Surakarta—Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar pementasan teater berjudul Wek-wek. Pementasan digelar di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) pada 27 November 2013 pukul 20.00 WIB.
Pementasan tersebut digelar sebagai salah satu bentuk apresiasi sastra serta sebagai pemenuhan tugas dalam mata kuliah penyutradaan. Wek-wek yang merupakan naskah karya Anton Chekov, kali ini dimainkan oleh mahasiswa-mahasiswa Sastra Indonesia UNS dan disutradarai langsung oleh dosen pengampu mata kuliah penyutradaraan, Albertus Prasojo. Ditemui di waktu yang berbeda, dosen yang dulunya merupakan sahabat sastrawan Wiji Tukul tersebut menyampaikan rasa senangnya atas keberhasilan acara tersebut, “Menurut saya, untuk target utama yaitu menghibur sudah tercapai. Lagi pula, respon dari luar semalam juga cukup baik.”
Wek-wek mengisahkan tentang perselisihan yang terjadi antara tokoh Bodong dan Kocrit di persidangan. Kocrit dituduh oleh Bodong (majikan Kocrit) menghilangkan dua ekor bebek dan sepuluh butir telurnya. Persidangan perselisihan tersebut diadakan di kelurahan dengan Pak Lurah sebagai penengah. Kocrit yang dari awal digambarkan sebagai watak yang polos, di persidangan tidak bisa mengatakan apa pun kecuali “wek-wek” (suara bebek). Beruntung, Kocrit menunjuk Pokrol sebagai pengacaranya. Pokrol digambarkan menjadi seorang yang mengerti maksud di balik wek-wek dari Kocrit. Pokrol juga merupakan pengacara yang pandai beragumen. Tapi, tidak jarang argumennya ngelantur hingga mencapai batas nalar. Menurut keterangan sang pengacara, Kocrit mengalami trauma karena melihat dua ekor bebek yang diangonnya hanyut di sungai. Selain itu, keseharian Kocrit yang selalu bersama bebek-bebek Bodong, membuat Kocrit terbiasa berbicara layaknya bebek. Tapi, pada akhirnya, dengan bantuan Pokrol, Kocrit dapat terbebas dari tuduhannya.
Di ujung pertunjukan, penonton dikagetkan dengan Kocrit yang tiba-tiba bebicara layaknya manusia pada umumnya. Di adegan terakhir itu, Kocrit dan Pankrol membongkar persengkokolan yang mereka bentuk untuk memenangkan persidangan. Tapi tanpa mereka sadari, Pak Lurah yang sebelumnya telah meninggalkan persidangan kembali masuk. Pak Lurah mendapati keduanya sedang asyik membagi hasil uang tuntutan ganti rugi dari Bodong. Mendengar Pak Lurah yang berkata “Lho!”, Kocrit dan Pankrol kelabakan. (Puput)