Memperjuangkan HAM berarti memperjuangkan pengakuan akan hak-hak yang secara kodrati melekat pada diri manusia. Selama ini penegakan HAM dan penyelesaian kasus-kasusnya terus diperjuangkan. Namun apakah pemahaman mengenai HAM yang selama ini sering digaungkan sudah tepat? Bagaimanakah pandangan mahasiswa terkait HAM itu sendiri, mengingat mahasiswa merupakan kalangan yang cukup aktif menyuarakan tentang HAM.
Berawal dari hal tersebut, Tim Riset LPM Kentingan melakukan riset pada 6-11 Desember 2019 untuk mengetahui meleknya HAM di kalangan mahasiswa UNS. Kami mengumpulkan data secara kuantitatif dengan metode jajak pendapat melalui penyebaran angket ke 267 responden dengan populasi mahasiswa aktif UNS tahun 2019 dari 11 fakultas yaitu FK, FMIPA, FP, FT, FSRD, FIB, FEB, FISIP, FH, FKIP, dan FKOR. Kami menentukan responden dengan proportionate random sampling dengan tingkat kepercayaan 90%, nirpencuplikan 6,09%.
Kemelekan HAM di kalangan mahasiswa UNS berdasarkan data yang kami peroleh, sebanyak 98,5% responden mengakui bahwa mereka mengetahui tentang HAM. Proporsi 39.3% responden mengartikan HAM sebagai sesuatu yang didapatkan manusia sejak lahir, 19.9% responden menafsirkan HAM sebagai hak yang didapatkan setiap individu, dan 11.6% responden menjawab bahwa HAM adalah anugrah yang didapatkan dari Tuhan Yang Maha Esa. Pengertian HAM secara resmi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yaitu “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Selain dalam undang-undang tersebut, pengaturan mengenai HAM juga termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama pada pasal 28A hingga 28J.
Terdapat berbagai media yang dapat digunakan untuk mengakses informasi terkait HAM. Berikut merupakan preferensi responden dalam mengetahui HAM dan isu-isunya. Sumber informasi yang sering digunakan oleh responden untuk mengetahui HAM dan isu-isunya pada posisi pertama yaitu media sosial seperti Instagram, Twitter, WhatsApp, dan Facebook dengan proporsi 59,9%, hal tersebut didasari oleh tingkat keaktualan dari media sosial yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan medialainnya. Setelah itu diikuti oleh Website/ media online sebanyak 14,2%, dan media cetak seperti buku, koran serta majalah sebesar 8,2%. Selain ketiga media tersebut 17,7 % responden juga mendapatkan informasi terkait HAM dari orang lain, pendidikan formal, dan pelatihan.
Kemelekan mahasiswa terhadap HAM merupakan perihal yang memiliki urgensi cukup tinggi karena mahasiswa dianggap sebagai penggerak peradaban dan sudah seharusnya mereka memiliki wawasan yang cukup luas, atau paling tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan data yang kami himpun sebesar 64% responden mengatakan bahwa mahasiswa UNS sudah melek terhadap HAM. Kemelekan terhadap HAM salah satunya bisa dinilai dengan keterlibatan mereka terhadap aktivitas HAM, seperti melakukan demonstrasi untuk menuntut keadilan, menyuarakan hak-hak minoritas, serta mendesak pemerintah untuk mengupayakan penegakan dan perlindungan HAM.
Namun apakah sebenarnya mahasiswa perlu melakukan hal-hal tersebut? Sebanyak 90,3% responden menilai bahwa mahasiswa UNS perlubersinggungan dengan aktivitas HAM. Proporsi 16,1% menyetujui dengan alasan agar mahasiswa UNS mengetahui dan memahami perihal HAM, 12,4% menyebutkan agar mahasiswa UNS peduli terhadap HAM, dan 8,2% beralasan karena mahasiswa memiliki hak yang harus diperjuangkan, sedangkan sisanya menyebutkan alasan lain seperti bentuk sikap kepedulian dan kekritisan mahasiswa, dan merupakan kewajiban manusia untuk saling menjaga serta menghormati hak setiap individu.
Amnesty Internasional Indonesia mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan 9 (sembilan) agenda prioritas HAM yang didalamnya berisi tuntutan penyelesaian terhadap isu-isu HAM yang dianggap sebagai prioritas utama yang harus segera ditangani oleh pemerintah Indonesia. Sebanyak 24% responden mengaku mereka mengetahui isi dari 9 agenda prioritas HAM tersebut, sisanya 74,9% tidak mengetahui dan 1,1% tidak menjawab. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman mereka mengenai 9 agenda prioritas HAM tersebut kami menyajikan 9 kasus yang merepresentasikannya, dan responden diminta untuk memberikan kesetujuan mereka dalam kasus tersebut.
Agenda prioritas HAM yang pertama berupa “Menjunjung tinggi hak atas kebebasan berekspresi dan melindungi para pembela HAM”, kasus yang kami sajikan yaitu terkait kasus Ahok dan Ahmad Dhani, keduanya dipidanakan atas pendapat yang mereka utarakan. Sebanyak 33% responden menyetujui pemidanaan tersebut, sisanya 61% tidak setuju, dan 6% memilih tidak menjawab. Pemidanaan kasus tersebut merupakan pelanggaran atas hak kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh setiap individu.
Agenda prioritas yang kedua yakni “Menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama, dan berkepercayaan”, kasus yang kami sajikan yaitu terkait aliran agama/ kepercayaan yang dianggap sesat seperti Ahmadiyah, Syiah, dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga perkembangannya dilarang di Indonesia. Sebanyak 70% responden menyetujui pelarangan tersebut sedangkan 25,5% lainnya tidak menyetujui, dan 4,5% tidak menjawab. Setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing, selain itu negara memiliki kewajiban menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Agenda prioritas yang ketiga yaitu “Memastikan akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan”, kasus yang disajikan berupa pemidanaan Luthfi Alfiandi, seorang demonstran yang membawa bendera merah putih saat demonstrasi #ReformasiDikorupsi dan disemprot Water Cannon oleh petugas keamanan. Sebanyak 82,8% responden menyetujui, sedangkan 14,2% lainnya tidak menyetujui, dan 3% sisanya tidak menjawab. Kebebasan menyuarakan pendapat seharusnya dilindungi di negara yang menganut paham demokrasi. Pemidanaan terhadap demonstran yang menyuarakan pendapatnya di ruang publik merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Selain itu tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan juga merupakan pembatasan terkait hak kebebasan berpendapat.
Agenda prioritas yang keempat yaitu “Menetapkan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat masa lalu”, kasus yang kami sajikan terkait wacana pembentukan KKR(Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) pada kasus kejahatan HAM masa lalu. Sebanyak 19,9% responden menyetujui wacana tersebut, sedangkan 79,4% tidak menyetujui, dan 0,7% tidak menjawab. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Penyelesaian kasus kejahatan HAM masa lalu harus dilakukan melalui jalur yudisial atau pengadilan dan bukan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Agenda prioritas yang kelima yaitu “Menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan anak perempuan”, kasus yang disajikan berupa pemaksaan istri untuk berhubungan badan termasuk pemerkosaan dalam rumah tangga. Sebanyak 86,1% responden menyetujuinya, sedangkan 13,1% tidak menyetujui, dan 0,7% tidak menjawab. Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya. Pemaksaan untuk berhubungan intim oleh suami dapat dikategorikan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga hal tersebut melanggar hak asasi seorang istri.
Agenda prioritas yang keenam yaitu “Menghormati hak asasi manusia di Papua”, kasus yang disajikan berupa tindakan represif aparat terhadap masyarakat di Papua. Sebanyak 72,7% responden menyetujui hal tersebut, sedangkan 25,1% tidak menyetujui, dan 2,2% tidak menjawab. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa adanya diskriminasi atas dasar suku, ras, etnik, kelompok, golongan, dan status sosial, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam segala aspek kehidupan. Tindakan represif aparat merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap kebebasan tersebut.
Agenda prioritas yang ketujuh yaitu “Memastikan akuntabilitas untuk pelanggaran HAM di sektor bisnis kelapa sawit”, kasus yang disajikan berupa fenomena kabut asap hasil pembakaran lahan untuk perkebunan sawit yang melanggar kebebasan masyarakat sekitar untuk beraktivitas normal. Sebesar 85,4% responden menyetujui hal tersebut sedangkan 13,5% tidak menyetujui dan 1,1% tidak menjawab. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, kabut asap merupakan pelanggaran di sektor bisnis kelapa sawit terhadap kebebasan manusia untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang layak.
Agenda prioritas yang kedelapan yaitu “Menghapus hukuman mati untuk semua kejahatan”, kasus yang disajikan berupa wacana pemberian sanksi hukuman mati terhadap koruptor. Sebanyak 22,8% responden menyetujui hukuman mati tersebut sedangkan 76% menolak dan 1,1% tidak menjawab. Setiap orang memiliki hak untuk hidup, mempertahankan hidup, kebebasan pikiran dan hati nurani, yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Penjatuhan hukuman mati terhadap koruptor merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang paling mendasar tersebut.
Agenda prioritas yang kesembilan yaitu “Mengakhiri pelecehan, intimidasi, serangan dan diskriminasi terhadap minoritas seksual”, kasus yang disajikan berupa wacana pelarangan kaum minoritas LGBT untuk mendaftar CPNS. Sebanyak 44,6% responden menyetujui pelarangan tersebut sedangkan 53,2% lainnya menolak, dan 2,2% sisanya tidak menjawab. Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak, sesuai dengan keinginan, bakat, kecakapan, dan kemampuan serta berhak atas upah yang adil dan syarat-syarat perjanjian kerja yang sama tanpa adanya diskriminasi gender. Sehingga pelarangan kaum minoritas LGBT untuk mendaftar CPNS merupakan salah satu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Oleh: Tim Riset LPM Kentingan UNS
Infografis: Muhamad Luqmansyah