Senin (27/5), Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret menggelar “Aksi Mimbar Bebas” bertajuk “Peringatan Reformasi 98” yang bertempat di Boulevard UNS. Sebelumnya para peserta berkumpul di depan perpustakaan UNS pada pukul 15.30 WIB, lalu dilanjutkan dengan long march melewati gedung rektorat hingga akhirnya tiba di Boulevard UNS, dan acara baru berakhir pada pukul 18.00 WIB. Mimbar bebas yang diikuti oleh puluhan mahasiswa ini tak hanya diisi dengan orasi saja, tetapi juga dengan penampilan drama dari tiap fakultas.
Pramaditya Graha selaku koordinator lapangan dalam aksi ini mengatakan bahwa peringatan reformasi selalu diadakan setiap tahun. Tujuannya adalah untuk menyampaikan dan menyadarkan masyarakat bahwa pernah terjadi otoritarianisme yang dilakukan oleh Presiden Suharto. Prama juga menjelaskan alasan mengapa Mimbar Bebas tidak dilaksanakan tepat pada tanggal 21.
“Jadi pertimbangan kami melaksanakan aksi ini di hari Senin (tanggal 27) karena memang ada beberapa hal yang perlu diselesaikan dari masing-masing lembaga fakultas, sehingga dikonsolidasikan dan disetujui di hari Senin,” tutur Prama.
Dalam aksi ini, para peserta diberi selebaran kertas yang berisi pers rilis Forum Komunikasi Mahasiswa UNS yang membahas tentang sejarah awal terciptanya era reformasi yang ditandai dengan tumbangnya kekuasaan otoriter orde baru sampai pada era kepemimpinan Jokowi sekarang, di mana selama 26 tahun ini cita-cita reformasi masih belum tercapai dalam menyejahterakan rakyat.
Pada selebaran tersebut tertulis masih banyak bentuk-bentuk penindasan seperti meningkatnya harga kebutuhan pokok, lalu diperburuk dengan kenaikan PPN 11%, praktik politik dinasti, pembungkaman aktivis, sampai yang terbaru mengenai peningkatan biaya kuliah (UKT) akibat implementasi Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT)/ Tak lupa juga mengenai kemunculan RUU Penyiaran yang kontroversial. Pers rilis ini juga sekaligus mengajak kita untuk selalu berefleksi kepada sejarah dengan mengawal setiap isu rakyat agar cakrawala demokrasi di Indonesia bukan lagi sekadar “ngimpi di siang bolong”.
Presiden BEM UNS, Agung Lucky, menjelaskan acara ini diselenggarakan untuk memperingati hari reformasi yang jatuh pada bulan Mei, tepat 26 tahun yang lalu. Agung juga menyampaikan harapannya dengan digelarnya acara ini.
“Dengan diadakannya acara seperti ini, diharapkan dapat menjadi wadah bagi mahasiswa UNS maupun masyarakat Surakarta untuk menyampaikan suaranya, sehingga suara-suara tersebut dapat terdengar oleh para pemimpin. Ditambah lagi, Surakarta sekarang ini merupakan kota jantung pergerakan bangsa, yang ditandai oleh dua pemimpin kita saat ini berasal dari Surakarta, yaitu Joko Widodo dan putranya Gibran Rakabuming.”
Dewa, mahasiswa Sosiologi angkatan 2022 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), menjadi salah satu peserta dalam aksi Mimbar Bebas ini. Dalam orasinya, ia menyampaikan beberapa poin penting, salah satunya adalah penekanan bahwa rekam jejak sejarah kita saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah masa lalu. Artinya, sebagai mahasiswa, kita harus selalu bersyukur atas semua akses yang kita miliki di era sekarang. Semua ini tidak lain adalah hasil dari perjuangan masa lalu, termasuk pendidikan yang kini lebih memadai. Oleh karena itu, kita tidak boleh melupakan sejarah tersebut.
Ia juga menyampaikan poin kedua bahwa reformasi, yang sering diidentikkan dengan demokrasi, tidak boleh membuat kita membenci perbedaan pendapat. Dewa juga mengungkapkan pandangannya mengenai acara peringatan reformasi ini.
“Acara seperti ini jangan hanya dijadikan sebagai acara tahunan, tetapi juga dijadikan arah atau landasan dalam bergerak mewujudkan reformasi itu sendiri. Mungkin acara ini memang belum dapat cukup menampung aspirasi mahasiswa secara keseluruhan. Namun, setidaknya ada hal-hal kecil yang dapat tersampaikan, karena hal besar tidak bisa tidak terbentuk dari hal kecil,” ungkap Dewa.
Penulis: Veri Nugroho dan Rifa Hasna
Editor: Aldini Pratiwi