Foto: Rozaq Nur H/LPM Kentingan

SOCIOPRENEURSHIP: ANTARA PERAN MAHASISWA DAN PENYELESIAN POLEMIK SOSIAL

Jumat (04-06), BEM FEB UNS mengadakan webinar yang bertajuk “Sociopreneur to Rebuild Indonesia’s Economic and Have a Social Impact” secara virtual melalui aplikasi zoom meeting. Webinar ini menghadirkan dua pembicara yaitu CEO Si Yatim, Muhammad Ainul Yaqin dan Dosen FEB UNS, Dr. Dwi Prasetyani, S.E, M.Si. Acara ini dimoderatori oleh Magdalena Asmara dan Firdaus Akhmad selaku Master of Ceremony.

Dalam awal pemaparannya, Muhammad Ainul Yaqin menguraikan arti dari sociopreneur yang bermakna sebuah aktivitas kewirausahaan yang dilakukan bukan hanya untuk mengejar sebuah keuntungan, namun memberikan solusi atas permasalahan sosial. Ia juga menambahkan bahwa sociopreneur diibaratkan orang yang memberi pelatihan keterampilan bagi orang yang tidak mampu. Ia berpendapat bahwa sociopreneur dapat menyelesaikan masalah sosial dengan semangat kewirausahaan. Dalam penjelasannya, Ainul Yaqin menerangkan terdapat tiga masalah sosial yang dapat diatasi dengan sociopreneur yakni kesenjangan ekonomi, tatanan hidup, dan pendidikan.

“Jokowi menyebutkan sociopreneur menjawab permasalahan sosial dengan semangat kewirausahaan dengan cara mengidentifikasi peluang, memahami risiko, mengelola peluang yang mengambil risiko yang ada, dan mampu mengatasi sosial.”, ucap Ainul Yaqin. Menurutnya, cara menjadi sociopreneur pun memiliki tahapan yang keberlanjutan. Seseorang harus memiliki misi sosial yang berfokus pada pengembangan masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan bisnis rintisan yang keuntungannya akan digunakan untuk memberdayakan keterampilan masyarakat. Dari pemberdayaan itu akan menimbulkan dampak sosial yang mengarah pada tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selanjutnya untuk memanifestasikan semua hal tersebut, seseorang memerlukan manajemen profesional yang mengatur tata kerja dalam kewirausahaan dan pemberdayaan. Demikian setelah semua tahapan sudah dilaksanakan maka seluruh proses akan berlangsung berkelanjutan.

Ainul Yaqin juga menegaskan jika sociopreneur memiliki beberapa tantangan. Tantangan pertama adalah financing atau pendanaan. Dalam pendanaan, terdapat empat sumber yaitu dari pinjaman bank, bantuan pemerintah, urun dana/crowdfunding, dan investasi/donasi. Untuk pinjaman bank disarankan mengambil pinjaman bank syariah karena mengutamakan bagi hasil jika usaha sudah benar berjalan. Dana pemerintah bisa berupa Dana Pendanaan dari Ristek BRIN serta Dana Pendanaan dari Kemendikbud. Urun dana berwujud urun dana sosial dan urun dana pinjaman. Sedangkan investasi/donasi dapat berasal dari lembaga filantropis yang mengadakan investasi bagi sociopreneur.

Tantangan yang kedua adalah mencari sumber daya manusia yang berkualitas di mana SDM memiliki kualifikasi kesamaan passion, jiwa sosial tinggi, memiliki skill khusus, dan dapat bekerja dalam tim. Sociopreneur harus memiliki aspek legal seperti pada perusahaan komersial dan entrepreneur, pertanggungjawaban ditanggung oleh pihak perusahaan, pada lembaga sosial, pertanggungjawaban diberikan kepada relawan, dan pada sociopreneur, pertanggungjawaban ditanggung oleh pihak investor.

Di samping itu, Dr. Dwi Prasetyani, S.E, M.Si, Dosen FEB UNS, menyoroti konsep sociopreneur yang berfokus pada inovator, empati dan berkorban. Beliau menambahkan karakteristik sociopreneur menurut Thompson dan Doherty. Seorang sociopreneur harus bertujuan sosial untuk masyarakat dan lingkungan, kekayaan usaha dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan bagi masyarakat, harus melakukan perdagangan di pasar untuk memperoleh keuntungan, memiliki anggota yang berperan pada tata kelola, dan bertanggung jawab pada anggota serta komunitas masyarakat luas.

Peranan sociopreneurship dalam pembangunan ekonomi adalah menciptakan kesempatan kerja, inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, menjadi modal sosial, serta peningkatan kesetaraan. Menurut beliau, dampak dari sociopreneurship dapat meluas dan mengubah struktur sosial masyarakat misalnya dalam pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat, pendidikan, hingga kesehatan. Dr. Dwi Prasetyani juga mengungkapkan bahwa Business Model Canvas (BMC) itu penting dalam sociopreneurship. BMC sendiri mengandung makna suatu kerangka kerja yang membahas model bisnis dengan disajikan dalam bentuk visual. Dalam BMC terdapat sembilan elemen yang terdiri dari segmentasi konsumen, proporsi nilai konsumen, koneksi, sumber pendapatan, sumber daya, hubungan konsumen, aktivitas yang dijalankan, kerjasama, dan struktur biaya.

Lebih lanjut, Dr. Dwi Prasetyani, S.E, M.Si, menyimpulkan bahwa sociopreneurship merupakan salah satu inisiatif bentuk kewirausahaan untuk membantu masyarakat. Sociopreneurship melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat. Pada akhirnya, sociopreneurship saat ini telah menjadi suatu fenomena menarik sebab memiliki keistimewaan tersendiri.

Penulis: Angelica Tiara T. dan Michelle Eugene Zalika M.
Editor: Aulia Anjani