Ilustrasi: Rudiyaningsih/ LPM Kentingan

Respon Tubuh di Balik Gestur Pelukan

Sudahkah kamu berpelukan hari ini? Tentunya dengan orang yang kita sayangi dan keberadaanya berarti bagi kita. Beberapa dari kita mungkin sudah terbiasa memeluk atau dipeluk. Namun, bagi sebagian orang yang belum terbiasa akan merasa aneh saat bersentuhan fisik berupa pelukan.

Hari ini, 21 Januari 2022 diperingati sebagai Hari Berpelukan Sedunia. Peringatan ini dicetuskan oleh Kevin Zaborney untuk mendorong semua orang agar lebih banyak memeluk anggota keluarga atau teman. Awalnya hari berpelukan hanya diperingati di Caro, Michigan, Amerika Serikat pada tahun 1986. Kemudian perayaan ini menyebar ke seluruh dunia.

Dalam 50 tahun terakhir, berpelukan di depan umum telah menjadi hal yang wajar dan diterima oleh masyarakat. Tujuan berpelukan biasa dilakukan untuk menyapa keluarga dan teman, mengucapkan selamat tinggal, memberi selamat kepada seseorang, dan lain sebagainya. Bagi penggemar film animasi “Big Hero 6”, pasti mengenal karakter Baymax sebagai robot ramah yang suka memeluk untuk memberikan kenyamanan dan dukungan. Pada tahun 2015, Baymax mendapat penghargaan sebagai “Most Huggable Character” oleh Kevin Zaborney.

Bagi sebagian orang, kontak fisik yang bersinggungan dengan hal personal tidak sepantasnya diumbar di depan umum apalagi dirayakan. Latar belakang budaya, agama, dan preferensi pribadi akan mempengaruhi pandangan ini. Terlebih di negara-negara dengan adat ketimuran seperti Indonesia, berpelukan bukan budaya semua orang.

Di Indonesia, Hari Berpelukan belum terlalu familiar dirayakan seperti halnya negara-negara barat. Sebagian orang beranggapan jika berpelukan adalah gestur biasa yang tidak perlu dirayakan. Padahal berpelukan memiliki banyak manfaat, baik dalam segi psikis, fisik, maupun sosial.

Secara ilmiah, ketika seseorang berpelukan selama 20 detik akan terjadi peningkatan hormon oksitosin dan dopamin, yakni hormon yang membuat seseorang merasa senang. Sementara pelukan selama 10 menit dapat mengurangi dampak stres yang berbahaya, sebagaimana yang dilansir dalam sebuah studi oleh American Psychosomatic Society. Dalam studi lain yang dipublikasikan di jurnal Psychological Science mengenai ketakutan dan penghargaan diri, dibuktikan bahwa pelukan dan sentuhan dapat meredakan kecemasan dan menurunkan tingkat kematian meskipun pelukan tersebut hanya dilakukan kepada benda mati seperti boneka.

Gagasan bahwa pelukan dapat meredakan gejala penyakit menular mungkin tidak masuk akal, tetapi penelitian dari rekan Murphy di Carnegie Mellon menunjukkan sebaliknya. Studi tersebut membuktikan bahwa mereka yang didukung secara sosial dan lebih sering dipeluk mengalami gejala penyakit yang tidak terlalu parah. Murphy mengatakan bahwa pelukan dapat membuat seseorang merasa lebih aman dan diperhatikan sehingga dapat mengurangi respon imun yang terlalu agresif. Sistem kekebalan yang terlalu agresif dapat menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh yang dapat meningkatkan risiko terhadap berbagai penyakit.

Berpelukan dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Gestur dalam berpelukan dapat memberikan dukungan sosial kepada orang lain sehingga dapat mempererat hubungan, seperti halnya hubungan antara orang tua dan anak. Bayi yang menangis akan merasa nyaman saat diberi pelukan oleh orang tua mereka. Pelukan mampu membangkitkan ikatan antara orang tua dan anak.

Gestur sederhana seperti berpelukan ternyata mampu memberikan efek positif dari segi psikis, fisik, maupun sosial meskipun bagi sebagian orang berpelukan bukanlah hal yang wajar diterima. Akan lebih baik jika kita bertanya terlebih dahulu pada calon lawan agar yakin akan respon yang didapat. Seperti yang kita ketahui, saat ini dunia tengah mengalami pandemi Covid-19, maka pelukan bisa dilakukan secara virtual atau dengan memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana yang disarankan CDC dan WHO agar aman.

Penulis: Rudiyaningsih

Editor: Sabila Soraya Dewi