Tahun 2023 menjadi masa yang penuh gejolak bagi Universitas Sebelas Maret (UNS). Sepekan usai Rapat Pleno Majelis Wali Amanat (MWA) menetapkan Rektor UNS 2023-2028, suasana kampus yang seharusnya diselimuti gembira dan optimisme justru dilanda huru-hara. Tanpa disangka, di balik euforia itu Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2023, yang membekukan MWA UNS dan membatalkan hasil pemilihan rektor. Langkah tersebut lantas memicu perdebatan di kalangan intelektualis dalam negeri, musabab UNS sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) sepatutnya memiliki otonomi penuh dalam urusan internalnya. Namun, perkara itu tak menghentikan UNS untuk melanjutkan misinya dalam menemukan sosok pemimpin baru yang dapat menjaga marwah almamater.
Setahun setelah itu, perjalanan panjang dan berliku (baca: misi pencarian rektor) tersebut akhirnya dapat membuahkan hasil. Sebelum terjun lebih dalam, mari dengan lantang kita layangkan selamat dan renungan atas menjabatnya Prof. Hartono sebagai UNS 1. Ia resmi dilantik menjadi Rektor UNS masa jabatan 2024-2029 pada Kamis (08/08/24). Entah perlu bersikap biasa saja atau harus menangis haru tersedu-sedu, kami pun bingung bagaimana harus bersikap. Yha, semoga saja dapat menambal atau malah memperbaharui kekurangan sistem di periode sebelumnya. Gayung bersambut, sebagai rektor terpilih UNS 2024-2029, Hartono mengusung mantra sakti bertajuk “DREAM TEAM” untuk menyelesaikan sederet permasalahan di UNS. Di dalamnya memuat rencana kerja berdasarkan sembilan strategi, yakni digital, research, education, autonomous, modern, together, equilibrium, active, dan manpower. Untuk menggali lebih dalam mengenai impian “DREAM TEAM”-nya, LPM Kentingan berkesempatan untuk berdialog dengan Hartono. Kami juga turut memupuk realita melalui asa para warga kampus dari kalangan mahasiswa dan dosen.
Persoalan Sarana Prasarana yang Belum Usai
Tempo lalu (9/8), kami berangkat menuju bangunan tua berplakat “dr. Prakoso Kantor Pusat UNS” yang letaknya senter dengan destinasi wajib maba dan kakak-kakak sarjana berfoto wisuda yakni landmark bertulis “Universitas Sebelas Maret”. Sudah pasti suatu kehormatan kami dapat singgah dan menyusuri gedung yang rimbun akan memori bertahun-tahun perjuangan UNS dapat berdiri gagah hingga saat ini. Momen pertemuan dengan “Sang Rektor” ini sungguh langka dalam linimasa kami, maka dari itu kami tak mensia-siakannya. Tepat pukul 07.30, kami bertandem dengan Hartono di tengah kantor barunya yang megah nan elok itu.
Ia bertutur cukup panjang perihal pengalamannya selama menaiki jabatan di UNS. Bermula dari sejak beliau menjadi pembantu dekan di Fakultas Kedokteran pada 2010 hingga mengelola Rumah Sakit UNS sebagai direktur pada 2020. Sebelumnya dalam pengelolaan rumah sakit ia perlu memastikan pendapatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk operasional, investasi, pendidikan, dan riset. Dari sinilah ia mengeluarkan keluh kesah selama memiliki wewenang memangku kebijakan di FK, utamanya perihal pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana yang menurutnya masih terus menjadi persoalan krusial.
“Di situ kami punya pengalaman bagaimana kita bisa membangun infrastruktur dan sarana-prasarana itu tanpa membebankan mahasiswa. Jadi tidak ada satu pun uang SPP atau UKT ataupun SPI yang kita peruntukan untuk seperti itu. Dari hibah, dari rupiah murni, dari funding dan sebagainya,” ujarnya tentang sepak terjang sebelum menjadi rektor UNS.
“Menambah, memodernisasi, dan meremajakan sarana-prasarana pembelajaran serta riset” menjadi salah satu poin unggulan yang dicanangkan oleh “DREAM TEAM” milik Hartono. Meski telah berhasil membenahi buntut persoalan infrastruktur di FK UNS sebelumnya, ia kini dihadapkan dengan tantangan yang jauh lebih besar. Meyakinkan kami soal kesiapannya menghadapi pengerjaan program kerja seratus hari pertama. “Paling tidak, kita siapkan proposal, kita siapkan pra-desainnya, kita inventarisasi kebutuhannya dan sebagainya,” imbuhnya.
Memang patut disayangkan, rektorat yang digadang-gadang dapat memberi sinyal baik untuk pembangunan kampus masih saja meninggalkan PR menahun. Hingga detik ini persoalan infrastruktur dan sarana-prasarana menjadi barang usang yang terus menumpuk dan tak kunjung usai. Sebut saja pembangunan gedung Sekolah Vokasi yang tak nampak progresnya, kampus cabang yang seperti dianaktirikan, hingga ruang tak layak guna di beberapa fakultas. Hal ini pun turut dikonfirmasi oleh Atha Nabila, Mahasiswa Pendidikan Biologi, dalam wawancaranya bersama kami. Ia menjelaskan mengenai kondisi kelas di FKIP yang kumuh dan rusak fasilitasnya seperti lampu dan jendela. Belum lagi kamar mandi yang tak bisa digunakan. “Terus ada juga di kamar mandi setiap jam berapa gitu, ya, kadang juga sehari gitu itu, airnya mati. Jadi kamar mandinya ga bisa dipakai,” tutur Atha.
Keluhan juga datang dari kalangan dosen. Seperti yang disampaikan Bagus Sekar Alam, Kaprodi S1 Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok. Menurutnya, optimalisasi penerimaan mahasiswa baru pasca status PTN-BH diterima UNS tidak memperhatikan bahwa proporsi infrastruktur dan jumlah mahasiswa tak seimbang. “Seperti prodi Bahasa seperti tempat kita, itu kalau hanya diberi dua kelas, dan idealnya kelas bahasa itu satu kelas tidak lebih dari 30 orang. Ya, jangan dilebihkan. Nanti kan mengurangi sisi kualitas proses. Nah kualitas proses akan mempengaruhi kualitas hasil,” ungkap Bagus.
Hemat kami, periode ini rektorat lebih mengindahkan bagian infrastruktur yang termarginal dan jarang terjamah. Seperti Halnya SPAM (Sistem Pengolahan Air Minum) UNS di beberapa fakultas malah hanya berlumut dan jadi sarang tikus (baca: tak berfungsi) serta bus kampus yang mondar-mandir tanpa penumpang.
Hartono di Tengah-Tengah Isu Populer
Isu Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) selalu hangat untuk dibahas. Nominal yang tinggi dirasa tak sesuai bila dibandingkan dengan fasilitas yang ‘kurang’. Belum lagi dengan minimnya transparansi Kampus terhadap kebijakan UKT dan SPI kepada mahasiswa. Namun, Hartono secara optimis menyampaikan rencana baiknya untuk menunjukkan transparansi di era-nya nanti.
“Tentang UKT, ya, pertama nanti kita akan duduk bareng dengan mahasiswa. Jadi nanti ketika keputusan itu dibuat, apakah UKT mengalami perubahan seperti itu, mahasiswa tahu. Dan alasannya kenapa juga tahu. Tapi alhamdulillah selama ini kan ndak pernah naik. Insyaallah asal semua itu mau bekerja keras, apa yang dikhawatirkan mahasiswa itu tidak terjadilah,” terang Hartono dengan lantang. Dialog krusial itu kami catut dalam laporan ini, kalau-kalau saja janji tersebut terlewatkan, Prof.
Selain berdialog dengan civitas academica, rencana Hartono selanjutnya adalah meningkatkan pendapatan dari sisi eksternal. “Harapan kami ketika Dekan dan Universitas bisa mencari sumber pendanaan lain, banyak skema. Bisa dari hibah, baik pemerintah maupun luar pemerintah (Hibah Grand) baik alat-alat, dan sebagainya didapat dari situ. Itu namanya Pendapatan Negara Bukan Pajak. Sebaiknya infrastruktur yang nilainya diatas 10 Miliar dananya dari itu, tidak bisa menaikkan SPP/SPI,” imbuhnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kebijakan kampus mengenai peningkatan sarana prasarana kampus cabang terkesan tidak serius. Kehati-hatian terlihat dari jawaban Hartono saat kami tanyai tentang kampus cabang. “Program Studi di Luar Kampus Utama. Itu akan kita evaluasi dan kita tinjau ulang. Jadi kita harus hati-hati untuk membuat program studi yang di luar Kampus Utama. Terutama terkait dengan keberlanjutan. Jangan sampai program itu hanya sesaat … Artinya untuk menambah jumlah mahasiswa, terus membuka sebanyak-banyaknya PSDKU sebaiknya ya jangan. Selektif. Kalau kami akan selektif. Kita akan konsentrasi terutama di dalam kampus saja dulu. Ini kan masih banyak PR-nya,” jelas Hartono kepada kami. Arah Hartono jelas, pembangunan di Kampus Kentingan akan lebih diutamakan.
Remunerasi penelitian adalah satu topik populer yang tak kalah pentingnya untuk dibahas. Bagus Sekar Alam, masih dalam wawancaranya kepada kami menerangkan realita yang cukup menarik. “Namun, sistem remunerasi kita hingga saat ini memang belum bagus, ya, yang misal seharusnya insentif diberikan dua minggu setelah pelaksanaan terkadang baru diberikan setelah lewat satu semester. Jadi ya, insentif ada, namun konkret realisasi insentif yang diterima oleh yang bersangkutan ini memang agak lama,” keluhnya.
Kebijakan Hartono mengenai remunerasi juga tak kalah menarik. Dalam tujuan untuk meningkatkan motivasi peneliti, ke depan, riset-riset yang tidak memenuhi kualifikasi Q1 akan diturunkan insentifnya. Sebaliknya, riset-riset dengan kualifikasi Q1 akan diberikan insentif yang lebih banyak. Berkebalikan dengan Bagus, Hartono menilai bahwa proses administrasi penurunan dana insentif sudah cukup baik. “Kalau sekarang sudah baguslah. Gak pernah terlambat. Tanggal kayak gitu dibayarkan segala macem. Dan kalau dari sisi nominal ya kalau masih pada mengeluhkan berarti kurang bersyukur. Karena UNS itu remunnya termasuk ya tinggi dibandingkan perguruan tinggi lain,” jelasnya.
Eksistensi Teknologi Terapan di Dunia Perkuliahan
Bermimpi menjadi World Class University, sudah sepatutnya UNS lebih mantap berkawan dengan teknologi terapan. Menurut Hartono, salah satu bentuk penggunaan teknologi terapan yang ada dalam bayangannya adalah pembuatan konten menarik untuk pembelajaran mahasiswa. Untuk membantu dosen, nantinya ia berencana membentuk sebuah tim khusus yang berfokus membuat konten sehingga dosen senior tak perlu terjun langsung dalam proses pembuatan konten tersebut. Meskipun terdengar brilian, ada disparitas antara cita-cita tersebut dengan fakta di lapangan.
“Itu adalah cita-cita yang sangat bagus karena memiliki tahap yang panjang untuk realisasinya. Mengenai metaverse, AR, VR, dan dunia maya itu masih banyak orang yang awam, bahkan sekelas mahasiswa dan dosen. Di UNS lebih banyak dosen-dosen senior, penggunaan teknologi ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang sangat berat. Akan tetapi, harus direalisasikan dengan baik dan perencanaan yang matang, tidak banyak sekedar angan-angan,” ujar Agung Lucky Pradita, Presiden BEM UNS 2024 ketika ditanya akan proyeksi dari rencana kerja digitalisasi dari rektor barunya.
Permasalahan teknologi tidak berhenti pada kurang mampunya dosen senior dalam menggunakan teknologi terapan, perlu kita sadari bahwa UNS memiliki website yang sangat banyak dengan fungsi yang berbeda-beda dan tidak saling terkoneksi. Hartono menginisiasi adanya audit sistem informasi yang nantinya akan membantu integrasi sistem informasi. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa UNS perlu menggandeng pihak ketiga, pihak professional untuk membentuk suatu efisiensi. Proses yang cukup panjang untuk dapat mengintegrasi sistem informasi di UNS. Proses audit, telaah proses bisnis, pengembangan sistem, sosialisasi dan pelatihan kepada para pengguna, setelah itu baru bisa digunakan secara masif.
Sinergitas Antar Organ, Guna Selesaikan Permasalahan
Selain integrasi sistem informasi, integrasi antar organ di UNS juga perlu dibenahi. Sering terjadinya miss komunikasi antara organ satu dengan yang lainnya tentu berdampak negatif bagi keberlangsungan tata kelola dan sinergitas antar organ di UNS. Merespons hal ini, Hartono berencana menyelenggarakan “Coffee Morning” rutin dengan organ untuk membahas isu-isu kampus.
“Secara temporer kami ajak makan siang bareng. Jadi seperti ini, itu hanya sebuah ‘kata keren’. Sebenarnya, itu adalah komunikasi internal, menjadi hubungan baik, santai sehingga gagasan-gagasan dapat terjawab dengan enak. Jadi kita akan mencoba dan saya sampaikan dengan teman-teman. Kalau sering bertemu, hal yang rumit menjadi mudah. Jika jarang komunikasi, hal yang mudah jadi rumit,” jelasnya optimis.
Selama ini, kegiatan yang diselenggarakan untuk menampung aspirasi dosen membahas berbagai isu terkait dengan kampus masih tergolong jarang. Sebagian besar kegiatan yang ada umumnya dilakukan secara struktural dan hierarkis, yang berarti terjadwal dan diatur dengan prosedur tertentu. Namun, pendekatan ini sering kali kurang fleksibel dan tidak selalu mampu mencerminkan kebutuhan atau kekhawatiran yang muncul secara mendalam.
“Kalau dibilang sering, saya pikir tidak begitu sering. Tapi selalu ada dialog-dialog dengan para civitas academica. Salah satunya yang saya pikir rutin kita wajib hadiri itu kegiatan halalbihalal setelah lebaran. Atau biasanya kalau tingkatan fakultas itu setiap semester, dari prodi ada evaluasi. Dari prodi nanti ke fakultas, fakultas ke universitas,” ungkap Rudiansyah, Dosen Tetap Prodi S1 Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok.
Tidak hanya berdialog dengan dosen, mahasiswa sebagai konsumen utama sebuah universitas perlu memiliki wadah untuk berkeluh kesah. Oleh karena itu, Hartono mencanangkan adanya program dialog dengan mahasiswa secara kontinu. Ia mengungkapkan bahwa memang betul tidak memungkinkan untuk berdialog dengan seluruh mahasiswa UNS yang jumlahnya puluhan ribu. Namun, bentuk nyata kegiatan ini adalah adanya dialog antara pihak rektorat dengan UKM serta Ormawa sebagai perwakilan mahasiswa.
“Di sini kan ada UKM dan Ormawa. Jadi paling tidak harapan saya dan wakil rektor membuka diri ketika diajak berdiskusi. Saya ingin secara periodik, paling tidak persemester, bertemu dengan pimpinan-pimpinan UKM. Entah itu sepedaan ke Tawangmangu maupun camping bareng. Jadi prinsipnya, sebuah perguruan tinggi itu kan konsumen utamanya adalah mahasiswa,” pungkas Hartono.
…
Dari hasil perbincangan hangat kami dengan Hartono, sedikit banyak membuka cakrawala baru tentang bagaimana pemangku jabatan memproses aspirasi dan diejawantahkan menjadi gugusan program. Akan tetapi mau bagaimana pun, universitas tetaplah miniatur suatu negara. Eksekutif pastinya–hingga berbusa–menyuguhkan pelbagai janji yang dirasa perlu dan harus direalisasikan di awal kepemimpinan. Namun yang tak kalah berat yakni proses mewujudkan itu yang harus terus kita–warga UNS–kritisi, sehingga terdapat check and balance yang ideal (bukan hanya serba manut dan nurut). Perlu digaris bawahi, pergantian kepemimpinan ini bukan tak meninggalkan kekurangan, masih banyak perbaikan dan pembaharuan yang perlu diindahkan oleh rektor baru kita untuk menangani ragam permasalahan yang belum tuntas dan lunas. Program kerja “DREAM TEAM” yang telah diperkenalkan secara lantang kepada publik sudah sepatutnya dapat diwujudkan dan tidak hanya menjadi sekadar impian belaka. Banyak “semoga” terpanjat dan tertuju pula pada “DREAM TEAM” yang Hartono canangkan supaya dapat menjadi jawaban dari berbagai tantangan dan permasalahan yang ada. Selamat berjibaku, selamat mengemban amanat. Proficiat, Prof!
Penulis : Annas Rohmanda Purbaningrum & Shofia Azra Basamah
Editor : Dhiazwara Yusuf Dirga A, Orbit Varasta Prakosa, Alifia Nur Azizah