Ilustrasi: Nabila Febriyani/LPM Kentingan

SELERA MUSIK BERBEDA ITU WAJAR, TIDAK PERLU DIPERDEBATKAN

“One good thing about music, when it hits you, you feel no pain.”
– Bob Marley

Ketika merasa rendah diri, pernah gak sih kalian menyetel musik untuk membangkitkan semangat? Musik memiliki kekuatan untuk mencerahkan suasana hati, membingkai ulang perspektif, dan membalikkan kerutan dalam waktu singkat.

Namun, sering kali kita mengotak-ngotakkan orang berdasarkan genre atau gaya musik yang mereka sukai. Memang sih, ada sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa selera musik ternyata punya kaitan dengan kepribadian seseorang. Dalam sebuah studi tahun 2010, Dr. Adrian North melakukan survei terhadap 36.518 orang di lebih dari 60 negara tentang pilihan mereka terhadap 104 gaya musik juga kepribadian mereka. North kemudian menemukan bahwa kepribadian dan gaya hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh selera musiknya. Akan tetapi itu tidak bisa menjadi tolak ukur dalam sebuah hubungan pertemanan.

Kerap kali musik yang kita sukai justru dicap “gak banget” menurut beberapa golongan. Kata-kata penghakiman sering kali terdengar bersamaan dengan stigma. Beberapa di antaranya, seperti “Lu suka dangdut? Norak. Sumpah, gak banget deh kayak orang tua!”; “Astaga, lu suka boyband? Dasar alay! Gak banget”; “Lagu bocah-bocah tik-tok nih. Ah, gak banget! Bukan selera gue sih. Gak cocok sama gue”; atau “Musik rock ugal-ugalan.”

Berangkat dari hal tersebut, berikut ini sudut pandang beberapa orang perihal selera musik. Menurut Apip (@big_youth_cheese) yang memiliki band bernama True Unit itu menjelaskan bahwa dia menyukai musik Hardcore, Metal, dan Grindcore gitu deh. Sebenarnya itu agak tidak nyambung dengan pekerjaannya sebagai ilustrator buku anak karena genre musiknya keras keras. Adapun band yang disukai oleh Apip yakni Have Heart, tetapi kalau sedang sedih lebih suka mendengarkan Counterparts. Masalah perbedaan selera musik, misalnya saja labelling di mana saja tetap ada dan hal itu rata-rata jatuhnya juga menghina. Di sisi lain, selera musik menurut Apip sedikit mempengaruhi pertemanan karena musik bisa membangun sebuah topik pembicaraan.

Sementara itu, menurut Yuan (@bybiggy_) yang baru merilis single Krisis 25 mengatakan bahwa dia lebih menyukai Hip-hop, Rock sih, dan terkadang juga Folk Ballad. Perihal penghakiman selera musik, dia tidak terlalu memedulikan. Malah justru adanya perbedaan itu dibawa asik saja. Akan tetapi, Yuan tidak begitu menyukai lagu-lagu remix seperti dalam Tiktok.

Selanjutnya, menurut Asep sebagai penyuka musik dangdut. Ia berpendapat bahwa ketika mendengar musik dangdut dia akan berjoget dan bergoyang mengikuti iramanya dan itu yang kemudian membuat bebannya hilang untuk sementara. Musik dangdut juga tidak melulu selera orang tua, banyak yang mengandung unsur-unsur anak mudanya. Di sisi lain, tidak sedikit juga musik dangdut yang dikombinasikan dengan musik-musik modern seperti RnB atau yang lainnya. Apabila ada yang tidak suka lebih baik dibawa cuek saja karena selera orang berbeda-beda. Kita juga tidak bisa memaksakan kehendak orang lain untuk suka dengan apa yang kita suka, begitu pun sebaliknya.

Berikutnya ada Aulia yang menyukai K-Pop. Dia sudah sering mendapat perlakuan itu. Ada saja orang yang salty lalu merendahkan selera musiknya. Padahal selera musiknya itu tidak hanya K-Pop, tetapi ada banyak seperti Jazz dan Ballad yang dia gunakan untuk self healing. Sebenernya baik musik modern maupun musik tradisional itu Aulia menyukai semua. Kembali lagi asalkan dapat diterima oleh telinganya mulai dari A white night – Irene, Wake up – BTS, Prep – Carrie, Hear the sea – Red Velvet, Karolina – Sore, Khayalan – The Groove, Honney Pie – The Beatles.

Berikutnya Yossyjs yang lebih menyukai Lo-Fi berpendapat bahwa genre tersebut dapat membuat fokus. Ketika dia berbagi playlist musik dengan temannya yang menyukai EDM, genre musiknya dianggap membosankan dan bikin ngantuk. Akan tetapi, pebedaan tersebut tidak lantas membuat pertemananya berhenti. Hal tersebut dikarenakan pertemanannya sudah berlangsung lama sehingga beda selera tidak begitu berpengaruh. Tentunya pertemanan tersebut sudah mencapai taraf lebih dari sekadar menyukai hal yang sama. Menurut Yossyjs bahwa semakin jauh pertemanan maka toleransi pun juga semakin tinggi. Begitu pun dalam media sosial, dia lebih mindful dengan genre musiknya. Pasti ada saja yang tidak suka dengan seleranya dan itu tergantung bagaimana kita menanggapinya.

Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, Rifqi justru menyukai berbagai genre musik. Di satu sisi dia menyukai Bring Me The Horizon dan di sisi lain juga menyukai genre dari lagu Nadin Amizah. Itu yang kemudian menyebabkan Rifqi tidak begitu ambil pusing terkait selera musik. Hal tersebut disebabkan karena dia menyukai genre musik apapun dan terkesan tidak pilih-pilih.

Hari ini adalah peringatan hari musik sedunia. Terlepas dari adanya perbedaan selera musik yang kita punya, tentunya kita harus tetap menjaga toleransi satu sama lain. Satu hal yang terpenting adalah senantiasa mengapresiasi karya para musisi yang sudah menyuguhkan alunan musik yang dapat membuat suasana hati menjadi baik. Selalu dengarkan musik dari platform yang legal sebagai bentuk apresiasi terhadap karya para musisi khususnya musisi Indonesia.

Perihal Indomie, seleraku.
Perihal musik, aku memiliki banyak selera.
Perihal selera, De gustibus non est disputandum, tidak usah diperdebatkan.

Penulis: Nabila Febriyani
Editor: M. Wildan Fathurrohman