Ilustrasi: Falarasika Anida Paulina/LPM Kentingan

Puisi untuk Putri

1

[1]

Malam kelabu, rintik berjatuhan, petanda tak baik katamu.

Padahal

Malam harus kelabu untuk kelopak-kelopak basah yang malu kepada Tuhan-nya,

sedang rintik menawarkan tengadah yang konon katanya mustajabah.

Semua baik-baik saja, Putri.

Selama ada cinta.

Surabaya, 19 November 2021

[2]

Di antara fajar yang maya dan nyata, aku merapal doa.

Rintik masih jatuh, seolah menanti kabar buruk berlabuh.

Kau menggurat resah,

lagi-lagi mengundang gelisah katamu.

Aaaahhhh

Sejak dulu kau memang berselimut ragu,

dan embun pagi di dua mataku lah yang meyakinkanmu.

Surabaya, 20 November 2021

[3]

Seharusnya sudah pagi, namun matahari masih ingin bersembunyi.

Rintik masih enggan berhenti, kau kian berkomat-kamit sendiri.

Tanpa disadari,

banyak makhluk bersayap putih yang sedang menari.

Saling membicarakan janji dua sejoli,

tentang batas tipis hidup dan mati.

Mereka terus menari,

sejumlah rintik yang masih enggan berhenti.

Surabaya, 20 November 2021

[4]

Bedug menyapa, menegur hati-hati yang kerap lupa.

Kau di sana bermuram durja,

rintik tak kunjung pamit, sedang angka yang tersisa kian sedikit.

Aku kembali merapal doa,

bukan untuk meminta, tapi mengaku lemah pada Yang tak bisa digapai manusia.

Kening mengikrar hamba,

Jutaan makhluk bersayap putih mengheningkan cipta.

Surabaya, 20 November 2021

[5]

Kusebut Asma-Nya, bersama dengan rintik yang mulai lelah.

Melangkahkan kaki, membawa janji, dalam derap waktu menuju ke kotamu.

Ada nuansa sendu yang menggelayuti, sejak matahari memutuskan bersembunyi.

Malu memandang dua matamu yang lebih bening dari buih embun yang dihilangkannya setiap pagi.

Kini kau hanya mengangguk pasrah,

menunggu takdir yang tak bisa dipaksa.

Pandaan, 20 November 2021

[6]

Kotamu basah.

Namamu kueja dengan patah-patah.

Kugenggam erat pintamu: rangkain bunga lily warna putih,

Kuikat lekat janjiku: mencintaimu.

Pandaan, 20 November 2021

[7]

Aku ingin bernyanyi, meski tak ada bagus-bagusnya sama sekali.

Kau cantik hari ini, dan aku suka

Sisanya,

Tawa menu utamanya,

Coba menu pendampingnya,

Kita siap menikmati semuanya.

Pandaan, 20 November 2021

 

Penulis: Akhmad Idris, Dosen Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya sekaligus penulis buku ‘Wasiat Nabi Khidir untuk Rakyat Indonesia’