Bentuk sindiran dari mahasiswa peserta aksi terhadap anggota DPR di Boulevard UNS, Solo (6/10). Alwinanda/LPM Kentingan

Wakil Rakyat Terkesan Buta dan Tuli, Mahasiswa Turun Aksi

Saluransebelas-Penetapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang(UU) yang terkesan serampangan dan memanfaatkan kondisi pandemi ini telah diketok palu pada rapat paripurna, Senin, 5 Oktober 2020. Hasil penetapan RUU Omnibus Law ini pasalnya menuai banyak kontroversi, mulai dari adanya 2 fraksi yang menentang RUU, hingga aksi walk out fraksi partai demokrat dari ruang persidangan. Ketika pimpinan sidang hendak memberikan waktu kepada pemerintah untuk menyampaikan tanggapan, Benny selaku perwakilan fraksi demokrat yang ingin menyampaikan interupsi sebagai representasi penentangan Omnibus Law berulang kali ditolak oleh pimpinan sidang yaitu Azis Syamsudin. Wakil ketua DPR RI itu dengan sengaja menolak dan menghentikan berbagai interupsi anggota DPR RI penentang Omnibus Law. Persidangan sengit itu akhirnya menyebabkan fraksi partai demokrat melakukan walk out dari ruang persidangan. Dan RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi UU, karena mayoritas fraksi di DPR dan pemerintah telah sepakat.

Persidangan telah berakhir bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia juga berakhir. Berbagai aksi propaganda di media massa pun mulai mencuat dan memanas. Mulai dari trending #DPRRIKhianatiRakyat di twitter pada hari Selasa, 6 Oktober 2020, hingga  para mahasiswa di berbagai kampus pun juga menjadi tergerak hatinya untuk melakukan berbagai propaganda serta menyiapkan aksi untuk menentang ataupun menggagalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Pasalnya poin-poin UU Cipta Kerja ini dirasa sangat merugikan bagi para buruh, dan dinilai sangat menguntungkan bagi para investor.

Tak ingin ketinggalan, para mahasiswa Kampus Benteng Pancasila pun mulai merapatkan barisan untuk menggaungkan arti demokrasi yang sesungguhnya. Aliansi BEM se-UNS menginisiasi untuk menggelar aksi sebagai wujud pernyataan sikap mahasiswa UNS terhadap polemik pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah digadang-gadang sejak akhir tahun 2019 lalu.

Pada Selasa (06/10) pukul 16.00 mahasiswa UNS telah memadati Boulevard dengan menggunakan almamater Biru Endog Asin sambil membentangkan spanduk bertuliskan “#Mosi Tidak Percaya” serta tulisan dengan tajuk lainnya. Menurut Khanif Irsyad Fahmi, humas Aliansi BEM se-UNS, aksi ini dilakukan di Boulevard dikarenakan sebagai wujud entitas mahasiswa UNS dalam menyikapi carut marutnya kondisi pemerintahan, presiden dan jajarannya beserta DPR. Ditambah dengan proses pengesahan UU yang terkesan terburu-buru dan sembunyi-sembunyi, menjadikan penguat mengapa aksi ini perlu dilakukan.

Aksi kali ini dilakukan secara damai dan telah mendapatkan izin dari pihak kampus. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa birokrat kampus yang juga turut memantau keberjalanan aksi. Tak lupa aksi di tengah pandemi ini juga tetap memperhatikan protokol kesehatan.  Massa aksi telah dihimbau untuk memakai masker, menjaga jarak dan membawa hand sanitizer. Blokade pintu keluar sebelah timur pun dilakukan oleh pihak kampus untuk menjamin mahasiswa agar bisa lebih melonggarkan barisan dan tetap melakukan jaga jarak.

Muhammad Zaenal Arifin selaku Presiden BEM UNS menyatakan 4 tuntutan dalam pernyataan sikap Sebelas Maret Menggugat. Pertama, mosi tidak percaya kepada DPR RI dan Presiden Joko widodo yang telah berkhianat kepada rakyat dan konstitusi yang  bersikeras mengesahkan UU Omnibus Law di tengah rakyat dilanda kesusahan besar akibat pandemi Covid-19. Yang kedua, mendesak presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dengan mengeluarkan Perpu. Ketiga, mengecam keras kepada pemerintah dan aparat keamanan yang sering bertindak represif terhadap rakyat yang melakukan penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Keempat, mengajak segenap rakyat Indonesia untuk tidak berhenti menyuarakan mosi tidak percaya dan melakukan perlawanan sampai UU Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan. Arifin pun menegaskan 3 poin dalam pernyatan sikapnya: Jegal Sampai Gagal, Batalkan Omnibus Law, dan Mosi Tidak Percaya.

Aksi pun dilanjutkan dengan menyuarakan sumpah mahasiswa, aksi teatrikal dari perwakilan fakultas, dan juga orasi. Salah satu aksi teatrikal mengusung reka ulang adegan penolakan interupsi DPR terhadap penentangan yang dilakukan oleh fraksi demokrat dan juga Puan Maha Benar yang hanya berdiam diri ketika ada interupsi tersebut.

Ririn Risqiana, Presiden BEM FIB juga turut menyuarakan orasinya, “.. Hak asasi telah dirampas pemerintah. Ketika situasi seperti ini kita disuruh untuk fokus mengurangi virus Covid, tapi yang terjadi malah disahkannya UU Cipta Kerja yang lebih menyakitkan dan mematikan untuk masa depan Indonesia”, tukasnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Faiz dari Front Mahasiswa Nasional, “Kita tahu bersama bahwa dewan yang katanya mewakili kita baru saja mengkhianati kita. Itu menunjukkan secara jelas bahwa rezim kali ini adalah rezim yang anti rakyat. Bahwa DPR dan pemerintah telah bersekongkol menggencarkan agenda imperialisme,” tuturnya dengan lantang.

Banyaknya massa aksi yang tergabung dalam Sebelas Maret Menggugat yang terdiri dari elemen mahasiswa dan juga masyarakat sekitar yang sekedar menyaksikan, secara tidak langsung menunjukkan kontribusi kepedulian rakyat dalam menyuarakan penolakan UU Omnibus Law Cipta kerja sudah dapat dikatakan cukup maksimal. “Ini bukan hanya masalah mahasiswa sendiri, atau hanya masalah buruh saja. Akan tetapi masalah yang memiliki cakupan yang luas, misalnya masalah petani, nelayan, lingkungan dan sebagainya. Harapan kami momentum ini bisa menjadi bukti bahwa kita sebagai rakyat berperan sebagai sosial kontrol masyarakat. Harapannya mahasiwa bisa menjadi inisiator bahwa rakyat tidak diam saja,” kata Khanif Irsyad Fahmi selaku humas aksi.

Tidak ketinggalan mahasiswa baru angkatan 2020 pun sudah ada beberapa yang turut mewarnai aksi ini, salah satunya Zuhdi mahasiswa Hubungan Internasional 2020. “Saya sebagai maba  tertarik untuk ikut aksi karena ingin menunjukkan solidaritas sebagai mahasiswa dan juga ingin turut berkontribusi menyuarakan suara rakyat yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah yang menetapkan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Di sisi lain, saya merasa mahasiswa ini sebagai jembatan sosial antara pemerintah dan masyarakat. Jadi menurut saya sangat penting untuk turut aksi ini, kalau tidak mahasiswa siapa lagi?”,  ucapnya.

Seruan aksi kali ini juga turut menggugah semangat Hanif, mahasiswa UNNES sebagai perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Semarang Raya untuk mengajak dan menyambangi kawan-kawan Solo, utamanya Universitas Sebelas Maret yang sedang melakukan aksi massa di kampus tercinta untuk terus menggelorakan semangat menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja baik tingkat regional Solo maupun nasional. “Kalau bukan mahasiswa, ya siapa lagi? Bung Hatta pernah berkata mahasiswa adalah mata dan telinga rakyat. Saat ini memang kitalah yang dibutuhkan gerakannya dan yang diharapkan pemikirannya. Oleh karena itu, jangan sia-siakan amanah rakyat itu. Meskipun di sisi lain buruh juga terus melakukan penolakan, tetapi mutlak harapannya mahasiswa tetap terus mendukung aksi penolakan ini”, tutur Hanif.

Adzan maghrib berkumandang, massa aksi pun membubarkan diri dengan damai. Adapun eskalasi lanjutan aksi kali ini adalah akan adanya aksi Solo Raya Menggugat yang mengundang seluruh elemen rakyat, buruh, tani dan mahasiswa se-Solo Raya. “Pesan saya terus semangat, jangan sampai kendor jangan sampai loyo jangan sampai takut terkait penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini”, pungkas Hanif. []

 

Reporter: Aulia Anjani/LPM Kentingan

Fotografer: Alwinanda/LPM Kentingan