Beberapa batu dan botol minuman terlempar dari luar gedung menuju barikade polisi di dalam gedung DPRD Surakarta. Mereka meneriakan yel-yel “masuk, masuk, masuk sekarang, masuk sekarang, sekarang juga”. Mereka berseragam almamater masing-masing dengan warna yang berbeda-beda. Selasa, 24 September 2019 tercatat dalam sejarah bahwa Surakarta sebagai salah satu dari berbagai kota yang terlibat dalam aksi penolakan RKUHP, UU KPK, RUU Pertanahan, dan RUU Pemasyarakatan.
Sekitar pukul 08.00 WIB mahasiswa berbondong-bondong menuju titik kumpul masing-masing Universitas. Titik kumpul pertama di Patung Soekarno, Manahan, Surakarta dan dihadiri beberapa perwakilan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Institut Seni Indonesia Surakarta, Universitas Slamet Riyadi dan beberapa mahasiswa yang tidak mengenakan almamater. Pada pukul 09.00 WIB rombongan mahasiswa melakukan pawai menuju DPRD Surakarta dengan disertai dengan beberapa orasi dan nyanyian bersama. Titik kumpul kedua di Lapangan Blulukan, Colomadu dihadiri oleh mahasiswa UNS. Diawali dengan konsolidasi mengenai arahan aksi yang bertajuk Bengawan Melawan. Sekitar pukul 11.00 WIB rombongan UNS menyusul ke DPRD Surakarta.
Kawat berduri sudah dipasang di depan kantor DPRD Solo ketika lebih dari 3000 mahasiswa Dengan almamater universitasnya masing-masing berkumpul di sekitar depan Gedung DPRD Surakarta, disertai juga dengan beberapa masyarakat sipil yang tidak memakai seragam. Kawat dipasang tepat di pinggir jalan kantor DPRD untuk menghalangi massa masuk. Mereka memulai orasi dengan beberapa tuntutan antara lain: tolak RUU Pertanahan, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, UU KPK, dan sahkan RUU PKS.
Selain dari Bengawan Melawan, aksi juga dihadiri oleh Komite Aksi Mahasiswa untuk Perjuangan Tani (Kamrat). Mereka lebih dulu di berorasi tengah ribuan mahasiswa. “Hari ini adalah momentum hari dilahirkannya UU pokok Agraria 1950, bahwasanya hari ini adalah kita merdeka atas tanah kita sendiri, tapi hari ini kita dirampas oleh dewan perampas rakyat. Penipu-penipu!!” kata orator dari aliansi Kamrat.
Setelahnya orasi berganti kepada pihak Bengawan Melawan. Seruan aksi Bengawan Melawan sudah populer dan menjamur di media sosial. Ajakan kepada mahasiswa agar mengosongkan kelas di kampus berganti kelas di jalanan juga mendapat perhatian. Beberapa dosen juga turut meramaikan aksi yang awalnya bertajuk damai tersebut.
Seperti halnya Prof. dr. Tjipto Subadi dosen Pendidikan Geografi, UMS, menyebut “Karena mahasiswa saya yang saya ajar mengikuti demo, jadi saya ke sini untuk mendukung gerakan mereka atas nama pribadi”.
Massa Mendesak Masuk
Sejak pukul 11.30 WIB, massa aksi menuntut masuk ke dalam Gedung DPRD Surakarta dengan dalih ingin berdiskusi secara langsung dengan perwakilan DPRD Surakarta. Orasi hingga orasi, sampai ada seorang dosen Tijpto Subadi mendekat ke barisan mahasiswa yang dibatasi dengan kawat berduri. Mahasiswa meminta agar dihilangkan kawat berduri yang menghalangi mahasiswa untuk masuk ke dalam DPRD Surakarta. Serta meminta agar segera menemui perwakilan dewan untuk berdiskusi dengan permintaan semua massa harus ikut, tak terkecuali.
“Akar permasalahan kita adalah kapitalisme, penguasa modal yang ingin memperkaya diri sendiri. Yang kedua adalah militerisme, ketika kita menghadap berdiskusi dan berdialog tetapi jawabannya adalah moncong senjata. Ketiga adalah feodalisme. Di depan gedung kita, gedung rakyat, kita tidak diizinkan masuk, dan dijaga oleh anjing-anjing penguasa.” Kata salah satu orator . kemudian riuh ditambah oleh peserta aksi “polisi anjing” “polisi anjing”.
Beberapa polisi juga andil mengendalikan sikap mahasiswa yang tidak bisa dipenuhi karena keterbatasan ruangan DPRD Surakarta, sehingga semua massa tidak dapat memasuki gedung.
Persiapan dengan sekitar enam mobil pasukan brimob dan K9 masuk ke DPRD Surakarta. Mahasiswa berkali-kali untuk meminta masuk gedung DPRD Surakarta, dengan meneriakan yel-yel “Masuk, masuk, masuk sekarang, masuk sekarang, sekarang juga”.
Pihak kepolisian mulai mengeluarkan dua ekor anjing sehingga membuat beberapa mahasiswa bertanya-tanya “Itu anjing untuk apa, Pak?”, dan mulai beberapa kata umpatan keluar seperti, “DPR goblok”, “DPR anjing”, “bubarkan DPR”, “kami bukan tahanan yang harus diberi pembatas”.
Beberapa orator mewakili seluruh massa, karena permintaanya tidak bisa dipenuhi, maka dari itu mereka memulai aksi panasnya. Beberapa mahasiwa di dekat kawat berduri menginjak-injak kawat tersebut sampai memipih. Hingga seorang laki-laki berbaju batik mendekat ke arah kawat berduri, memberikan sekardus botol air mineral kepada mahasiswa. Tetapi, mahasiswa di depan kardus itu langsung menjatuhkan dan diinjak-injak oleh beberapa mahasiswa di sampingnya. Sambil menyerukan, “Jangan terima pemberian mereka!”.
Disepanjang orasi dan nyanyian juga dikumandangkan yel-yel, “Hati-hati provokasi”. Beberapa mahasiswa sudah menaiki baliho setinggi 10 meter untuk melepas baliho DPRD Surakarta mengganti dengan baliho buatan mereka sendiri dengan kalimat protes “Save KPK, Mahasiswa FH UMS Tolak Revisi UU KPK”.
Para mahasiswa menginjak-injak kawat berduri sampai jalannya bisa dilalui, dan sejumlah mahasiswa mulai menerobos kawat berduri hingga ke batas gerbang DPRD Surakarta. Mereka meneriakkan untuk segera membuka barikade polisi dan menyilahkan untuk berdiskusi dengan wakil dewan.
Para mahasiswa tak berhenti menyerukan aksi dan menyanyikan lagu-lagu, seperti Mars Mahasiswa, Lagu Tani, Gugur Bunga, Indonesia Pusaka. Masih dengan harapan untuk segera semua mahasiswa ikut berdiskusi masuk.
Aksi Berakhir Ricuh
Sebelumnya Sugeng Riyanto, Wakil ketua 1 DPRD Surakarta telah memberi izin kepada mahasiswa untuk semua boleh memasuki gedung DPRD Surakarta. Dengan satu syarat, “kawan-kawan bisa tertib” dan diiringi sorak riuh mahasiswa.
“Rekan-rekan mahasiswa, mohon perhatianya. Saya atas nama DPRD Surakarta, siap menerima semuanya. Kami siap menerima panjenengan semuanya masuk. Tapi dengan syarat kawan-kawan bisa tertib. Kami akan menerima kalian semua masuk” kata Sugeng Riyanto.
“Pak polisi silahkan semua mahasiswa demonstran masuk. Jaga jangan sampai terjadi anarkisme.” Perintahnya.
Beberapa saat setelahnya, Sugeng Riyanto kembali memerintahkan, “Silakan korlap atau orator masuk dan naik ke sini”. Beliau yang sudah berdiskusi dengan anggota dewan lain, dikarenakan tempat yang terbatas dibanding jumlah mahasiswa yang begitu banyak. DPRD Surakarta tidak dapat menerima semua mahasiswa.
Dengan permintaan kedua, hanya beberapa orang perwakilan saja yang bisa masuk ke gedung DPRD Surakarta. Ia hanya memfasilitasi 100-150 saja perwakilan yang bisa masuk. Tetapi mahasiswa menolak tawaran tersebut, dengan dalih “kita semua juga harus masuk”.
Tiba-tiba ada lemparan botol air minuman dari arah mahasiswa menuju barikade polisi. Suasana semakin tidak kondusif, peserta aksi mulai terkena provokasi. Sementara itu, sebagian massa dari UNS menarik diri setelah kondisi aksi mulai tidak kondusif.
Tak lama kemudian disusul dengan pelemparan batu oleh mahasiswa menuju barikade polisi. Hingga penawarannya tak kunjung menemukan hasil, para mahasiswa ini menyerobot masuk secara paksa. Mereka mendorong maju para barikade polisi. Selang beberapa detik petugas Brimob menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa.
Pada sekitar pukul 14.30 WIB, para mahasiswa unjuk rasa kemudian berhamburan melarikan diri masing-masing guna menyelamatkan diri.
Pasca Kericuhan
Mahasiswa secara tidak terkoordinir membubarkan diri dan sebagian kembali ke kampus masing-masing. Sekitar pukul 16.00 WIB, kondisi depan Gedung DPRD Surakarta dipenuhi jajaran kepolisian. Hanya beberapa mahasiswa yang masih berada di kawasan Jl. Adisucipto sudah lenggang, tidak sepadat sebelum terjadinya penembakan gas air mata.
Beberapa mahasiswa yang terkena dampak gas air mata mengenakan pasta gigi di wajahnya. Setelahnya para mahasiswa dibantu dengan polisi dan satpam mulai membersihkan puing-puing sisa unjuk rasa.
Sejumlah kerusakan yaitu, dua kaca pecah dilempar dengan batu, gerbang depan rusak terkena dorongan dari mahasiswa, tag nama DPRD Surakarta hancur.
Korban sementara, satu orang mahasiswa dirawat di RS Panti Waluyo karena sesak napas. Dua orang dilarikan ke MMC karena kaki terinjak da tidak bisa berjalan. Satu orang kram perut karena terinjak-injak, serta masih banyak korban luka dan kulit melepuh akibat tembakan gas air mata.
“Tadi sudah ada anggota kita di lapangan, baik itu berseragam maupun tidak berseragam, kita sudah mengambil gambarnya nanti tinggal dianalisa saja provokator-provokator yang membuat ricuh pelaksanaan unjuk rasa tadi” tanggapan KP. Andi Rifa’i ditanyai menyoal provokator.
Beliau juga menambahkan unjuk rasa tadi sudah mulai disusupi, tidak murni aksi mahasiswa karena ada beberapa pengunjuk rasa yang hadir tidak mengenakan identitasnya. Antar satu sama lain, mahasiswa tidak saling mengakui. Dari perilaku dan sebagainya juga tidak menunjukkan bahwa itu seorang akademisi.
Diketahui ada beberapa mahasiswa yang meminum minuman keras di lokasi aksi yang bertajuk Bengawan Melawan tersebut, tidak aman. Menurut KP. Andi Rifa’i menambahkan adanya laporan pembawaan serta bensin. Belum tahu motifnya untuk apa, tetapi para pericuh beluma ada yang tertangkap.
Muhammad Nover (23) salah satu peserta pengunjuk rasa, ketika ditanya mengenai adanya alkohol dan bensin. “Saya rasa itu mungkin oknum yang sebelumnya sama sekali tidak ikut dalam pembahasan terencana, saya tidak tahu mereka siapa”.
Ia juga menyayangkan hadirnya beberapa bendera organisasi eksternal, padahal dari awal sepakat untuk tidak turun atas nama organisasi.
Kabacob Polresta Surakarta Sukarda tanggapan beliau mengenai gas air mata, “Semua berharap berjalan aman aspirasi teman-teman mahasiswa bisa masuk semua, tapi tidak pernah ketemuan (solusi) dari dalam mintanya terbatas dari luar minta semua”. Beberapa batu dan botol air mineral terbang ke arah dalam, maka dari itu, ditembakkan gas air mata. Yang sebenarnya itu sangat tidak diharapkan dari pihak kepolisian semua.
“Tetapi, takutnya kalau dilanjutkan visi teman-teman mahasiswa tidak jalan karena ada orang-orang berkepentingan di luar itu”, tambah Kabacob Polresta. []
Reporter: Imriyah, Lutfia Nurus Afifah dan Umi Wakhidah
Penulis: Imriyah dan Lutfia Nurus Afifah.