USAI perkuliahan, sebelum kembali ke kos, Tomblok mampir ke kantin sebelah kelas. Perutnya perlu diisi nasi setelah sejak pagi belum makan. Penjualnya sudah cukup akrab dengan Tomblok. Sebab seringkali Tomblok mampir di kantin, sekadar jajan atau makan.
“Monggo Mas Tomblok, mau makan apa?” sapa Ibu kantin.
“Nasi pecel sama es teh mawon, Bu.”
“Ya, sebentar ya.”
Waktu itu siang menjelang sore. Kantin sepi dari aktivitas makan, minum, hingga tawa mahasiswa. Situasi itu membawa Tomblok dan Ibu penyaji nasi dengan aneka lauk kantin nyaman untuk melakukan obrolan.
“Kok tumben sendirian, enggak bareng sama teman-teman, Mas?”
“Iya ini, Bu. Pada sibuk nugas sama rapat. Beberapa tadi katanya mau main ke mal.”
“Walah, mahasiswa mesti kok sibuknya sibuk rapat sama main tho sekarang ini.”
“Nggih wajar tho, Bu. Mumpung masih muda kok. Hehehe.”
“Bukan gitu, Mas. Soalnya setahu saya sekarang mahasiswa itu hobinya pas di kampus ya rapat, kalau di luar ya main ke mal.”
“Ha-ha-ha. Kersanipun, Bu.”
“Apalagi tadi pagi itu banyak mahasiswa yang habis rapat dari sini juga.”
“Bahas menapa, Bu?”
“Kalau enggak salah denger, tadi bahas KKN atau apa gitu.”
“Owalah.”
“KKN iku apa tho itu, Mas? Kok saya kurang ngeh gitu.”
“Wah masa mboten mangertos to, Bu?”
“Enggak ngeh saya, Mas. He-he-he.”
“Monggo niki dhaharipun.” Ujar Ibu kantin sembari menyajikan sepiring nasi beserta beberapa sendok sayur.
“Nggih, Bu. Matur nuwun.”
“Setahu saya KKN itu mahasiswa disuruh terjun ke masyarakat gitu tho, Mas.”
“Leres, Bu. Kuliah Kerja Nyata.”
“Lha terus mereka ngapain aja itu, Mas?”
“Ya mereka kurang lebih satu bulan setengah disuruh kampus buat melakukan pengabdian kagem masyarakat, Bu.”
“Pengabdian gimana, Mas?”
“Ya pokoknya pengabdian, Bu.”
“Pengabdian itu berarti berbakti dan mengabdi ke masyarakat gitu berarti ya.”
“Kayaknya begitu, Bu.”
“Terus mengabdinya dengan cara apa, Mas?
“Ya macem-macem, Bu. Ada yang ngajar TPA. Ada yang ikut arisan Ibu-ibu PKK. Ada yang bikin plakat gang kampung. Apa saja yang bisa dilakukan, ya itu dianggap pengabdian, Bu.”
“Owalah, kayak gitu tho.”
“Nggih, Bu.”
“Weh sebentar mas. Tak pikir kok aneh ya. Lha apa kalok enggak ada program KKN itu di masyarakat apa juga enggak mampu menjalankan TPA, PKK juga. Bikin plakat gang, kayaknya juga gak perlu-perlu banget ya. Wong mesti warga lebih paham dan kenal sama kampungnya. Seumpama enggak dikasih plakat kan mesti warga sudah ngerti nama gang-gang di kampungnya ya, Mas?”
“Ya kayaknya sih begitu, Bu.”
“Terus tadi kok pas pada rapat itu pada bahasnya soal tempat wisata?”
“Wah enggak paham kalau soal itu, Bu. Bisa jadi mereka punya program memajukan pariwisata gitu.”
“Owalah ya bisa jadi ya, Mas. Tapi apa ya bisa tho memajukan pariwisata dalam waktu sebulan setengah?”
“Wah enggak tahu, Bu.”
“Jangan-jangan mereka malah cuman berlibur, bukan melakukan pengabdian tenan.”
“Ya enggak tahu juga, Bu. Mau gimana lagi. Wong Melakukan pengabdian masyarakat apa ya cukup dalam waktu sebulan setengah tho, Bu? Seumpama mereka malah main dan berwisata ya kayaknya wajar-wajar saja tho.”
“Ya namanya aja program dari kampus ya, Mas. Mahasiswa kudu manut lah.”
“Lha niku, Bu.”
“Lha nggih tho, Mas.”[]
[author title=”Muhammad Ilham” image=”https://www.saluransebelas.com/wp-content/uploads/2016/07/Muhammad-Ilham.jpg”]Sosiologi 2014. Surel: muhilham1996@gmail.com.[/author]