Semarak Gebyar Hari Disabilitas Internasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret akhirnya kembali dilaksanakan secara luring setelah dua tahun dilaksanakan secara daring. Acara puncak perayaan ini bertempat di Solo Grand Mall Surakarta pada Minggu (4/12). Acara dengan judul ‘’Adicita Pancarona’’ yang memiliki filosofi ‘Adicita’ artinya ideologi, ‘Pancarona’ artinya berwarna-warna. Sehingga makna dari ‘Adicita Pancarona’ adalah ideologi yang penuh warna.
Sebelum acara puncak yaitu, Semarak Gebyar Hari Disabilitas Internasional UNS 2022, diselenggarakan, ada beberapa rangkaian acara yang telah terlaksana, yaitu:
CFD 1 “Citta Wicara” di mana pada acara tersebut diadakan ruang belajar Bahasa Isyarat dan juga belajar Braille, acara ini diselenggarakan pada saat Car Free Day di Jalan Slamet Riyadi.
CFD 2 “Baswara Amaraloka”, acara kedua ini memamerkan dan memperjualbelikan karya seni dari anak-anak SLB se-Solo Raya dan hasil dari perniagaan tersebut seutuhnya diberikan kepada pihak SLB terkait.
Parade lomba “Swakarya Amaraloka”, terdapat 5 jenis perlombaan, yaitu lomba cover lagu untuk kategori disabilitas, lomba fotografi untuk kategori campuran, lomba mewarnai untuk kategori disabilitas, lomba kriya untuk kategori disabilitas, dan lomba cerpen untuk kategori umum yang pelaksanaannya berbasis daring.
Tari Lenggang Puspita oleh teman-teman penyandang disabilitas SLB B-Yaat Surakarta mengawali rangkaian acara puncak tersebut. Tidak hanya tarian, acara ini juga menghadirkan dalang cilik, Aditya Kurniawan, siswa kelas 5 SD, yang mendalangkan kisah Rama Sinta. Keterbatasan penglihatannya tidak menghalangi penampilannya, suara dan raut wajahnya begitu ekspresif mewayangkan cerita Rama Sinta. Tidak sampai disitu, pada acara ini juga menampilkan special performing arts Pertunjukan Drama Musikal Kolaborasi berjudul “Rembulan dan Sinarnya.”
Selain berbagai penampilan menarik, acara ini juga menghadirkan saudari Afifah Nuha Nandela sebagai narasumber talk show ‘’Bincang Penuh Makna’’ yang membahas hak-hak disabilitas dan undang-undangnya, masalah yang sering dihadapi mereka, bagaimana cara memperlakukan mereka, dan banyak hal lainnya yang membantu kita lebih memahami bahwa tidak ada perbedaan antara manusia lainnya dengan mereka.
“Keterbatasan bukanlah pembeda yang bisa mengklasifikasikan kita menjadi dua kubu, normal dan tidak normal, pada dasarnya kita adalah sama,” jelas Afifah.
Masalah yang muncul dan dirasakan oleh penyandang disabilitas di antaranya permasalahan akademik seperti kurangnya sarpras untuk mendukung kebutuhan dari penyandang. Adapun masalah terkait pelayanan kesehatan yang cenderung disisihkan dari masyarakat umum. Sedangkan permasalahan yang paling kerap dijumpai adalah kurangnya penerimaan masyarakat terhadap penyandang disabilitas.
“Contoh kecilnya di usia kanak-kanak biasanya penyandang disabilitas dikucilkan bahkan menjadi bahan perundungan bagi teman-teman sebayanya,” ujar Afifah dalam sesi materinya.
Tidak dipungkiri, sudah ada sebagian kecil masyarakat yang peduli dan menganggap tidak ada perbedaan diantara kita manusia ‘normal’ dengan penyandang disabilitas, tetapi pola pikir mayoritas masyarakat yang tanpa sadar menyisihkan kaum disabilitas masih saja memberi trauma tersendiri bagi para disabilitas.
“Kadang ada juga yang baik, ngajak temenan,” cicit Aditya si dalang cilik yang ikut andil dalam sesi talkshow setelah ditanya terkait kehidupan bertemannya sehari-hari.
Tidak banyak kata yang terucap. Hanya beberapa kata dan isak tangis yang tertahan cukup memberikan pelajaran bagi penyimak bahwa pengasingan dan perundungan kepada kaum disabilitas masih banyak terjadi dan memberi dampak besar khususnya secara psikologis.
“Pengasingan dan perundungan ini tentu membawa dampak buruk bagi kaum disabilitas terutama pada kesehatan psikologis yang menurun, hilangnya rasa percaya diri yang menjadikan korban enggan bersosialisasi, sampai mengalami trauma, depresi, atau stres. Dan yang paling parah korban kehilangan motivasi hidup dan adanya pemikiran untuk mengakhiri hidup,” papar Afifah terkait dampak psikologi yang dialami korban perundungan.
Cara yang paling sederhana sebagai bentuk support yang dapat diberikan semua orang kepada difabel adalah dengan tidak memandangi teman-teman difabel terlalu lama, karena tentu saja hal ini sangat membuat tidak nyaman. Cara lainnya adalah selalu bertanya terlebih dahulu sebelum memberikan bantuan, karena tidak semua teman difabel suka dibantu. Kita juga harus menjaga tindakan dan perkataan kita, sikap kita harus menunjukkan kesan ramah dibanding rasa kasihan.
Setelah talk show, juga ditampilkan video cover lagu ‘’Merakit’’ dari Yura Yunita dengan bahasa isyarat, yang merupakan hasil kolaborasi Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Biasa se-Indonesia, meliputi Universitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Karimun, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas San Pedro Kupang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Lampung, dan Universitas Negeri Manado.
Acara Semarak Gebyar Hari Disabilitas Internasional ini ditutup dengan pengumuman pemenang lomba yang telah dilaksanakan sebelumnya. Di antaranya lomba menulis cerpen, kriya, fotografi dan mewarnai. Hal menarik lainnya di event ini adalah adanya mural bebas dimana para hadirin dapat berpartisipasi mengekspresikan kesan dan pesannya melalui tulisan maupun lukisan.
Tujuan dari seluruh rangkaian acara ini sendiri adalah menyebarkan awareness kepada masyarakat umum. ‘’Tujuan kami menyelenggarakan acara ini adalah ingin masyarakat umum lebih mengerti dan peduli dengan disabilitas dan memberi pengertian bahwa kita semua adalah sama,’’ ucap salah satu panitia. Tujuan acara ini selaras dengan harapan salah satu peserta acara, Tyas.
‘’Aku harap sih, acara seperti ini bisa mendapat perhatian lebih lagi oleh masyarakat. Dengan banyaknya acara seperti ini, masyarakat menjadi lebih perhatian dan akrab dengan difabel di sekitar kita,’’ ucap Tyas ketika ditanyai mengenai tanggapannya terkait acara ini.
Penulis: Andriana Sulistiyowati dan Syallom Prasdani
Editor: Sabila Soraya Dewi