Foto: Khaira Fadia Thoriq/ LPM Kentingan

PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN UNTUK HADAPI KRISIS IKLIM

Minggu (15/4), Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro (HMTL Undip) mengadakan acara webinar dalam rangka memperingati Hari Bumi 2021. Webinar yang berjudul “Together with us: Recovering, Reimaging, and Remembering Earth Day 2021” diadakan secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting. Webinar ini menghadirkan dua pembicara yaitu Ir. Noor Rachmaniah selaku Kepala Subdirektorat Bidang Pengendalian Pencemaran Air KLHK dan Leonard Simanjuntak, S.T., M.A. yang merupakan salah satu pendiri Greenpeace Indonesia—yakni sebuah komunitas program perlindungan lingkungan. Sementara moderator dari acara ini adalah Esther Natalia, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang menjabat sebagai CEO & Founder Produktifikuy, Vice Manager of English Development division of ALSA LC UGM.

Webinar dihadiri oleh mahasiswa Teknik Lingkungan Undip dan umum. Acara dibuka dengan sambutan dari Widi Hartanto, S.T., M.T. selaku Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dalam sambutanya, beliau menyampaikan bahwa webinar ini merupakan acara yang menarik dalam rangka memperingati Hari Bumi 2021. Hal ini dikarenakan isu lingkungan merupakan isu yang seharusnya di-blow up terus untuk menanamkan pada generasi milenial supaya senantiasa menjaga lingkungan hidup agar lebih baik.

Dalam acara tersebut, Leonard Simanjuntak mengatakan situasi darurat bumi yang telah berhadapan dengan krisis iklim akan menjadi lebih buruk lagi apabila tidak ada terobosan-terobosan baru yang fundamental. “Bumi yang sayangnya tidak sedang baik-baik saja, kita berhadapan dengan krisis iklim saat ini yang sudah terjadi dan kalau tidak ada terobosan-terobosan yang fundamental akan semakin memburuk,” ucapnya.

“Contoh kalau ada perubahan iklim kita sudah bisa merasakan salah satunya adalah kalo panas, kekeringan sekali. Kemudian kalau hujan lagi musim hujan terjadi kebanjiran. Ya, ini ada salah satu daripada apa terjadinya perubahan iklim,” Noor Rachmaniah menanggapi.

Mengutip dari European Union official website, penyebab perubahan iklim tidak hanya berasal dari gas-gas rumah kaca yang berefek memerangkap panas matahari dan menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa. Akan tetapi, perubahan iklim juga diakibatkan oleh meningkatnya emisi yang dilakukan manusia seperti pembakaran batu bara, minyak dan gas yang menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida; penebangan hutan (deforestasi) sehingga karbon yang tersimpan di pohon dilepaskan ke atmosfer, menambah efek rumah kaca; meningkatnya jumlah peternakan menghasilkan metana dalam jumlah besar; pupuk yang mengandung nitrogen menghasilkan emisi nitro oksida.

“Emisi Indonesia faktor penyebab utamanya adalah deforestasi dan persoalan energi di sektor energi. Tentu saja kita sudah tahu pencairan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan merupakan dampak krisis iklim yang sangat jelas dan terjadi sekarang dalam skala yang belum pernah terjadi,” jelas Leonard.

Perubahan iklim telah mengacaukan keseimbangan suhu bumi dan memiliki efek luas pada manusia dan lingkungan. Selama pemanasan global, keseimbangan energi dan suhu bumi berubah karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang memiliki dampak signifikan pada manusia dan lingkungan. Konsekuensi tidak langsung dari perubahan iklim yang secara langsung memengaruhi manusia dan lingkungan yaitu dapat mengancam perubahan siklus air di bumi.

“Ayo kita mulai sekarang bersama-sama mendukung atau men-support pemerintah untuk dapat meminimalisir pengendalian pencemaran air yang masuk ke sungai sehingga apa yang diharapkan untuk kualitas air sungai ini sesuai dengan apa yang dibutuhkan,” ajak Noor Rachmaniah.

Salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim adalah dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak dan lapisan masyarakat atas dasar kerjasama. Telah banyak inisiasi gerakan sosial yang dibentuk untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya perubahan iklim dan mempromosikan langkah-langkah untuk mencegahnya.

“Apabila ada masalah, masalah ini juga, kami mendorong kita semuanya untuk bersama-sama untuk selalu meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan melalui berbagai upaya yang termasuk masyarakat dari pengelolaan sampah,” tegas Widi Hartanto selaku Kepala DLHK Provinsi Jawa Tengah dalam sambutannya.

Hal yang perlu dicermati dalam mencegah bertambah buruknya kondisi efek krisis iklim adalah meminimalkan pencemaran, yaitu dengan melakukan pengolahan kembali sampah-sampah yang ada, meminimalkan penggunaan barang sekali pakai seperti plastik, ataupun konservasi air dengan pemasangan biopori-biopori di perumahan warga.

Noor Rachmaniah menjelaskan bahwa sumber pencemar yang paling dominan itu berasal dari air limbah domestik. Walaupun ada kontribusi dari kegiatan industri, peternakan, maupun pertanian, lebih dari 60% pencemaran yang terjadi diakibatkan oleh kegiatan domestik.

Salah satu tindakan nyata yang Noor Rachmaniah contohkan untuk menyelamatkan lingkungan adalah dengan mengurangi penggunaan AC. Ia mengakui bahwa ketika di rumah sedapat mungkin ia tidak menggunakan AC, tetapi tetap membuka jendela-jendela rumah agar sirkulasi udara masuk. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk tidak semakin menambah pemanasan global.

“Konservasi air adalah bagaimana kita melakukan pelestarian air. Kita bisa melakukannya dari diri kita sendiri. Kita bisa membuat seperti biopori dengan melakukan tampungan air hujan. Salah satu cara mengonservasi air yang dapat kita lakukan semisal kita gunakan lahan terbuka sebagai salah satu bentuk untuk konservasi air. Jadi, air hujan turun biar bisa ditampung di tanah kemudian itu menjadi salah satu bentuk konservasi air tanah. Kalau tidak ada lahan maka kita bisa menampung air hujan untuk kita gunakan untuk mungkin siram-siram kemudian untuk mencuci kendaraan dan sebagainya,” sambung Noor Rachmaniah.

Harapan kedepannya, seluruh pihak termasuk seluruh pengguna air dapat memaknai betapa berharganya air dan memanfaatkannya secara bijak sekaligus menjaga kelestariannya lebih baik lagi sehingga kualitas, kuantitas dan keberlanjutannya dapat terus terjaga.

Penulis: Adien Tsaqif Wardhana dan Andriana Sulistyowati
Editor: Diana Kurniawati
Fotografer: Khaira Fadia Thoriq