Oleh : Agus Tri Utomo
Datang tak dijemput, tak pulang harus bayar.
ITU SUDAH hari kedua. Tapi Tsani Silmi Amalia, mahasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS masih saja gigih mencari buku Komuniksi Organisasi di Perpustakaan Pusat UNS lantai satu. Demi menemukan buku itu, bahkan dia sampai dibantu oleh tiga orang temannya. Pokoknya buku harus ketemu! Tak boleh tidak! Uang 600 ribu rupiah milik Tsani sedang dipertaruhkan.
“Aku enggak bisa bayangin seandainya buku itu enggak ketemu, 600 ribu lho! Hiihh..” kata Tsani.
Kejadiannya di Bulan Februari 2017 lalu. Di sebuah sore, Tsani yang saat itu hendak meminjam buku di Perpustakaan untuk keperluan kuliahnya dibuat kaget oleh teguran pustakawan yang sedang berjaga. “Mbak punya tagihan buku lho ini, sudah dipinjam dari November. Dendanya bisa sampai 600 ribu lho, Mbak,” ujar si pustakawan.
Tsani yang merasa tidak pernah meminjam buku yang ditagihkan pun menyangkal. Si pustakawan ngeyel. Tsani berulang kali diminta menyimak monitor komputer si pustakawan untuk memastikan data yang tertulis itu benar. “Saya lihat tulisannya, itu ya memang nama saya. Judul bukunya juga tertulis di situ. Tapi kan saya enggak pernah pinjam. Saya jadi bingung.”
Si pustakawan berujar bahwa, jika Tsani tak ingin membayar denda Ia harus membuktikan bahwa buku yang ditagihkan tersebut benar-benar tak dipinjamnya. Tsani diminta menemukan buku dengan nomor dan barcode yang sama di Perpustakaan UNS. Tsani lalu menyanggupi.
Berbekal nomor rak buku serta lokasi yang diberikan oleh si pustakawan, seharusnya buku itu berada di lantai satu gedung lama Perpustakaan UNS. Tempat buku-buku bertajuk ilmu komunikasi lainnya bertempat. Namun, buku itu tak ketemu.
Esoknya, Tsani dan tiga orang temannya masih melanjutkan pencarian. Kali ini mereka menyerah pada rak buku lantai satu. Berbekal ingatan Tsani yang mengaku pernah berpapasan dengan buku yang dicari berbulan-bulan lalu, mereka lantas menyasar lantai lima Perpustakaan UNS.
Benar saja! Pada sekira pukul dua siang di hari kedua pencarian, buku Komunikasi Organisasi yang mereka cari-cari ditemukan sehat wal-afiat. Bertengger di rak buku lantai lima perpustakaan bercampur dengan buku-buku ilmu pengetahuan alam dan teknik.
“Ini saya mau konfimasi, saya enggak pinjam buku ini, kok. Ini kartu perpustakaan saya, saya mau membersihkan denda saya,” kata Tsani pada pustakawan Perpustakaan UNS dengan nada sedikit kesal.
Tapi Tsani bukan satu-satunya korban tagihan gaib.
PADA BULAN Maret 2017, Dian Ayu Lestari, mahasiswa Desain Komunikasi Visual 2013 mengalami kejadian serupa. “Di kartu perpustakaan saya ada tagihan tiga buah buku yang sama sekali tidak pernah saya pinjam. Itu buku tentang sejarah.” Denda yang mengancamnya waktu itu sebesar 300 ribu rupiah. Tapi Dian lebih mujur. Dua minggu kemudian buku-buku yang tadinya ada dalam daftar tagihan buku perpustakaannya itu menghilang.
“Itu kan kesalahan sistem data,” ujar Koordinator Pengembalian, Peminjaman dan Bebas Pustaka Perpustakaan UNS, Heni Prawitasari, saat ditemui Senin, 3 April 2017. “Sistem yang digunakan masih belum sempurna, masih terus diperbaiki. Tapi kesalahan bisa saja dari mahasiswa, yaitu kartu perpustakaannya mungkin dipinjam teman terus lupa. Mahasiswa mengembalikan langsung ke raknya tanpa konfirmasi ke petugas. Atau kesalahan dari petugas atau pustakawan,” lanjutnya menjelaskan.
Menurutnya, dalam kurun waktu semester genap ini saja, terdapat sekira lima kasus serupa yang dialami Tsani dan Dian. Para mahasiswa yang tertagih buku-buku tak berwujud tersebut nantinya akan diminta untuk mencari buku yang ditagih di rak-rak buku perpustakaan. Jika buku ditemukan, denda akan digugurkan. Masalah terselesaikan.
Namun jika buku tidak berhasil ditemukan, mahasiswa yang bersangkutan harus tetap membayar denda sesuai peraturan. Beberapa mahasiswa yang mengalami kejadian ini biasanya menyadari bahwa ada tagihan buku saat denda buku sudah membengkak. Beberapa narasumber yang saluransebelas.com temui mengaku mendapat denda lebih dari 200 ribu rupiah. Namun semuanya tak sampai membayar denda. Buku yang ada dalam tagihan sudah lebih dulu ditemukan dan diserahkan ke pustakawan perpustakaan.
Terkait hal ini, Heni kembali menuturkan bahwa pihak perpustakaan bisa memberi bantuan berupa program amnesti denda. Program amnesti denda berdasarkan surat edaran dari Wakil Rektor III no. 12815/UN2/KU2016 tentang Program Pengampunan Denda. Sebelumnya, surat edaran ini berlaku hanya untuk peminjaman sampai 31 Oktober 2016. Batas akhir pengembaliannya November sampai dengan 31 Desesmber 2016.
“Namun, karena saking banyaknya mahasiswa masih bermasalah dalam peminjaman buku, maka amnesti denda masih diberlakukan sampai sekarang,” kata Heni. Tak perlu syarat khusus. Mahasiswa hanya perlu mengajukan permohonan amnesti denda ke bagian Koordinator Pengembalian, Peminjaman dan Bebas Pustaka UPT Perpustakaan UNS. Dengan catatan, peminjaman minimal dilakukan tahun 2016.
Meski begitu, Tsani mengaku tetap merasa kesal atas kejadian ini. Ia berharap, kejadian serupa tidak menimpa mahasiswa-mahasiswa lain. Sedangkan Dian hingga kini masih merasa heran atas kehadiran buku-buku gaib di kartu perpustakaannya. “Ada baiknya pihak perpustakaan bisa tanggap lebih cepat. Supaya mahasisiswa enggak khawatir. Takutnya kan kehitung denda,” ujarnya.[]
Catatan : Bagi mahasiswa yang pernah mengalami kasus serupa, bisa mengirimkan nama, jurusan, NIM, dan kronologi kejadian ke surel email@saluransebelas.com
Agus Tri Utomo. Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016.