Foto: Rozaq Nur Hidayat/ LPM Kentingan

Rupoofkartala Membuka Wawasan Masyarakat Melalui Film Dokumenter “Mami”

Film dokumenter berjudul “Mami” karya dari Rupoofkartala telah ditayangkan secara terbatas pada tanggal 1-3 Juli 2022. Tempat penayangan film berada di Solo Techno Park, Garena Room, dengan tiga jam penayangan yang berbeda setiap harinya, yaitu dari pukul 14:00-15:00, 16:00-17:00, dan 19:00-20:00. Rupoofkartala merupakan kelompok yang terbentuk karena tergabung dalam program MBKM. Kemudian bersama dengan mitra Rumah Dokumenter, Rupoofkartala memutuskan untuk menjadikan film dokumenter sebagai projek pertamanya. “Kita sudah riset, banyak yang mengira Ladies Escort (selanjutnya disebut LC) sama dengan Open BO. Jadi, kita beritahukan bahwa LC itu pemandu karaoke dan dibalik itu ada perjuangan seorang perempuan-perempuan ini,” ungkap Salsabila selaku Humas Rupoofkartala.

Film “Mami” berusaha untuk membuka wawasan masyarakat tentang kehidupan para LC, khususnya pada tokoh Mami Endang. Dengan durasi film kurang lebih 30 menit, film “Mami” mampu memberikan gambaran mengenai kehidupan Mami Endang sebagai pekerja LC dan seorang ibu. Tidak hanya itu, kisah-kisah beberapa LC ikut disampaikan dengan cukup mengharukan. “Kebetulan, tidak sengaja bertemu dengan Mami Endang, dan saat itu mendekati Kartini, jadi kami mengangkat tema wanita,” jelas Salsabila. “Lebih membuka wawasan mengenai LC, seperti apa kerjanya LC dan juga mengangkat sisi keibuan dari Mami Endang,” tambahnya.

Pada film ini, sosok Mami Endang dipilih menjadi tokoh utama yang berbagi kisahnya melalui potongan-potongan wawancara. Tidak hanya bagaimana sikapnya sebagai seorang Mami LC, tetapi juga seorang ibu. “Mami Endang dipilih karena ceritanya menarik, selain menjadi Mami LC tetapi juga ‘Mami’ anak kandungnya. Beliau juga mendidik anak-anaknya agar tidak terjerumus ke dunia LC serta menuntun mereka untuk kuliah dan mendapat gelar,” ujar Kevin selaku Ketua Rupoofkartala.

“Produksi satu bulanan, dari sekitar awal Mei sampai Juni,” ucap Kevin mengenai lamanya proses produksi film. Pada pelaksanaannya, kendala yang kerap dialami adalah kesulitan dalam waktu dan tempat wawancara narasumber. Perbedaan jarak rumah masing-masing anggota yang beragam dan tidak adanya basecamp yang melatarbelakanginya.

Dengan tiga hari penayangan, film dokumenter ini sukses mencapai targetnya dengan seluruh tiket yang terjual habis. “Senang dapat tersampaikan, banyak diterima masyarakat. Tiketnya juga sudah habis sesuai dengan target sampai 200 tiket lebih. Setiap habis pemutaran dengar suara tepuk tangan, rasanya terbayarkan,” kata Salsabila. Selain itu, Rupoofkartala juga sudah cukup memberikan kenyamanan bagi para penontonnya sehingga dapat lebih meresapi apa yang disampaikan dalam film. Bahkan terdapat beberapa penonton yang ikut menangis saat mendengar kisah dari film yang ditayangkan.

Memang terdapat beberapa hal yang dinilai belum sempurna, tetapi pesan yang diberikan cukup memberikan kesan. “Sesuai dengan pesan Mami tadi, hargailah seorang pekerja malam,” ujar Kevin mengulang pesan inti kepada masyarakat yang disampaikan dalam film dokumenter “Mami” ini.

Penulis: Alifia Nur Aziza

Editor: Sabila Soraya Dewi