BEM UNS telah menyelenggarakan diskusi internal “Kupas Tuntas Diklatsar Pra Gladi Patria Korps Mahasiswa Siaga (KMS) Batalyon 905 Jagal Abilawa UNS” pada Senin (22/11) lalu. Acara ini bertujuan untuk meminta transparansi kepada pihak kampus terkait tragedi yang merenggut nyawa Gilang. Diskusi ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Tim Evaluasi KMS Batalyon 905, dan sejumlah mahasiswa UNS. Sementara itu, pihak-pihak yang sebenarnya diundang tetapi tidak hadir pada forum tersebut antara lain
- Pembina dan panitia KMS yang tidak diketahui alasan ketidakhadirannya;
- Peserta diklatsar KMS yang tidak bisa menghadiri forum dikarenakan adanya larangan oleh beberapa pihak untuk hadir; dan
- Pihak keluarga yang tidak hadir karena kecewa dengan UNS yang sampai saat ini belum bisa menghadirkan poin transparansi berupa pernyataan UNS mengenai kronologis kejadian meninggalnya GE. Pihak keluarga sampai sekarang hanya mendapat kronologis dari media saja.
Diskusi internal dilaksanakan mulai pukul 13.00 WIB hingga menjelang maghrib di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS. Adapun selama acara berlangsung tidak boleh didokumentasikan selain dari pihak panitia.
Pada kesempatan tersebut, Yunus selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan menegaskan bahwa UNS benar-benar akan mengawal kasus meninggalnya GE secara transparan. UNS sudah membentuk tim evaluasi, tim hukum, tim kesehatan, dan tim psikologi sejak awal munculnya kasus ini. Ia membenarkan adanya pendampingan dan pembelaan kepada KMS ketika awal pemeriksaan karena enggan membeda-bedakan antarmahasiswa. Namun, UNS melepas pendampingan itu ketika ada dua orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Perihal terkait adanya kekerasan atau tidak, UNS menyerahkannya kepada kepolisian dan masih menunggu proses dari kepolisian.
“Apakah ada kekerasan atau tidak, UNS menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian. Sampai terdapat dua tersangka dan sudah dilakukan rekonstruksi di Manahan. Tersangka sudah kita serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian,” ucap Prof. Yunus.
Selanjutnya Tim Evaluasi memaparkan hasil temuan terhadap kegiatan PGP yang dilaksanakan oleh KMS. Penilaian itu terkait dengan apakah kegiatan KMS melanggar ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh universitas dalam Peraturan Rektor dan AD ART yang sudah dibuat oleh ormawa yang saat ini sedang dievaluasi.
Dr. Sunny Ummul Firdaus, ketua Tim Evaluasi KMS, menjelaskan bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data seperti SK, jadwal kegiatan, permohonan proposal, data pembina, bagaimana sistem pengajuan SIK, dan bagaimana pelaksanaannya. Lalu untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan maka dibutuhkan informasi dari orang-orang yang melihat seperti panitia, peserta, satpam, paranormal, dan lain sebagainya sebanyak hampir lima puluh orang.
Tim Evaluasi mencari pihak pertama yang melihat kejadian secara langsung, tetapi sejumlah orang yang diwawancarai rupanya hanya menyampaikan kronologis yang didapatkan dari media dan/atau koran. Oleh karena itu, Dr. Sunny menandaskan kepada peserta forum untuk memberikan data valid dan mempersilakan untuk menyerahkan temuan-temuannya kepada Tim Evaluasi.
Kemudian Dr. Sunny menyampaikan hasil wawancara dengan peserta diklatsar. Ia menyebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak sesuai jadwal, waktu kegiatan keluar dari jadwal, kegiatan sesuai dengan kurikulum, dan tidak ada kekerasan, melainkan hanyalah tindak pendisiplinan. Selanjutnya disebutkan ada tiga puluh versi berbeda terkait kronologis meninggalnya GE bahwa semua versi tersebut sama kuatnya dan tidak dapat memberi kesimpulan apapun.
Terkait dengan rekonstruksi yang telah digelar oleh kepolisian, Dr. Sunny menjawab tegas bahwa pihak UNS tidak turut hadir karena bukan ranahnya. Meski tidak hadir, UNS meminta informasi dari pengacara yang hadir, video yang dikirimkan, dan mendapat keterangan dari kepolisian. Namun, Zakky Musthofa Zuhad menyayangkan hal tersebut. Padahal dengan hadirnya pihak kampus saat rekonstruksi adegan tersebut diharapkan dapat menjadi dasar sikap yang akan diambil oleh UNS.
“Kalau sampai ada yang meninggal, apakah itu (KMS) tidak bisa dibubarkan?” tanya Alqis Bahnan mewakili mahasiswa.
“Yang kita bubarkan ini lembaganya atau orang-orang yang tidak baik (di lembaga tersebut)?” respon Dr. Sunny. Beliau menuturkan bahwa pembubaran mungkin saja terjadi, tetapi Tim Evaluasi masih mengumpulkan data dan memerlukan alasan yang kuat untuk itu.
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari mahasiswa cenderung merujuk ke arah pembubaran KMS. Hal ini membuat Dr. Sunny geram dan sedikit lelah menjelaskan bahwa butuh waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisis kasus GE. Disebutkan pula apabila tidak sabar dengan proses yang dilakukan Tim Evaluasi, mahasiswa dipersilakan untuk melangkah ke jalur hukum dengan menggugat ke PTUN atas pembubaran KMS.
Suasana diskusi semakin memanas ketika Dr. Sunny mengucapkan memang ada tamparan di KMS, tetapi hal itu dianggap bukan sebuah kekerasan oleh peserta yang mengikutinya. “Kekerasan itu subjektif,” ujar beliau. Lalu alumni KMS, Noveria dan Divasari, dikatakan telah mengonfirmasi kisah yang dipaparkan di media sosial. Meski begitu, mereka tidak setuju dengan pembubaran KMS.
Diskusi sore hari itu selesai dengan hasil yang kurang memuaskan bagi pihak mahasiswa. Hal itu dikarenakan sebelum forum ditutup dengan closing statement dari Dr. Sunny, sebagian mahasiswa memilih langsung keluar dari ruangan.
Penulis: Tamara Diva Kamila
Editor: Aulia Anjani