Sabtu (28/11/2024), Aliansi BEM se-Solo Raya menggelar aksi mimbar bebas yang bertajuk “Panggung Rakyat, Isu Kenaikan PPN” dalam rangka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Aksi ini bertempat di Bundaran Gladak dan dihadiri oleh puluhan peserta yang terdiri atas mahasiswa dan masyarakat.
Sebelumnya, para peserta aksi berkumpul di parkiran Benteng Vastenburg setelah salat asar untuk melakukan persiapan. Mereka kemudian melakukan long march ke Bundaran Gladak, yang diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap pada pukul 17.00 WIB.
“Kemarin malam kita melaksanakan konsolidasi bersama BEM se-Solo Raya dan sepakat untuk segera melaksanakan salah satu langkah, yaitu melakukan mimbar bebas,” ujar Syaifullah selaku penanggung jawab aksi.
Adapun poin-poin yang dituntut kepada pemerintah meliputi pencabutan kebijakan kenaikan PPN 12%, pemfokusan subsidi untuk barang kebutuhan pokok, evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dinilai tidak pro-rakyat, penerapan pajak yang adil pada industri besar, tuntutan transparansi dan akuntabilitas penggunaan pajak, prioritas pada pemulihan ekonomi rakyat, serta desakan untuk berhenti memberatkan rakyat kecil.
Syaifullah juga menyampaikan bahwa kebijakan kenaikan PPN dianggap memberatkan masyarakat, terutama golongan ekonomi bawah. “Yang pertama terkait kebijakan PPN yang meresahkan masyarakat Indonesia, maka kami menolak kebijakan itu karena memberatkan masyarakat, terutama golongan ekonomi bawah,” ujarnya.
Syaifullah menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan pajak untuk mendukung sektor-sektor yang esensial bagi masyarakat. “(Kami) meminta pemerintah untuk menggunakan pajak secara transparan untuk kepentingan rakyat, terutama sektor pendidikan dan kesehatan. Kami juga mendesak agar segera dilakukan evaluasi dan penggantian kebijakan dengan sistem perpajakan yang lebih adil dan tidak membebani masyarakat,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan bahwa aksi ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dampak kebijakan PPN. “Forum diskusi ini sebenarnya targetnya adalah masyarakat sebagai bentuk edukasi,” sambung Syaifullah.
Salah satu peserta aksi, Salsa dari Universitas Sebelas Maret (UNS), menyebutkan bahwa dampak kenaikan PPN tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah, tetapi juga sektor UMKM. “Semoga masyarakat jadi lebih peduli dengan adanya isu-isu tentang PPN, yang (akan) banyak merugikan UMKM. Hal ini juga tidak merugikan kelas atas, tetapi malah merugikan kelas bawah,” ungkapnya.
Peserta aksi yang mengenakan pakaian serba hitam menuntut agar kebijakan perpajakan segera dievaluasi agar lebih adil dan tidak memberatkan masyarakat, terutama golongan ekonomi bawah. Mereka berharap tuntutan ini dapat segera ditanggapi oleh pemerintah.
Penulis: Veri Nugroho & Dioziando Wirabuana Pratama