Judul : Vegetarian
Penulis : Han Kang
Alih Bahasa : Dwita Rizkia
Tahun : 2017
Penerbit : Bentara Aksara Cahaya (Baca)
Tebal : 222 halaman
ISBN : 978-602-6486-07-3
/i/
Han Kang melalui Vegetarian menambah daftar sastra Asia yang –kalau boleh dikatakan— mendunia. Belakangan nama Han Kang memang menjadi perbincangan publik internasional sebab novelnya memenangi The Man Booker International Prize 2016. Penghargaan bergengsi untuk karya sastra yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Konon di tahun yang sama, Eka Kurniawan melalui Lelaki Harimau-nya juga sempat masuk nominasi ini.
Jelang penerbitan Vegetarian edisi Bahasa Indonesia, salah satu motor Penerbit Baca, Anton Kurnia memposting beberapa pilihan sampul untuk novel ini di akun media sosialnya. Dan terpilihlah gambar mawar merah dengan latar merah kehitaman yang cukup mewakili kekelaman kisah Vegetarian. Novel ini terdiri dari tiga bagian tanpa menempatkan tokoh utama sebagai pengisah. Masing-masing bagian dimiliki oleh orang-orang di sekitar Young-hye: Suami, Kakak Ipar, dan In-hye kakak kandung Young-hye. Merekalah yang berkuasa menuturkan kehidupan Young-hye. Di sinilah letak filosofis Han Kang. Pengisahan tentang diri seseorang pada dasarnya memang didominasi oleh riuhnya pengisahan orang lain.
Pembaca tak akan disuguhi kisah bagaimana kerepotan hidup seorang vegan misalnya dalam menjalani hari-harinya yang berkenaan dengan hal ihwal makanan. Dalam kehidupan biasa barangkali seorang vegan hanya repot dengan urusan dirinya sendiri sebagai vegetarian. Sementara sejak memutuskan menjadi seorang vegan sebab teroran mimpi-mimpi yang absurd dan agak ngeri, kehidupan Young-hye benar-benar berantakan. Setelah berusaha mengadakan pemakhluman atas perubahan Young-hye, si suami akhirnya memutuskan untuk bercerai dengannya. Orang tua Young-hye terutama ayahnya tidak lagi peduli dengannya setelah upaya-upayanya memaksa Young-hye untuk kembali makan daging gagal. Dengan kakaknya, meski sampai akhir cerita ia ada dalam perawatannya tapi hubungan keduanya tak bisa dibilang sehat-sehat sahaja. In-hye merawat Young-hye lantaran nuraninya tertuntut tanggung jawab. Hubungan berkelindan kasih sayang sebagai adik dan kakak kandung barangkali sudah purna.
/ii/
Si suami mendapat ruang pengisahan pada bagian pertama. Kehidupan rumah tangganya baik-baik sahaja sampai sebelum Young-hye menjadi vegan. Young-hye laiknya perempuan-perempuan yang berumah tangga, mampu melayani segenap kebutuhan si suami dengan cukup baik. Asumsi si suami atas keputusannya menikahi Young-hye tak meleset. Sebagai perempuan biasa sahaja yang dikisahkan tak cukup memiliki pesona atawa kekurangan yang berarti, membuat si suami tak usah repot menghadirkan dirinya sebagai lelaki yang hebat.
Berkaitan dengan gambar mawar merah di sampul, bagian kedua ialah bagian yang bertabur bunga-bunga. Sudah lama, kakak ipar memendam obsesinya pada Young-hye sebab tanda lahir keunguan di bokongnya yang tetap utuh sampai ia berusia lebih dari duapuluh tahun. Kakak iparnya yang seorang seniman merupakan pribadi yang tidak pernah benar-benar membuka dirinya untuk orang lain. Istrinya, In-hye tak penah benar-benar memahami suaminya. Tanda lahir keungunan di bokong Young-hye merangsang naluri seni kakak ipar. Setelah lama merenungkan calon karyanya, kakak ipar akhirnya mengeksekusi mahakarya tersebut. Memadukan unsur lukis dan vidio, diproseslah karya yang menghasilkan keluaran vidio semi porno itu. Young-hye dengan tubuh bugil penuh lukisan bunga menjadi pemeran dalam karya itu. Adegan bersetubuh dua manusia yang direkam kamera dengan pertimbangan seni yang matang. Kakak ipar memang sempat meminta kawannya menjadi pemeran lelaki, meski akhirnya ia sendirilah yang menyelesaikannya. Juga dengan tubuh penuh lukisan bunga-bunga yang mekar di sana-sini.
Setelah kejadian itu, In-hye dan suaminya berpisah. In-hye lantas memutuskan membawa Young-hye ke rumah sakit jiwa. Bagian ketiga inilah yang paling banyak mengisahkan perubahan diri Young-hye. Di rumah sakit jiwa, Young-hye enggan makan, lama-lama tak mau makan sama sekali. Kondisi tubuhnya kian memilukan. Ia suka berdiri dengan posisi terbalik. Tangannya digunakan untuk menyokong tubunya. “…Young-hye yang berdiri terbalik, tegak di atas tangannya. Apakah Young-hye berpikir ia sedang ada di hutan dan bukan di lantai semen? Apakah ranting kokoh tumbuh dari tubuhnya dan akar putih keluar dari tangannya untuk mencengkeram tanah? Apakah kakinya terjulur ke udara dan tangannya merangsek ke inti bumi? Apakah air yang keluar dari tanah saat cahaya matahari dari langit berjalan turun melewati tubuh Young-hye akan membuat bunga merekah dari selangkangannya?” (hlm. 205).
Narasi Han Kang yang padat dan cenderung kuat sepanjang pengisahan menghindarkan pembaca dari ancaman kebosanan. Tidak sedikit sanjungan yang diberikan pada novel Vegetarian, termasuk di kalangan pembaca sastra di Indonesia. Sebagai pembaca, aku tidak benar-benar tahu suara-suara apa sahaja yang coba disampaikan Han Kang melalui novelnya. Han Kang tak banyak menamai tokohnya melainkan menggunakan sebutan-sebutan. Ada penyederhanaan kerja sastra di sini. Penulis tak perlu berpusing menyematkan nama mana yang cocok untuk tokoh-tokohnya. Sementara berkait dengan obsesi Young-hye menjadi pohon mari ditafsirkan sederhana sahaja, barangkali pohon-pohon dan alam semesta secara lebih luas memang guru paling bijak bagi manusia.
Melalui Vegetarian, posisi Han Kang sebagai perempuan juga cukup nampak. Semua tokoh lelaki dalam novel dikisahkan sebagai sosok yang berkuasa sekaligus tak benar-benar baik pada perempuan. Ini bisa diselami lewat penokohan si suami, kakak ipar, juga ayah Young-hye. Tapi itu cuma tafsiranku sahaja. Barangkali akan diperoleh pemahaman berbeda bila novel ini dibaca kaum lelaki. Satu lagi, tulisan ini patut ditutup dengan sanjungan yang kukutip dari sana-sini. Barangkali kita mulai perlu menaruh perhatian pada sastra Korea, tentu sahaja dengan tanpa menafikan kegandrungan kita pada industri K-pop dan K-dramanya. Annyeong! []
Rizka Nur Laily Muallifa
Anggota diskusi kecil, petualang jalang dan pekebun di @menghijau