“TEMPAT INI begitu indah”, mungkin itulah ungkapan yang aku rasakan ketika pertama kali ke kampus ini. Tak terasa sudah 2 tahun aku kuliah di UNS. Dalam setiap peristiwa aku menemui banyak hal yang bisa jadi pelajaran bagi yang selalu lelah dan mungkin kurang bersyukur. Masih teringat saat menjadi mahasiswa baru, kata semangat adalah hal yang paling relevan pada masa itu, berangkat pagi dan sarapan adalah ritual sakral yang dilakukan dengan istiqomah oleh mahasiswa baru, walau tak semuanya, rata-rata pasti semua pernah mengalami itu. Ketika kita sampai dengan destinasi kita, tempat menimba yaitu fakultas tercinta, melihat daun-daun yang berserakan tak terurus kemarin tiba-tiba sudah tertata rapi. Saat melangkahkan kaki di lorong gedung megah itu, harum bau wangi dari setiap sudut gedung dari lantai yang kita pijak ternyata sudah dibersihkan oleh petugas, semuanya telah dilakukan secara sistematis dan rapi. Ketika siang dan sore tak jarang kita melihat mereka masih asyik dengan pekerjaanya, walau apa yang mereka lakukan tak berpengaruh bagi mahasiswa yang sedang kasmaran dengan dunia perkuliahan.
Zaman telah berubah, teknologi berkembang pesat. Sekarang ketika waktu senggang, hal pertama yang dilakukan adalah smengeluarkan barang suci yang bernama handphone, entah hanya untuk pegangan semata walau tak ada chat masuk sekalipun, adapun hanya jarkoman barang kehilangan barang, walaupun dalam hati ini juga pernah merasa kehilangan. Di sela-sela kesibukan kita memainkan gawai ada seorang lewat dan mampir ke tempat kita untuk menjual informasi berupa lembaran-lembaran kertas bernama Koran kepada mahasiwa. Walau tak semenarik mbak-mbak SPG Paragon, namun teknik pemasaran beliau masih bisa diadu. Ditengah acuh tak acuhnya mahasiswa, bapak itu masih konsisten dengan daganganya, walau penolakan yang diterima lebih pahit dari mahasiswa bimbingan skripsi, namun beliau masih saja tersenyum mengalahkan senyuman palsu elit politik. Kata beliau, walau tak laku pun setidaknya saya sudah berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan bernegara, panjang umur perjuangan.
Selain membaca Koran dapat menambah informasi untuk kita, minum susu juga dapat meningkatkan kesehatan dan metabolisme tubuh. Susu sangat berperan aktif untuk perkembangan hidup kita. Terlepas dari kontroversi susu kental manis itu asli atau tidak, susu itu beragam macamnya, ada alternatif susu lain yaitu berbahan dasar kedelai. Orang-orang suka menyingkat SULE walau tak humoris namanya, namun Sule ternyata banyak menarik minat mahasiswa. Masih teringat ada seorang bapak yang menawarkan Sule kepada mahasiswa, beliau menawarkan satu persatu dengan sabar walau terjadi penolakan di mana-mana, mulai dari mahasiswa Fremilt garis keras sampai mahasiswa manis yang kalau minum teh tarik Salsabila manisnya jadi bertambah 10 kali lipat. Dengan sabar bapak itu berjalan menyusuri jalanan kampus menawarkan daganganya dengan misi yang sama pula, mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, lewat susu.
Dari dua contoh tadi, dapat membuat kita merenung sesaat tentang makna perjuangan itu sendiri. Dalam berusaha mencapai cita-cita, lelah raga dan hati pasti pernah kita rasakan, begitu pula dengan manusia yang ada di muka bumi ini. Kita diciptakan untuk senantiasa berusaha seperti adam dan hawa yang saling mencari, begitu juga dengan kita yang juga ingin mencari makna dari hidup ini. Dalam perjalanan merasakan lelah, adalah hal yang lumrah ketika kita istirahat sejenak, namun jangan menjadikan lelah kita berlarut-larut dan membuat kita tak produktif. Belajar dari tukang jual koran dan susu kedelai, mereka selalu istiqomah dalam tugasnya untuk mencerdaskan anak bangsa, kembali kepada diri kita seorang mahasiswa, sudah berbuat apa?
Manusia adalah makhluk yang sempurna, bahwa Allah menciptakan kita dari sebuah perlombaan yang hebat dan kita adalah pemenangnya, namun kita sering lalai akan nikmat yang diberikan. Merasa diri paling pintar dengan segala pengetahuanya, sehingga merasa orang lain tak cukup tau dan kitalah yang paling bisa. Merasa paling berpengaruh dan paling lelah baik raga maupun hati dalam melaksanakan amanah. Namun apabila kita melihat lebih jauh, orang yang ada disekitar kita, mereka lebih bekerja keras daripada kita, dan bahkan kita tak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Kita hanyalah serpihan kecil dari penjual koran dan susu kedelai yang selalu bekerja keras untuk menafkahi keluarganya. Kita tak lebih dari rajin dari tukang kebersihan kampus yang setiap hari sudah memberikan lingkungan yang nyaman untuk kita menuntut ilmu. Kita tak lebih hebat dari teman-teman kita yang memiliki peranya sendiri dalam sebuah pekerjaan tertentu. Setiap pencapaian butuh apresiasi, setiap kerja keras perlu niat, dan setiap usaha perlu adanya doa.
Kita tak lebih hebat dari orang lain, kita hanya insan-insan yang selalu belajar akan makna kehidupan yang sebenarnya, kita ini makhluk yang lemah, hakikat sebagai yang lemah dan terbatas adalah keniscayaan pada diri manusia. Manusia itu sangat zalim dan kufur akan nikmat. Kita perlu banyak bersyukur lagi. Manusia tidak bisa lari dari kenyataan atau bahkan memungkiri bahwa kita tak dapat berdiri sendiri. Perlu adanya niat yang ikhlas dalam menjalankan pekerjaan. Jangan merasa paling bisa dari orang lain, jangan merendahkan satu sama lain, jangan merasa telah berkontribusi banyak dan merasa lelah.
Manusia tak ada yang sempurna, ikhtiar perlu dalam melakukan sebuah hal namun jangan sampai melupakan kekuatan doa, kesempurnaan manusia dari segi pengetahuan itu terletak pada pencapaian tingkat kesadaran tinggi, yaitu adanya pengaruh dari Allah SWT dalam setiap langkah dan perbuatan kita yang disebut dengan makrifat. Apabila kita seolah berjuang sendirian, maka ke depan kita akan memastikan berjuang secara berjamaah. Kita bekerja, berjuang, dan berusaha tak cukup dengan urusan raga, namun juga dengan hati. Ketika engkau lelah, maka ingatlah pada Tuhan yang menciptakan kita, hingga pada akhirnya nanti akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik lagi, lebih bermanfaat dan lebih tangguh dari hari ini.[]