Talkshow bertajuk “Dari Layar ke Aksi: Mengurai Fenomena #NoViralNoJustice” berhasil diselenggarakan pada Sabtu, 22 Februari 2024, di Aula Gedung 5 FEB UNS Surakarta. Girl Up UNS sebagai penyelenggara acara ini menginisiasi talkshow tersebut untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.
Acara ini juga menghadirkan Fitri Haryani, Manajer Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKNM) SPEK-HAM Solo, sebagai pembicara. Talkshow ini membahas isu kekerasan seksual, khususnya fenomena maraknya pemviralan kasus kekerasan seksual dan dampaknya terhadap penanganan hukum.
Kekerasan seksual merupakan salah satu isu yang masih banyak ditemui dalam masyarakat. Sayangnya, kasus-kasus serius yang terjadi masih banyak yang belum mendapat penanganan hukum yang cepat dan tegas. Di era digital ini, sesuai dengan tema acara kali ini, “No Viral, No Justice,” pihak berwenang baru akan bertindak jika suatu kasus diunggah ke media sosial dan menjadi viral.
“Aksi dari pihak berwenang yang hanya berjalan setelah suatu kasus viral menunjukkan bahwa supremasi hukum belum sepenuhnya ditegakkan,” jelas Fitri terkait fenomena “No Viral No Justice.”
Selain hukum yang belum tegas, kenyataannya banyak kasus kekerasan seksual yang viral di media sosial tidak berujung positif. Beberapa pihak justru memanfaatkan viralnya kasus tersebut tanpa memikirkan keadilan bagi korban. Tak jarang juga terjadi victim blaming atau menyalahkan korban sebagai respons terhadap berita kekerasan seksual.
Fitri menjelaskan, untuk meminimalisasi dampak negatif akibat viralnya suatu kasus, unggahan di media sosial harus memperhatikan kode etik. Mengunggah kasus ke media sosial perlu melalui riset mendalam untuk menghindari kesalahpahaman, dan berita yang diunggah harus mendapat izin dari korban atau keluarga korban untuk menjaga kondisi psikologis mereka. Penulisan caption juga harus diperhatikan karena dapat memengaruhi respons pembaca terhadap kasus tersebut.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang seriusnya kasus kekerasan seksual, diperlukan kebiasaan berdiskusi dan meningkatkan literasi. Langkah ini dapat menumbuhkan kepedulian dan membangun perspektif yang lebih baik terhadap korban.
Intan Sugianto, Presiden Girl Up UNS, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap penanganan hukum kasus kekerasan seksual yang masih kurang tegas dan tidak memprioritaskan korban yang tidak memiliki hak istimewa. Meskipun demikian, dengan adanya masyarakat yang peduli dan bergerak untuk memperjuangkan keadilan bagi korban kekerasan seksual, Intan merasa tidak pesimis dengan masa depan keadilan hukum di Indonesia. “Kita memang harus melakukan aksi yang masif dan kolektif untuk memperkuat sistem hukum di Indonesia,” ungkap Intan.
Di akhir sesi talkshow, Fitri menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam bermedia. Kode etik bermedia harus selalu diperhatikan, dan masyarakat perlu berdiskusi dan berdialog tentang kekerasan seksual untuk mengedukasi diri dalam menanggapi kasus-kasus tersebut.
Melalui talkshow ini, yang juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan platform media sosial secara bijak dan bagaimana memulai perubahan dari diri sendiri untuk meraih keadilan gender, Intan berharap masyarakat dapat memahami bahwa setiap orang memiliki peran penting dalam membantu penanganan kasus kekerasan seksual. “Setiap orang sebenarnya memiliki kekuatan untuk mengadvokasi diri sendiri dan teman-temannya di sekitar, sehingga jika kita memiliki media sosial yang digunakan secara luas oleh masyarakat, kita perlu memanfaatkannya dengan bijak,” tambahnya.
Nara, Ketua Panitia Talkshow, juga menambahkan harapannya agar masyarakat menjadi lebih terbuka dan peduli terhadap isu-isu yang sedang terjadi, terutama terkait kekerasan seksual. Isu ini sangat krusial untuk dibahas, urgent, dan penting, sehingga masyarakat yang sadar dapat membantu mengedukasi lebih banyak orang di sekitar mereka.
Penulis: Nabila Rakha Putri Jauza
Editor: Salma Fitriya Nur Hanifah