Foto: Raihan Musthafa/ LPM Kentingan

TENTANG OSPEK DAN KAMPUS YANG GEMAR BERSOLEK

Selamat datang saya ucapkan kepada para mahasiswa baru. Bagaimana dengan ospeknya? Seru? Sudah merasa ditindas? Atau gimana? Saya sendiri sebenarnya tidak setuju dengan konsep ospek atau apapun sebutannya itu lah. Terlepas kontroversi baik-buruk, efektif-tidaknya acara, perdebatan, hingga saling sindir menyindir di base Twitter menurut saya yo sama saja. Ospek perlu dihilangkan.

Oh iya kelupaan, bagi para senior atau panitia ospek (who knows?) yang sering membalas di base Twitter ketika ada postingan yang protes tentang berjalannya ospek yang kurang lebih berucap, “Cuih, jangan bersembunyi di balik sosmed ya dik”. Apakah Anda tidak sadar bahwa yang Anda lakukan juga bersembunyi di balik media sosial dan ketikan keyboard hp-mu sendiri? Bedanya, mungkin kalian takut untuk dikritik atau diprotes oleh para maba.

Saya kira, para mahasiswa baru tahun ini tak perlu untuk menganggap ospek dengan serius atau bahkan tidak usah ikut saja sekalian, ndak penting juga og. Jika memang kegiatan ini perkenalan untuk bagaimana cara masuk ke organisasi kampus, bagaimana mengurus administrasi, apa itu kontrak kuliah, bagaimana cara mengakses fasilitas kampus, hingga bagaimana cara memesan makanan di kantin fakultas itu disebut dengan ospek, saya setuju. Tapi bagaimana dengan realitanya?

Nyatanya hampir dari saya masuk pada tahun 2019 hingga saat tulisan ini saya tulis, kegiatan ospek pun sama-sama saja. Dimulai dari upacara pembukaan, pengembalian mahasiswa baru ke masing-masing fakultas untuk melakukan kegiatan yang sama sekali tidak nyambung dengan kebutuhan riset dan akademis ke depannya, pembuatan mosaik yang tidak perlu dan muspro, hingga kumpul-kumpul technical meeting yang membuang-buang waktu.

Ospek Dengan Segala Istilahnya yang Masih Erat Akan Senioritas

Nama boleh saja berubah, tapi unsur senioritas masih tetap ada. Senioritas yang dimaksud bukan dalam tatanan akademis. Di mana buah bibir senior menjadi dasar kajian dari pemikiran junior. Tidak, senioritas yang saya maksud ini ditanamkan lewat rasa takut. Entah secara langsung ataupun tidak. Sederhananya, bisa lewat bentakan senior yang gila hormat (banyak yang mengakui sudah hilang, namun praktiknya lestari di ospek fakultas dan jurusan). Bisa dengan ancaman seperti, “Ospek adalah syarat kelulusan” hingga “Jika tidak mengikuti ospek, tidak akan tahu-menahu tentang kampus” atau bahkan dikucilkan secara langsung.

Meminjam 1 paragraf tulisan Mas Prabu Yudianto di Mojok, ospek dengan segala persiapan dan pelaksanaan, tak lebih dari pelanggengan relasi kuasa. Mengedepankan usia dan “angkatan” sebagai alat dominasi pada mahasiswa baru tidak lebih dari pelecehan terhadap semangat civitas akademika. Apa sih fungsi usia dan angkatan dalam kampus? Apa pula manfaat ketakutan maba kepada senior dan panitia ospek dalam pendidikan?

Jika hal yang dipertahankan oleh panitia ospek adalah, “Ospek itu untuk membentuk mental, dunia luar atau dunia kerja itu kejam!”. Oh ayolah, kurang keras apa 2 tahun pandemi ini? Ketika banyak orang mati-matian hanya untuk sekadar bertahan hidup dan menderita karena melambungnya harga barang kebutuhan pokok.

Memperkenalkan kampus pada maba tidak perlu dengan relasi kuasa. Justru yang harus dilakukan dan diperkenalkan adalah semangat perilaku akademis, bagaimana mengurus hal-hal yang berkaitan dengan setiap individu mahasiswa di kampus. Ataupun kalau perlu membuka ruang diskusi serta mengajak berdialektika dengan menghadirkan abang-abangan yang mendaku aktivis senior walaupun memang terasa ndakik-ndakik dan was wes wos. Tapi, hal ini cenderung lebih masuk akal daripada seluruh kegiatan ospek. Menanamkan kultur kritis akan lebih berguna daripada menebar teror dan relasi kuasa.

Selamat Datang di Kampus yang Gemar Bersolek

Jika panitia ospek tidak mengenalkanmu tentang seperti apa dan bagaimana UNS. Izinkan saya untuk memberikan sedikit gambaran besarnya sekaligus gambaran lain tentang kampus ini.

Universitas Sebalas Maret bagi saya lebih cocok untuk disematkan sebagai kampus yang gemar bersolek. Kok bisa? Yang pertama, bangunan yang disebut UNS Tower. Sampai saat ini tidak ada yang tahu fungsi persisnya untuk apa. Paling pol sih gedung itu cuman dibuat acara peresmian gedung itu sendiri bersama dengan kunjungan Presiden beberapa waktu yang lalu.

Asal teman-teman tahu saja, pembangunan tower ini sangat tergesa-gesa, bahkan tidak memperhatikan kondisi kampus cabang yang masih serba kekurangan. Teman-teman mungkin bisa baca 1 serial kuhusus tentang bagaimana buruk rupanya dan penderitaan dari kampus cabang di sini.

Universitas Sebelas Maret bukan lagi dikenal dengan “Kampus Ramah Kantong” semenjak diberlakukannya kebijakan hilangnya pilihan 0 rupiah pada kolom pembayaran SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi). Hal ini juga diperparah pula dengan UNS yang sudah berpindah status sebagai PTN-BH. Perguruan tinggi yang otonom dari kebijakan menteri serta diputusnya dana subsidi dari kementrian. Akibatnya kampus pun sekarang butuh uang, sehingga kampus lebih mengutamakan “komersialisasi”-nya dalam pendidikan.

Kampus kita ini terkenal dengan ribetnya hal-hal yang berbau birokrasi dan administrasi. Halah, kalau perkara ini wis nggenah ribet e gak karuan.

Belum juga kedekatan kampus dengan hal-hal yang berbau militer (bahkan kasus pembunuhan Menwa pun tidak ada tindakan tegas dari pihak kampus). Kedekatan institusi akademik dengan hal militer sangatlah tidak masuk akal dan kurang gawean. Jika ada yang membantah dengan alasan kedisiplinan, kedisiplinan yang dibentuk oleh militer sangatlah jauh berbeda dengan disiplin terhadap sebuah ilmu.

Tapi kok ya lucu aja gitu lho, teman-teman panitia ospek malah menyetujui salah satu rangkaian ospek yang menghadirkan pembicara dari unsur-unsur militer yang jauh hubungannya dari kehidupan akademik. Ndak mashok blas.

Intrik politik dalam kampus yang lucu dan nggapleki. Beberapa waktu yang lalu, terjadi sebuah demo perkara almamater UNS yang keluar dari unsur pembayaran UKT. Padahal dulunya sudah disetujui bahwa almamater lebih baik dikeluarkan dari unsur pembayaran UKT dan nyata-nyata terdapat nota kesepahaman antara pengurus BEM dengan pihak kampus. Lucu kan? Usul saya, BEM bisa mulai berlatih teater dan sekalian bentuk kelompok teater, kok ya dirasa punya bakat yang tidak tersalurkan.

Ada pula kejanggalan-kejanggalan atau indikasi kecurangan dalam PEMIRA dari tahun 2019 yang tidak pernah ada kejelasan bahkan tidak diusut dan dibahas lebih lanjut. Mungkin yang paling terbaru adalah, 2 kalinya Presiden BEM yang juga menjabat sebagai Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa yang sebenarnya “kurang etis”. Walah, pokoknya masih banyak lagi. Mungkin teman-teman nanti bisa menemukan yang lebih lucu dan nggapleki daripada yang selama ini saya temukan.

Maka, sekali lagi saya ucapkan selamat datang bagi para Mahasiswa Baru di Kampus yang Gemar Bersolek.

Penulis: Muhammad Achmad Afifudin

Editor: Sabila Soraya Dewi