UNS tengah memasuki musim gugurnya. Mekar kuningnya dimana-mana, memenuhi sepanjang ruas jalan juga genting bangunannya. Satu persatu kelopak bunga gugur, berbanding terbalik dengan intensitas ketegangan beberapa mahasiswa di penghujung tahun ini. Seperti kampusku, 2023 telah memasuki musim ‘gugur’nya pula. Tinggal menghitung hari, ekor angka tahun pun akan berganti. Keresahan beberapa mahasiswa kian merekah, bagaimana cara untuk membayar uang kuliah tepat pada waktunya?
Uang Kuliah Tunggal (UKT) terkadang menjadi momok bagi sebagian kalangan mahasiswa. Bagaimana tidak? Terkadang biaya yang harus dibayarkan tidak setara dengan kondisi finansial. Walaupun dalam penentuan golongannya ada beberapa dokumen yang kudu dikumpulkan guna menjadi tolak ukur di golongan mana keputusan berlabuh, tetap saja ada beberapa spektrum kondisi yang jarang diperhatikan. Misalkan saja, di tengah-tengah semester ada kondisi yang membuat mahasiswa kesulitan membayar, atau tanggungan-tanggungan lain yang berada di balik layar, jarang nampak. Ketika hal itu terjadi, mahasiswa bisa mengajukan keringanan dan sanggahan agar nominal UKT-nya bisa lebih ringan. Tentu saja dalam realisasi pengajuan itu tak semulus dan semudah itu. Banyak keluh kesah mahasiswa mengalir di dalamnya, misalkan waktu yang terlalu pendek untuk mengumpulkan dokumen yang diperlukan, dan yang lain-lain.
Selain UKT, angka SPI juga kerap menjadi topik hangat di kalangan mahasiswa, terutama mahasiswa baru. Nominal SPI yang tinggi, dibandingkan dengan fasilitas kampus yang bisa dibilang ‘kurang’, rasanya tidak adil. Fasilitas-fasilitas yang tidak sepadan dengan nominal UKT dan SPI yang juga dipertanyakan transparansi keputusan penggolongannya membuat sebagian mahasiswa tergerak, sehingga hal itu dijadikan salah satu poin tuntutan dalam aksi ‘Jenguk Rektorat’ beberapa waktu yang lalu.
Ya, begitulah kira-kira sedikit pembahasan nominal di kampus kita ini. Walaupun UNS tengah menjalani musim gugurnya, mari kita berdoa agar semangat mahasiswa dalam menempuh pendidikan tak ikut gugur karena kesusahan menyerahkan angka-angka yang diminta. Diharapkan pihak-pihak yang terkait, melakukan peninjauan ulang terhadap penggolongan biaya yang harus dibayarkan oleh mahasiswa dan juga penyegaran fasilitas-fasilitas kampus yang telah usang dan tak terawat. Dengan begitu, pendidikan tinggi ini akan bisa lebih inklusif dan bisa diakses oleh semua kalangan.
Penulis: Hasna Farrosah Diwany
Editor: Wahyu Lusi Lestari