“Terdapat empat hal yang harus dimiliki seorang hakim; mendengar dengan hormat, menjawab dengan bijaksana, mempertimbangkan dengan cermat, dan mengambil keputusan tanpa memihak.” -Socrates
Selasa pagi, seperti agenda sebelum-sebelumnya, tim peliput LPM Kentingan kembali mengawal persidangan kasus menwa UNS. Dalam rangkaian maraton sidang, dua agenda penting dan krusial persidangan telah terselenggara. Pada Selasa (8/3), penuntut umum menyampaikan tuntutan pada terdakwa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dilanjutkan penyampaian pledoi atau pembelaan dari pihak terdakwa yang diwakili kuasa hukum pada Selasa (15/3).
Kilas balik pada Selasa (8/3), menurut informasi yang didapatkan oleh tim, persidangan sedianya dimulai pukul 09.30 WIB. Mendapat patokan jam berikut, tentu saja para kuli tinta sudah berkumpul di ruang tunggu Pengadilan Negeri Surakarta lebih awal dari waktu persidangan. Beberapa sudah menunggu sejak jam 9 pagi dengan harapan persidangan akan dimulai tepat waktu pukul 09.30 WIB. Akan tetapi selain persidangan dimulai lebih lambat, tim peliput ternyata baru diberi akses masuk ruang sidang sekitar pukul 10.36 WIB saat persidangan sudah berjalan setengah sehingga tertinggal beberapa informasi yang dibacakan di awal.
Meskipun tim peliput baru mendapat akses masuk ruang persidangan setelah sidang sudah berlangsung beberapa waktu, beruntung bagi kami karena inti persidangan berupa pembacaan tuntutan dari penuntut umum kepada terdakwa bisa didapatkan secara lengkap. Tuntutan yang disampaikan oleh penuntut umum didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan mengenai unsur-unsur tindak pidana, serta keterangan para saksi di bawah sumpah.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan mengenai unsur-unsur tindak pidana, terdakwa 1 dan terdakwa 2 terbukti melakukan tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan rasa sakit atau luka melewati batas yang diinginkan. Dari keterangan para saksi dan alat bukti yang dikumpulkan dan diuraikan pada persidangan sebelumnya, telah terpenuhi unsur kekerasan oleh benda tumpul yang mengakibatkan mati lemas, dikuatkan dengan surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.
Oleh karena telah terbukti melakukan kekerasan, kedua terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dan tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf bagi terdakwa sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga para terdakwa akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Terdapat pula hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain tidak mengakui semua perbuatannya dan keterangan terdakwa yang berubah-ubah saat persidangan, sedangkan hal-hal yang meringankan tuntutan dinyatakan nihil oleh penuntut umum.
Berdasarkan uraian yang telah dibacakan, penuntut umum menuntut supaya majelis hakim memutuskan; Pertama, menetapkan kedua terdakwa melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan mati sesuai dengan pasal 351 ayat 3 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana; Kedua, menjatuhkan pidana kepada kedua terdakwa berupa pidana penjara selama (masing-masing) tujuh tahun dikurangi selama terdakwa telah ditahan; Ketiga, mengembalikan barang bukti antara lain handphone dan dompet lengkap beserta isinya kepada keluarga korban, mengembalikan barang bukti berupa replika senjata api laras panjang, dua buah matras berwarna hitam, dan beberapa perlengkapan lain termasuk surat izin kegiatan dikembalikan ke sekretariat resimen mahasiswa UNS, dan dua buah ponsel dikembalikan pada masing-masing terdakwa, dan; Keempat, terdakwa diminta membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah.
Setelah tuntutan selesai dibacakan oleh penuntut umum, hakim ketua mempersilahkan pihak penasihat hukum terdakwa atau terdakwa secara pribadi membacakan pledoi atau pembelaan atas tuntutan yang telah dilayangkan. Karena harus mempersiapkan berkas pledoi yang tidak sedikit lembarannya, penasihat hukum terdakwa meminta waktu satu minggu untuk persiapan pembelaan dan diiyakan oleh hakim ketua. Sidang agenda penuntutan resmi ditutup kurang lebih pukul 10.57 WIB dan dilanjutkan minggu depan dengan materi pembelaan.
Selasa berikutnya, kami bersiap lagi untuk mengawal sekaligus menjadi penyambung lidah lewat narasi bagaimana proses persidangan dilanjutkan. Belajar dari pengalaman ‘luntang-lantung’ karena persidangan molor minggu sebelumnya, kami berangkat agak siang dan berharap kalaupun harus molor, menunggunya tidak terlalu lama. Seperti sebelumnya, ketika bertanya pada resepsionis, petugas mengatakan bahwa tim peliput akan dipanggil saat persidangan dilaksanakan. Menunggu lagi, tentu saja, dan yang membuat agak greget, hal yang terjadi minggu lalu kembali terulang; tim peliput baru diizinkan masuk ruang sidang ketika sidang sudah berlangsung beberapa waktu. Hal itu sempat menimbulkan suuzon, jangan-jangan ada beberapa informasi yang coba disembunyikan?
Jujur, berbeda dengan sebelumnya yang masih bisa mengikuti dan memahami inti persidangan, kali ini agak keteteran dan kesulitan mengikuti dan mendengar pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa. Ketika tim peliput masuk ruang sidang, penasihat hukum terdakwa sudah menjelaskan mengenai pengakuan terdakwa. Pengakuan terdakwa tersebut kembali diulangi ketika penasihat hukum menyatakan sikapnya terhadap tuntutan penuntut umum pada persidangan tempo hari.
Banyak sekali kutipan-kutipan yang disadur dari buku karangan para ahli hukum untuk memperkuat pembelaan dari pihak terdakwa. Hal yang dikaitkan tentu saja mengenai pertanggungjawaban pidana oleh terdakwa, seperti contohnya pada kalimat: “Tepat atau tidak pertanggungjawaban itu, sebagaimana yang telah didakwakan oleh penuntut umum, jangan sampai mendakwa atau menuntut seseorang yang tidak bersalah dan tidak seharusnya dimintai pertanggungjawaban pidana pada dirinya,”.
Untuk menentukan terdakwa terbukti bersalah dalam melakukan tindak pidana harus dapat dibuktikan semua unsur-unsur dari pasal yang didakwakan oleh alat bukti yang sah, bukan asumsi atau rekaan semata. Dengan dasar pendapat para ahli yang dicantumkan dalam pledoi, tim penasihat hukum terdakwa secara tegas menolak dan tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Penasihat hukum fokus terhadap unsur-unsur pasal yang didakwakan, apakah terdakwa dapat disalahkan sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan. Unsur-unsur dakwaan tersebut adalah sebagai berikut:
Unsur pertama: barang siapa, merupakan subjek yang dapat dimintai pertanggungjawaban jika berbuat pidana. Unsur ini tepat dan terpenuhi dengan hadirnya dua terdakwa yang membenarkan informasi mengenai identitas yang tercantum.
Unsur kedua: melakukan penganiayaan, penasehat hukum menyatakan menolak kesimpulan penuntut umum yang menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, karena menurut penasihat hukum, penuntut umum tidak pernah menjelaskan secara gamblang dari mana dasar pernyataan tersebut. Penasihat hukum terdakwa menjelaskan ulang kronologi termasuk surat pernyataan yang ditandatangani oleh orang tua korban yang memuat kalimat “…tidak akan menuntut jika akan terjadi kecelakaan,”. Izin dapat menjadi alasan penghapus pidana dalam hal ini alasan pembenar jika perbuatan yang dilakukan mendapat persetujuan dari orang yang akan dirugikan dari perbuatan tersebut.
Unsur ketiga: jika mengakibatkan mati, berdasarkan visum et repertum yg diperiksa ahli forensik, dinyatakan pada bagian kesimpulan bahwa sebab kematian karena trauma pada kepala yang mengakibatkan mati lemas. Selain itu, saksi ahli dari dokter forensik menyatakan bahwa penyebab kematian korban adalah benturan di kepala bagian belakang sebelah kiri. Pada pemeriksaan tubuh bagian dalam, terdapat sebuah resapan tanda kulit kepala bagian dalam belakang sisi kiri, ahli menyatakan sumber daripada benturan bagian belakang sisi kiri, ahli forensik lain menyatakan bahwa setelah menganalisis dokumen visum, arah benturan dari kepala bagian belakang sisi kiri adalah benar. Ahli forensik meyakini bahwa luka tersebut tidak dapat menyebabkan kematian.
Mengenai indikasi perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan mati, keterangan antara saksi dan terdakwa berbeda, terdakwa kompak menyatakan bahwa tidak pernah melakukan pemoporan kepada korban. Sedangkan menurut keterangan saksi, terdakwa 2 melakukan pemoporan terhadap korban saat pulang setelah melakukan suatu kegiatan, tetapi diabaikan oleh saksi karena saksi berada di bagian belakang barisan dengan jarak kurang lebih 15 meter, tidak dalam posisi melihat secara jelas karena barisan dalam posisi lurus. Tidak fokus pada kejadian, hanya melihat secara sepintas. Sedangkan kejadian pemukulan dengan menggunakan matras oleh terdakwa dua, memang terjadi namun sangat ringan dan tidak menimbulkan jejak pada kepala.
Terdakwa 2 menyatakan, pada saat korban keluar barisan dan hampir jatuh, terdakwa 2 sudah berusaha menolong korban kemudian dikembalikan pada barisan. Replika senjata yang sebelumnya dipegang oleh korban hampir jatuh kemudian diambilkan dan dikembalikan kepada korban sehingga tidak terjadi benturan apapun pada korban.
Berbicara mengenai benturan pula, berdasarkan keterangan beberapa saksi, korban membenturkan kepala bagian belakang ke lantai berkali-kali dengan keras saat kesurupan atau kejang. Tidak hanya kepala bagian belakang, kesaksian dari para saksi juga menyatakan korban membenturkan seluruh bagian tubuhnya ke lantai dengan keras berulang kali dalam waktu cukup lama sebelum ditolong oleh satgas. Berdasarkan analisis, tim penasihat hukum meyakini bahwa resapan darah di bagian belakang kulit kepala bagian kiri terjadi karena adanya kondisi saat korban membenturkan kepala bagian belakang ke lantai berulang kali, dan tidak ada kaitannya sama sekali terhadap kedua terdakwa.
Unsur selanjutnya, mereka yang melakukan; bahwa berdasarkan keterangan saksi, kedua terdakwa tidak bertugas di lokasi latihan secara bersama-sama, bahwa apa yg dilakukan oleh kedua terdakwa saat latihan adalah sesuai dengan penugasan panitia dan berdasarkan kewenangan yang diberikan, unsur ini tidak tepat jika digunakan pada kedua terdakwa.
Uraian unsur-unsur yang dibahas oleh penasihat hukum untuk membantah tuntutan dari penuntut umum sampai pada kesimpulan dan permohonan: Berdasarkan fakta-fakta persidangan, penasihat hukum terdakwa secara tegas menolak dan sangat tidak sependapat dengan dakwaan dan tuntutan penuntut umum karena tidak tepat dan tidak layak terdakwa dituntut, didakwa, disalahkan, dan dihukum dengan pasal tertera karena penuntut tidak mampu membuktikan dakwaannya. Kesimpulan ini berpatokan pada penilaian yuridis yang telah disampaikan karena tidak terpenuhinya unsur dari pasal undang-undang yg didakwakan kepada terdakwa.
Setelahnya, tim penasihat hukum memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan: Menyatakan terdakwa 1 dan terdakwa 2 tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan pasal tertera; Membebaskan kedua terdakwa dari semua dakwaan; Menyatakan kedua terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum, atau setidak-tidaknya lepas dari segala tuntutan hukum; Membebaskan kedua terdakwa dari tahanan; Mengembalikan kedudukan, harkat, martabat kedua terdakwa dalam keadaan semula; Memerintahkan barang bukti untuk dikembalikan pada sekretariat menwa UNS melalui saksi, dan; Membebankan biaya perkara kepada negara.
Penasihat hukum menutup pledoi dengan tetap menyerahkan keputusan pada majelis hakim, apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya dan seringan-ringannya seperti yang diajukan terdakwa. Bukti-bukti lampiran yang tidak sempat dibacakan pun diserahkan oleh tim penasihat hukum kepada majelis hakim secara langsung.
Rangkaian persidangan memang belum berakhir, masih ada agenda penyampaian tanggapan atas pledoi yg disampaikan penasihat hukum dan terdakwa yang akan dilanjutkan pada Selasa, 22 Maret 2022. Sedangkan bagi yang menunggu kapan terdakwa akan naik status menjadi terpidana atau malah dibebaskan, sidang putusan akan digelar 1 April 2022.
Penulis: Guireva Gahara
Editor: Sabila Soraya Dewi