Foto: Khusnul Latifah/ LPM Kentingan

Program Dapuranisasi Kampus

Sejak tulisan ini ditulis, kurang dari sepekan kampus akan merayakan hari jadinya yang ke-47. Hal itu bisa dilihat lewat banyaknya spanduk, umbul-umbul, dan banner yang terpasang di hampir setiap sudut kampus. Bahkan di lapangan rektorat sudah berdiri panggung yang cukup besar. Seolah ingin mengatakan bahwa kampus sedang mempersiapkan acara geden untuk merayakan hari jadinya. Sesuai namanya, hari jadi kampus ini jatuh pada tanggal 11 maret. Selamat!

Selain soal hari jadi ke-47. Sebelas maret tahun ini juga menjadi hari spesial bagi bangunan tertinggi lagi paling cantik yang ada di kampus. Gedung Ki Hadjar Dewantara atau lebih dikenal dengan Tower UNS akan merayakan anniversary pertamanya. Tepat satu tahun yang lalu, Tower UNS yang dibangun selama kurang lebih 8 bulan dengan biaya sekitar 135 miliar diresmikan. Walaupun kita belum pernah bertemu secara langsung, touch by touch, tetapi saya akan tetap mengucapkan selamat anniversary! Semoga dalam waktu dekat kita bisa berkenalan secara langsung!

Program Dapuranisasi

Dapuran dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai “muka”, “model”, dan/atau “bentuk”. Lebih spesifik lagi dalam konteks/pandangan fisik, sesuatu yang tampak dari luar. Bagi teman-teman yang berasal dari Jawa Tengah maupun Jawa Timur sudah pasti sering menjumpai atau menggunakan istilah dapuran. Kata ini biasanya digunakan sebagai kata umpatan dengan tambahan “mu”, menjadi “dapuranmu”. Contohnya, “dapuranmu wae koyok pring tuwo” artinya “bentukanmu saja seperti bambu tua”. Mungkin makna “dapuranmu” mirip dengan “muka loe” yang sering digunakan oleh anak-anak ibukota.

Yang dimaksud dengan dapuranisasi adalah proses menjadikan sesuatu, mempercantik bagian fisik, memperbagus apa yang tampak dari luar. Seperti yang sudah disinggung di awal tulisan ini, Tower UNS yang terletak di bagian depan sudah selayaknya muka kampus. Bangunan tinggi nan gagah tersebut menjadi mercusuar mewah yang tampak luar biasa. Memakai istilah gaul anak sekarang, mungkin mereka akan menyebut kampus ini good looking. Tidak hanya muka bagian depan, tetapi muka bagian samping juga ikut-ikutan. Bagi teman-teman yang belum tahu, sebelum Bapak Presiden datang dan melewati gerbang itu tahun lalu, gerbang samping itu hanya gerbang kecil. Saking kecilnya jika ada dua mobil yang harus melewati gerbang tersebut secara bersamaan, maka salah satu harus mengalah terlebih dahulu.

Dapuranisasi ini tidak selesai pada dapuran universitas, tetapi juga merambat sampai ke fakultas. Terbaru pada tanggal 3 maret ini Fakultas Teknik meresmikan gerbang baru mereka. Sebelumnya, ada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang juga memperbarui gerbang dan lapangan tenis mereka. Eh benar tidak ya kalau itu lapangan tenis milik FKIP? Kemudian, gerbang baru juga dimiliki oleh Fakultas Kedokteran. Fakultas Pertanian dengan Agrobudoyo di depannya yang sedikit di permak. Kampus cabang Mesen juga tampak dari luar punya muka baru. Tentunya Sekolah Vokasi yang mungkin menjadi contoh paling nyata dan mudah dimengerti tentang program dapuranisasi. Saya sarankan cukup saja sampai di bagian depan, tidak perlu masuk lebih dalam lagi. Karena takutnya yang sebelumnya terkagum-kagum menjadi termenung dan terheran-heran. Kata “wah” menjadi “wah-duh”.

Saya pribadi tidak sepenuhnya menolak program dapuranisasi ini. Saya juga memahami bahwa terkadang diperlukan juga perbaikan dapuran. Ibarat manusia yang perlu perawatan diri, pakai skincare tiap hari, menjadwalkan ke SPA jika punya uang lebih, dan pergi ke salon terlebih dahulu ketika akan menghadiri acara penting. Namun, bukankah sebaik-baiknya perawatan diri adalah perawatan pada bagian dalam? Bukankah definisi kecantikan saat ini tidak sebatas pada fisik saja? Bukankah inner beauty pada masa ini jauh lebih dipertimbangakan dan diutamakan? Terbukti banyak sekali bacaan-bacaan dan program-program tentang self-development. Tentang bagaimana memperoleh dan mempercantik apa yang dinamakan inner beauty. Saya rasa paradigma tersebut juga harus dibawa dalam konteks pengelolaan kampus.

Pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan dasar bagi civitas akademika terutama mahasiswa adalah inner beauty dalam konteks kampus. Pengadaan pelatihan, pendanaan kompetisi dan riset, kesempatan pengembangan diri lewat UKM-UKM yang ada, pendampingan intensif dari yang lebih ahli adalah sedikit contoh dari upaya meningkatkan SDM. Contoh sarana dan prasarana dasar, misalnya ruang kelas yang nyaman sebagai tempat belajar, adanya laboratorium lengkap dengan alat-alatnya, tersediannya jaringan wi-fi di setiap sudut kampus, situs web yang tidak bermasalah, dan masih banyak lagi. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal-hal tersebut sudah terpenuhi? Apakah dalam praktiknya sudah membawa paradigma tadi? Ataukah memang benar hanya program dapuranisasi saja? Saya rasa jawaban tersebut bisa kalian temukan sendiri di lapangan atau bisa baca laporan khusus kami tentang fasilitas sarana dan prasarana kampus.

Pesan Singkat

Tahun ini menjadi tahun pergantian kepemimpinan di kampus. Rektor baru akan dilantik sekitar bulan April. Wajah-wajah baru sepertinya akan dibawa sebagai pengelola kampus yang baru. Tidak terlalu penting siapa yang berada di sana, tetapi yang penting adalah paradigma seperti apa yang akan dibawa nantinya. Saya tidak tahu apakah pesan ini akan sampai ke beliau-beliau, hanya berharap jikalau dihadapkan pada pilihan untuk memperbaiki bagian luar atau dalam, maka yang dipilih adalah yang kedua.

Sedikit mengutip apa yang dahulu pernah disampaikan oleh guru saya, “Penampilan itu memang penting, tetapi ia tidak utama. Ia mungkin pertama. Percayalah kekuatan terbesar hanya akan terpancar dari dalam dan itulah yang utama.” Sekali lagi selamat hari jadi untuk kampus, dan (harapan) selamat memulai paradigma baru!

Penulis: Taqiuddin

Editor: Julia Tri Kusumawati