Universitas Sebelas Maret sering digadang-gadang menjadi kampus impian para calon mahasiswa baru. Alasannya simple, seperti prodi yang dimiliki sudah banyak terakreditasi A maupun internasional. Selain itu, bisa dikatakan biaya hidup daerah Solo amatlah ramah kantong untuk para pelajar dibandingkan dengan kampus-kampus ternama lainnya. Namun tahukah kalian UNS dengan segala keagungan yang dipamerkan ternyata menyimpan sejuta celah yang dikandungnya?
Seperti yang kita tahu, UNS memiliki lebih dari satu kampus yang tersebar di beberapa wilayah. Pertanyaannya, sudahkah kampus cabang menerima perhatian penuh dari UNS? Jadi, di sini ratapan anak cabang akan tercurah memperkenalkan kampus kesayangan mereka yang tersebar di Kampus Ngoresan, Kampus Mesen, Kampus Kleco, Kampus Pabelan, Kampus Kebumen, Sekolah Vokasi Jebres, termasuk Kampus Madiun dengan segala kekurangannya.
Kampus dengan lokasi beragam seperti yang sudah ada rupanya belum menimbulkan rasa puas. Terakhir kali terdengar kabar, UNS berencana membangun kampus cabang baru di Jakarta dengan modal fantastis sejumlah Rp50 miliar. Mengejutkan, ternyata ada rencana besar di balik rampungnya pembangunan UNS Tower yang baru-baru ini diresmikan menyandang jenama Ki Hajar Dewantara—yang kita ketahui pembangunan ini telah mendapat banyak pro-kontra dari kalangan mahasiswa.
Permasalahan selanjutnya datang dari ketimpangan fasilitas yang ada di beberapa kampus cabang yang hingga kini masih belum ditemukan titik terangnya. Keluhan yang sering diungkapkan misalnya sarpras yang minim perawatan, lingkungan belajar mengajar kurang memadai, lab praktikum yang kekurangan alat, jalan yang seperti 100 tahun belum diperbaiki, kamar mandi yang kumuh, sampai kurangnya sumber mata air di kampus cabang tertentu.
Berbagai keluhan mahasiswa belum teratasi, tapi UNS justru fokus pada citranya dengan membuka banyak prodi baru. Sayangnya pembukaan prodi baru seperti tidak bercermin pada keadaan prodi yang telah ada. Padahal, pembukaan prodi baru tidak bisa sembarangan dibuka begitu saja. Pihak kampus juga harus mempertimbangkan pengadaan ruang dan fasilitas yang tentunya banyak menguras dana, yang sebenarnya cukup untuk memberikan perbaikan di kampus cabang.
Jika dipikir-pikir, kasus ini mirip dengan politik mercusuar pada zaman Soekarno yang ingin membangun stigma agung, tetapi lupa pada kehidupan yang sudah ada.
Karenanya nasib masyarakat kampus cabang pun bagai bertaruh pada hujan di bulan Juni, mengharap adanya angin segar pembawa kabar baik untuk kampus yang ditinggali.
Edisi Khusus VI/April/2022
Kampus Cabang Krisis Atensi
Editorial: Sampul Cantik Kampus Pusat Sembunyikan Buruk Rupa Kampus Cabang
Laporan Khusus 1: Kampus Cabang: Beginikah Rasanya “Dianaktirikan”?
Laporan Khusus 2: Kampus Ngoresan: Pemerataan Fasilitas yang Masih dalam Penantian
Laporan Khusus 3: Urgensi Pembukaan Kampus Cabang Baru UNS di Jakarta
Foto Kisah: Timpang Antarcabang
Riset: Tingkat Penyaluran Informasi dari Kampus Pusat ke Kampus Cabang
Opini 1: Kampus Kebumen dan Akreditasinya: Sebuah Dramaturgi yang Tak Kunjung Usai
Opini 2: Terkesan Tutup Telinga: Jeritan Penghuni Kampus Cabang Tak Kunjung Didengar
Pemimpin Umum: Mardhiah Nurul Lathifah Pemimpin Redaksi: Muchammad Achmad Afifuddin Redaktur Pelaksana Edisi Khusus Laman Saluran Sebelas: Tamara Diva Kamila, Andriana Sulistiyowati Reporter: Puspita Triwijayanti, Putri Faradila Indraswari, Alifia Nur Aziza, Jasmine Putri Lintang Sagara Dewi, Khalila Albar Hanafi Riset: Nanda Asyati Eka Puspita, Nadya Isa, Deasti Anggraeni Editor: Rizky Nur Fadilah Fotografer: Raihan Musthafa Armayadi, Azfa Zaidan Naqi Ilustrator: Faiz Aulia Rahman