Penampilan Fajar Merah dan Fitri Nganti Wani dalam acara diskusi dan pemutaran film Nyanyian Akar Rumput, Sabtu (15/12) di Omah Sinten. (Nun Fatima/LPM Kentingan)

Suara Menolak Lupa dalam Nyanyian Akar Rumput

 

Sesungguhnya suara itu bukan perampok

yang ingin merayah hartamu.

Ia ingin bicara,

Mengapa kau kokang senjata

dan gemetar ketika suara-suara itu

menuntut keadilan?

 

Kini sudah 20 tahun sejak Suharto turun dari jabatan tertinggi di Indonesia. Tetapi masih belum ada kepastian mengenai korban praktik penghilangan orang (involuntary disappearancs) yang terjadi pada masa kepemimpinan Suharto. Sebanyak 13 aktivis tahun 1997-1998 dinyatakan hilang. Salah satunya yaitu Wiji Thukul, seorang aktivis dan seniman rakyat yang menorehkan puisi perlawanan atas rezim militeristik orde baru.

 

“Sebenarnya ini tema yang penting untuk diangkat. Punya kepedulian terhadap kasus pelanggaran HAM, kasus penghilangan paksa, dan sebagai pengingat kepada pemerintah bahwa kasus ini belum selesai,” ungkap Yuda Kurniawan, sutradara Nyanyian Akar Rumput pada pemutaran film dan bincang film di Omah Sinten, Jalan Diponegoro No.34-35, Keprabon, Banjarsari, Surakarta. Sabtu (15/12/18) malam.

 

Nyanyian Akar Rumput adalah film dokumenter yang bercerita Fajar Merah, putra Wiji Thukul, bersama band Merah Bercerita yang dibentuknya sejak 2010. Ia mencoba menghidupkan kembali puisi-puisi ayahnya dan membalutnya ke dalam alunan nada serta merekamnya dalam sebuah album. Film yang berdurasi 107 menit ini menyuarakan keluarga Wiji Thukul dalam kasus penghilangan paksa dengan mengambil latar dinamika perpolitikan pemilihan presiden 2014. “Film Nyanyian Akar Rumput merupakan suara-suara apa yang dirasakan Fajar, disampaikan melalui musik dan nyanyian.” ujar Yuda.

 

“Munir, Marsinah, Wiji Thukul, mereka adalah orang-orang yang dibunuh, dihilangkan, karena mereka membela hak-hak orang yang rertindas. Dan sampai sekarang itu mereka tetap masih hidup, tapi di jiwa kami masing-masing, dan mungkin di jiwa kalian. Dan percaya bahwa kebenaran itu abadi takkan pernah bisa dilenyapkan. Karena kebenaran akan terus hidup.” Pungkas Fajar Merah dalam film tersebut.

 

Politik Harapan

Kekecewalah sudah keluarga Wiji Thukul, bertahun-tahun sudah berganti-ganti presiden tetapi kasus menghilangnya Wiji Tukul belum juga teratasi. Dalam politik pemilihan umum presiden 2014, besar harapan pada presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Namun sampai saat ini tetap tidak ada kejelasan. “Mungkin ada sedikit kekecewaan dari keluarga pada presiden yang sekarang, karena tidak juga dipenuhi janjinya.” Ujar Fitri Nganthi Wani, putri sulung dari Wiji Thukul.

 

“Sudah tidak mau berekspetasi terhadap kedepannya, ibu sudah lelah dengan harapan-harapan palsu dan janji negara.” Tambah Wani sambil menggendong anaknya. Harapan itu racun, imbuhnya.

 

Dalam pemutaran film ini, Yuda Kurniawan sangat berharap kepada negara untuk segera menyelesaikan kasus penghilangan paksa yang saat ini belum ada titik terangnya. Baginya, film ini  juga sebagai upaya untuk menolak lupa terhadap kasus penghilangan paksa dan pelanggaran HAM masa lalu. “Semangat Wiji Thukul akan terus ada dan akan terus berlipat ganda.” tutur Yuda dalam bincang film dengan penonton.

 

Sang sutradara menghabiskan waktu selama empat tahun dalam proses pembuatannya. Dengan dibantu keluarga Wiji Thukul: Sipon, Wani, Fajar, dan Merah Bercerita, film Nyanyian Akar Rumput berhasil digarap dan berbagai prestasi telah diraih film ini, seperti winner NETPAC award 13th Jogja Asian Film Festival, Best feature documentary nominee 35th Indonesia Film Festival 2018, world premiere & documentary competition Busan International Film Festival 23th dan official selection 17th Yogyakarta Documentary Film Festival 2018.

 

Sebuah puisi Widji Thukul menggema dalam ruangan yang digubah lagu oleh Merah Bercerita. Suara-suara yang disampaikan oleh Fajar dan Wani menutup acara pemutaran film suara untuk menolak lupa terhadap keadilan untuk kasus penghilangan paksa yang merenggut ayahnya.[]

 


 

Reporter dan Penulis: Imriyah