Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta membentuk Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai bentuk penyesuaian organisasi akibat perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) berdasarkan PP No. 56 Tahun 2020. MWA UNS memiliki fungsi sebagai majelis yang menyusun, merumuskan dan menetapkan kebijakan, memberikan pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, serta melaksanakan pengawasan di bidang non akademik.
Fungsi tersebut menyebabkan MWA mempunyai peran penting terhadap arah kebijakan kampus, mulai dari kebijakan penunjang akademik hingga kebijakan terkait kesejahteraan mahasiswa. Oleh karena itu, tidak hanya rektor saja yang perlu mahasiswa kawal dan kritik, tetapi MWA juga perlu diberikan perhatian yang sama oleh mahasiswa.
Akan tetapi, belum banyak mahasiswa yang celik akan keberadaan MWA UNS, termasuk keberadaan satu perwakilan mahasiswa dalam majelis tersebut. Kepada wartawan LPM Kentingan, Bagaskoro dan Mardhiah Nurul Latifah, Zakky Musthofa Zuhad, MWA Unsur Mahasiswa (UM) UNS 2021, menceritakan sepak terjang MWA UNS dan khususnya MWA UM UNS di sela kesibukannya menyiapkan sidang skripsi dan memesan tiket pertandingan PSS Sleman melawan Persib Bandung (18/8).
Apa saja program MWA UNS dan MWA UM UNS sejauh ini?
Secara program, untuk MWA UM, kita ada upaya secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal terhadap mahasiswa, kita ada safari fakultas untuk memperkenalkan MWA dan terkadang kita juga membahas progres isu kita apa. Kemarin itu ada sekitar 7 isu yang dibawa MWA UM 2021, di antaranya UNS Tower, draf kekerasan seksual, biaya pendidikan, hingga Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT).
MWA UNS mencoba selalu memenuhi Peraturan MWA (PMWA). Soal pembangunan, perencanaan, dan kebijakan umum. Hal tersebut lebih luas lagi dan di luar akademik karena MWA sendiri bergerak di luar akademik. Seperti MPR, MWA adalah tempat rektor mempertanggungjawabkan kinerjanya.
Berapa kali dalam setahun biasanya MWA UNS mengadakan sidang atau pleno?
Sejauh ini ada perencanaan kira-kira dalam setahun ini MWA menggarap PMWA apa saja, buat rancangan PMWA apa saja. Jadi dalam setahun MWA sudah ada bayangan akan membuat berapa PMWA, tetapi realisasinya bergantung terhadap dinamika MWA dan kerja komisi. Seperti DPR lah ya, ada Prolegnasnya terlebih dahulu.
Menurut Anda, bagaimana kinerja MWA UNS selama dua tahun berjalan? Sudah merasa puas atau belum terhadap MWA UNS dalam pertimbangan kebijakan yang berkaitan dengan mahasiswa?
Beberapa hal kecil puas. Contohnya waktu permasalahan almet (jaket almamater), aku langsung komunikasi dengan Wakil Ketua MWA karena WR-1 susah untuk dihubungi. Setelah komunikasi itu, almet UNS tidak jadi naik. Untuk hal fundamental yang diinginkan mahasiswa belum maksimal, masih sedikit.
Berapa lama masa periode MWA UNS ?
Untuk MWA sendiri 5 tahun. Namun, untuk unsur mahasiswa setiap tahun dilakukan pergantian.
Bagaimana pembagian periode MWA UM UNS setiap tahunnya? Apakah ada kalender/waktu tetap untuk melakukan pergantian jabatan MWA UM UNS?
Tidak ada kalender/waktu pasti dalam pergantian MWA UM. Bergantung terhadap SK Kemendikbud. Aku kemarin tidak bisa melepas MWA UM di bulan April meskipun sudah demisioner sebagai Presbem. Menunggu SK terlebih dahulu yang agak lama. Alhamdulillah, di bulan Juni sudah turun.
Bagaimana tanggapan Anda tentang penunjukan perwakilan mahasiswa dalam MWA UNS secara ex-officio Presbem UNS?
Aku menghormati keputusan Forum Musyawarah 2020. Waktu itu voting, 9 menolak ex-officio, sisanya menerima ex-officio. Meskipun ada beberapa yang abstain*. Waktu itu juga kita, mahasiswa, rasionalisasi. Kita cuma dikasih waktu tiga hari untuk setor nama. Jika tidak setor nama, dari universitas akan menunjuk Ketua Forkom UKM sebagai MWA UM, di mana masih diragukan kompetensinya dalam masalah advokasi dan sebagainya.
Bisa dibilang Anda sempat rangkap jabatan. Apakah rangkap jabatan tersebut membuat kinerja BEM UNS dan MWA UM UNS menjadi lebih maksimal atau sebaliknya?
Di beberapa case, aku, secara waktu, tugasku sebagai Presbem jadi kurang mengapresiasi kementerian, semisal saat diundang untuk memberikan sambutan dan mengawal fokus isu di kementerian. Dari sisi lain, akselerasi isu menjadi lebih kencang. Suatu isu yang sedang dibahas BEM bisa langsung masuk di forum-forum MWA UNS. Ada minus dan plusnya, aku rasa. Dan itu wajar saja. Mungkin aku kurang fokus mengawal kinerja kementerian di BEM. Namun, program kerja dapat berjalan sendiri ketika aku punya tim yang baik dan oke.
Bagaimana Anda sebagai MWA UM membawa isu permasalahan mahasiswa ke forum MWA UNS?
Aku selalu memanfaatkan setiap forum untuk menyampaikan apa yang menjadi isu di mahasiswa. Semisal kemarin dalam Rancangan Kebijakan Umum (RKU), aku banyak menyampaikan aspirasi tentang biaya pendidikan dengan harapan ke depannya alokasi pemasukan UNS tidak didominasi oleh uang yang bersumber dari mahasiswa.
Di forum MWA aku juga secara tidak langsung mempermalukan Pak Rektor dengan cara menceritakan kesulitan mahasiswa. Seperti tahun lalu, aku pernah kirim open donation untuk program UNS Mengajar ke group chat MWA. Tidak lama dari itu, Pak Rektor langsung transfer dan bilang ke aku untuk jangan menyebarkannya lagi di group chat. Hahaha.
Perwakilan mahasiswa dalam MWA UNS yang hanya berjumlah satu mahasiswa, apa sudah Anda rasa ideal?
Harusnya unsur mahasiswa paling banyak. Soalnya, pernah dalam permasalahan alokasi dana untuk Sekolah Vokasi dialihkan untuk pembangunan kampus Jakarta. Itu keputusannya tidak sesuai apa yang diharapkan mahasiswa. Aku juga sempat pernah hampir walk-out. Namun, ada berbagai pertimbangan kenapa aku tidak bisa terlalu keras. Salah satunya, untuk mendapatkan respect. Mereka selalu bilang, “Mas Zakky, tolong, ini bukan forum BEM. Jadi bahasanya harus lebih diplomatis”.
Apakah dimungkikan menambah perwakilan mahasiswa di MWA?
Bisa saja ditambah perwakilan mahasiswanya. Nanti statuta atau PP yang mengatur diperbarui, direvisi, atau diganti. Dalam pembuatan statuta tersebut mahasiswa tidak dilibatkan, kita waktu itu tinggal terima keputusan bahwa perwakilan mahasiswa hanya berjumlah satu.
Sebagai MWA UM, Anda dibantu oleh Badan Kelengkapan (BK) MWA UM. Bagaimana proses rekrutmen BK MWA UM yang selama ini berjalan?
Kalau untuk kabid-kabidnya aku yang pilih, hak prerogatif aku. Untuk staffnya, kita mengadakan open recruitment. Kebanyakan aku pilih mahasiswa yang berpengalaman di BEM. Ada yang pernah nge-BEM, terus waktu itu sudah tidak, aku tarik masuk BK MWA UM.
Apakah sudah cukup membantu kehadirannya?
Untuk masalah membantu, bahkan aku tidak ngapa-ngapain. Di BK MWA UM itu ada Sekjen yang sudah seperti ketua harian. Sangat membantu untuk masalah desain, kadang mereka itu minta bahan, “Mas, ada bahan gak untuk materi posting?”. Untuk materi yang akan dibawa ke forum MWA, kadang kalau masih banyak waktu, aku minta ke Kastrat untuk coba mengkritisi. Mereka kasih tambahan, revisian, dan masukan.
Dalam Keluarga Besar Mahasiswa UNS, di mana letak posisi MWA UM?
Tidak seperti UKM yang terpisah dari DEMA dan BEM. MWA UM, DEMA, dan BEM secara bagan setara, namun ada garis pertanggungjawaban BEM ke DEMA. MWA UM melakukan pertanggungjawabannya di Kongres Mahasiswa.
Menurut Anda, bagaimana eksistensi MWA UM UNS di kalangan mahasiswa?
Di kalangan pergerakan, tahunku menjabat itu sudah tidak banyak dipertanyakan atau diragukan. Bahkan kadang aku sedih, ketika aku sudah tidak bisa memperjuangkan biaya pendidikan, aku sendiri yang menginisiasi aksi.
*Saat kami tanyakan angka pastinya, narasumber melemparkannya ke DEMA. Ketika kami tanyakan ke DEMA, mereka melemparkannya kembali ke narasumber.
Laporan ini merupakan bagian pertama dari 2 laporan khusus MWA UM UNS.
Penulis: Mardhiah Nurul Latifah dan Bagaskoro
Editor: Sabila Soraya Dewi