Era baru perkembangan teknologi telah merevolusi cara kita berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Media sosial hadir sebagai wadah komunikasi yang memudahkan kita dalam berinteraksi, salah satunya dengan bertukar informasi baik berupa teks, gambar, atau video tanpa terkendala ruang dan waktu. Oleh sebab itu, tidak heran jika media sosial merupakan jembatan penghubung ke dunia luar yang lebih luas.
Saat ini, pengguna media sosial kian menjamur. Di tengah krisis pandemi Covid-19, masyarakat menghabiskan banyak waktunya di rumah. Tidak jarang aktivitas yang banyak dilakukannya adalah mengakses media sosial. Maka dari itu, wajar saja jika media sosial kini menjadi pelarian di tengah kecemasan dan kebosanan. Berdasarkan data Hootsuite (We are Social) tahun 2020, ada sebanyak 160 juta pengguna media sosial aktif dari total populasi 272,1 juta penduduk di Indonesia. Pengguna tersebut meningkat sebanyak 10 juta dari total pengguna media sosial di Indonesia pada tahun sebelumnya.
Tidak dapat dipungkiri jika anak remaja paling sering berinteraksi dengan media sosial. Hal tersebut dikuatkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center yang menyatakan bahwa media sosial hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan remaja. Survei tersebut dilakukan pada remaja di Amerika Serikat, sebanyak 31% remaja mengatakan media sosial sebagian besar berdampak positif, 24% remaja mengatakan media sosial sebagian besar berdampak negatif, dan sisanya mengatakan media sosial tidak memberikan dampak positif ataupun negatif.
Layaknya dua mata pisau, media sosial memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, media sosial memang memiliki efek positif seperti membantu remaja mengembangkan keterampilan komunikasi, mengembangkan minat dan bakat, serta mengutarakan pemikiran dan ide. Namun, di sisi lain penggunaan terus-menerus dapat memberikan dampak negatif pada remaja, termasuk risiko penyakit mental. National Institute of Mental Health melaporkan bahwa penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko gangguan mental pada remaja usia 18–25 tahun.
Penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko kesehatan mental remaja karena faktanya mereka rentan mengalami perlakuan buruk seperti mendapat rumor palsu, menerima gambar eksplisit, mendapat perkataan buruk, bahkan mendapat ancaman fisik. Jika hal tersebut dibenarkan, justru dapat memicu masalah yang lebih serius. Misalnya remaja melakukan hal yang sama kepada orang lain setelah mendapat perlakuan buruk di media sosial.
Dampak buruk lainnya adalah remaja rentan mengalami perasaan insecure. Insecure merupakan istilah untuk menggambarkan perasaan tidak aman yang membuat seseorang merasa gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Perasaan tersebut dapat terjadi karena para remaja umumnya menjadikan media sosial sebagai pembanding diri dengan orang lain sehingga dapat merusak kepercayaan diri. Baik perempuan maupun laki-laki kadang merasa penampilannya buruk saat melihat penampilan orang lain di media sosial. Seseorang akan cenderung membandingkan keadaan atau kondisi dirinya sendiri dengan orang lain. Padahal tidak semua yang terlihat di media sosial sama persis dengan kehidupannya saat ini.
Dalam frekuensi penggunaan yang singkat, tidak semua remaja merasakan dampak negatif dari media sosial seperti yang telah disebutkan tadi. Namun, menggunakannya secara berlebihan dan terus-menerus dapat mengakibatkan kecanduan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent di Inggris mengenai karakteristik psikologis, kepribadian, dan kaitannya dengan penggunaan media sosial menyimpulkan bahwa kecanduan media sosial termasuk gangguan mental yang bukan tidak mungkin membutuhkan perawatan profesional. Seseorang rentan mengalami kecanduan media sosial jika penggunaannya tak kenal waktu sehingga mengabaikan kehidupan pribadi. Tidak jarang media sosial dapat memengaruhi suasana hati, misalnya merasa cemas atau gelisah saat berhenti menggunakan media sosial.
Dampak yang diterima dari penggunaan media sosial sebenarnya tergantung pada pengguna itu sendiri. Kita harus cerdas dan bijak dalam memanfaatkan media sosial. Dengan begitu kita dapat membentengi diri dari dampak mengonsumsi media sosial terhadap kesehatan mental. Meskipun begitu, jangan sampai kita terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia online, sebab masih banyak aktivitas lain yang bisa kita lakukan selama di rumah saja.
Penulis: Rudiyaningsih
Editor: M. Wildan Fathurrohman