]
Eko Setyawan
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS. Instagram: @setyawan721. Surel: esetyawan450@gmail.com. Beberapa karya puisi termaktub dalam buku antologi puisi. Sedang menyiapkan buku puisinya yang pertama.