“Namaku Kaisar! Sang Penakluk Eropa!”
Euforia di awal acara sekejap menjadi muram dan sepi. Lampu menyorotkan cahaya merah ke tiga orang berpakaian bak bangsawan Romawi kuno. Dua wanita bergaun putih dan seorang pria dililit kain putih. Wanita di sisi kanan tertawa keras nan nyaring. Lelaki itu menegaskan ia adalah seorang Kaisar Romawi yang disegani seantero dunia dengan suara lantang. “Britania… Prancis… adalah saksi keagunganku!” Lelaki itu menaikkan suaranya dan membentangkan tangan. Perempuan di sisi kanan mengeluhkan betapa banyak korban yang gugur akibat peperangan. Musik terdengar keras saat amarah Kaisar dan kesenduan para wanita mencapai klimaksnya. Sang Kaisar menelungkup.
Sosok wanita perlahan mengangkat tangan dan menari mengelilingi sang Kaisar. Tarian mereka tajam seperti dua sisi mata pisau, anggun juga menyayat. Kemenangan begitu terasa saat Kaisar berteriak. Rasa pilu tergambar dari tarian. Atmosfer kembali memanas seraya kedua penari berhenti.
“Apa yang akan dilakukan?” Ucap salah satu dari mereka.
Kaisar berdiri, dua wanita melepaskan lilitan kain pada tubuh Kaisar bak Drupadi yang nyaris dipermalukan Kurawa.
“Ini adalah kesalahan apabila tabib tidak ikut berperang,” desah Kaisar. Mereka menari bersama. Sang Kaisar membentangkan kain dan memakainya.
“Tersenyumlah dan ikut berperang.” Kaisar kemudian duduk di lantai. Tarian mendayu nan menggoda masih dimainkan oleh kedua tabib perempuan tersebut. Puncak ketegangan diakhiri dengan suara lembut instrumen piano klasik yang diikuti oleh berdirinya Sang Kaisar dengan menatap langit-langit.
“Setiap pasukan harus ada tabib sehingga generasi selanjutnya tahu bahwa tabib penting dalam perang. Akulah pemilik Roma,” Ujar Kaisar lantang. Kemudian suasana berkamuflase menjadi cerah dan bahagia.
Demikian kilas balik dari aksi teatrikal yang dibawakan oleh Teater Kayuwangi. Komunitas yang didatangkan dari Klaten tidak hanya untuk tampil pada Grand Closing Olimpus 2021, tetapi juga ketika Grand Opening.
Auditorium UNS tampak megah dengan dekor bagai zaman middle age di bagian panggungnya. Setting tempat berbentuk letter U dengan interior bak gedung teater di masa lalu. Panggung menghadap selatan dan hiasan batu bata merah mempercantik dekorasi panggung malam itu. Ketika acara penutupan telah dimulai, keenam pembawa acara masuk dan menyambut para hadirin. Dampak pandemi membuat acara dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring). Acara ini diawali dengan sambutan Ketua Umum Olimpus 2021, Presiden BEM UNS, dan Dr. Sutanto, S.Si, DEA. Snippet dari acara ini adalah penampilan Teater Kayuwangi, Pemilihan Duta Kampus 2021, dan penganugerahan.
Olimpus merupakan agenda tahunan sejak 2018 yang dibawahi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS. BEM melakukan perombakan penyelenggaraan di tahun 2019 dengan menyerahkan kegiatan pada mahasiswa supaya mahasiswa lebih terlibat dalam event besar kampus.
“Ketika BEM membuka pendaftaran untuk panitia Olimpus, saya memang mendaftar di bagian ketua umum. Ada proses uji publik, seleksi, screening, dan lain-lain.” Jelas Alwan tentang perjalanannya sebelum menjadi ketua umum Olimpus 2021.
Ketika ditanya mengenai kendala dalam meng-handle di tengah keterbatasan, Alwan justru memuji kelebihan kemampuan rekan panitia. Ia yakin bahwa yang terpilih menjadi panitia pasti memiliki kekhasan diri dan fighting spirit untuk bekerja dalam tim. Kendala bagi Alwan sebenarnya adalah kendala nonteknis. Dia harus mengenal keragaman sifat panitia dan menyatukan perbedaan pemikiran agar menjadi satu frekuensi sehingga melahirkan tim yang solid.
Berbicara tentang effort, Alwan mengaku bahwa kelancaran Olimpus 2021 ini bukan berasal dari dirinya sendiri melainkan hasil kerjasama dengan segenap panitia. Bagian paling mengena dalam proses ini adalah bagaimana tim berjibaku dengan waktu dan melewati timeline yang seharusnya dilaksanakan Oktober 2020. Pada April 2020, panitia masih berusaha berpikir positif dan berekspektasi besar bahwa pandemi akan melandai. Ketika Oktober tiba, pandemi belum menurun. Mereka memutuskan untuk memundurkan jadwal dengan persiapan yang lebih matang. Alwan merasa ini titik di mana panitia mengeluarkan effort terbesar.
“Ibaratnya, ya, mereka semua rela meluangkan waktu yang awalnya Olimpus seharusnya bulan Oktober bergeser ke bulan Maret (sekarang). Ya mungkin, effort-nya berkorban waktu, tenaga, bisa jadi juga materi. Tapi tetap yang paling besar itu di masalah waktu, harus mundur 6 bulan untuk bisa melaksanakan Olimpus ini.” Ujar Alwan. Ia mengakui jika perencanaan event ini awalnya pada tahun 2020 tetapi bergeser menjadi Maret 2021.
Mengusung tema “New World View of Middle Age” atau “Wajah Baru Abad Pertengahan Eropa”, panitia berharap Olimpus dapat menjadi pelopor dalam perubahan perkembangan dunia walaupun berangkat dari sebuah wadah kecil yakni universitas. Maskot Olimpus 2021 pun juga terkesan implisit dan plot twist. Di awal, maskot ini terlihat seperti penyihir, tetapi sebenarnya adalah tabib abad 14-15. Saat itu Eropa sedang dilanda pandemi black death yang berakhir berkat black doctor. Pemaknaan black doctor dan pandemi black death merupakan koinsiden dengan kondisi dunia sekarang yang sedang terjangkit pandemi Covid-19. Alwan mengatakan bahwa maskot tak hanya soal penampilan, tetapi bagaimana pesan dari tema dapat dimaknai dan disampaikan secara sederhana.
Terakhir, tentunya Alwan memiliki harapan setelah pelaksanaan Olimpus 2021 ini berakhir bahwa sebagai bentuk advokasi yang ditawarkan pada para mahasiswa, Olimpus diharapkan dapat menjadi event yang berkelanjutan bagi mahasiswa sehingga memiliki ruang untuk berkreasi. Titik beratnya bukan pada seberapa meriah atau megahnya acara lalu terlupakan setelahnya, tetapi tujuan sesungguhnya adalah ketika acara tersebut sukses dan tim panitia berikutnya lebih aktif, kreatif, dan pastisipatif.
Penulis: Angelica Tiara Tivanka dan Guireva Gahara Nugrahasti
Editor: Aulia Anjani