Ilustrasi: Azzahra Healtiane N./LPM Kentingan

MENGGUGAT STIGMA TERHADAP ORAGANISASI MAHASISWA EKSTERNAL KAMPUS (OMEK)

Organisasi mahasiswa dapat dijadikan wadah untuk pengembangan diri seorang insan akademis, di mana seorang mahasiswa dapat menyalurkan minat dan bakat serta mengasah softskill atau hardskill. Organisasi Mahasiswa Eksternal Kampus (OMEK) menjadi salah satu organisasi yang cukup diminati oleh mahasiswa. Jenisnya pun beragam karena ada yang didirikan berdasarkan pemahaman agama, pandangan terhadap nilai-nilai nasionalisme, atau bahkan keduanya seperti HMI, KAMMI, IMM, PMII, GMKI, PMKRI, GMNI, LMND, FMN, dan sebagainya. Seiring dengan hal tersebut, banyak isu-isu miring mengenai organisasi mahasiswa eksternal kampus yang tidak kalah menarik. Orang awam melihat bahwa OMEK lekat dengan partai politik menyebabkan OMEK kehilangan tempat di internal kampus karena seringkali disingkirkan dari kehidupan mahasiswa bahkan menjadi hal yang cukup sensitif jika dibicarakan padahal OMEK termasuk organisasi yang independen. Tujuan dan arah geraknya pun tidak dapat diintervensi oleh siapapun, tak terkecuali oleh para alumni atau partai politik. Independensi OMEK inilah yang harus dijaga oleh para kader-kadernya agar muruah dari masing-masing OMEK tetap terjaga.

Banyak ketakutan dari internal kampus bahwa OMEK menerapkan politik praktis dengan membawa kepentingan OMEK ke dalam setiap kegiatan sehingga dapat mengganggu kondusifitas kampus. Mirisnya, ketakutan tersebut muncul dari orang-orang yang sama sekali belum pernah ikut salah satu OMEK apapun. Sementara itu, orang-orang yang mengaku anti OMEK setidaknya juga harus mengimbangi dengan mencari tahu sejarah, visi, hingga misi dari masing-masing OMEK. Sudah tidak relevan ketika kader OMEK dikucilkan dalam kehidupan kampus yang hanya didasari pada ketakutan-ketakutan yang tidak rasional, hanya berdasarkan ikut-ikutan dan berhenti pada tataran tidak suka. Perlu dikritisi bahwa keberadaan OMEK dalam kehidupan kampus seharusnya dijadikan sebagai tantangan bagi internal kampus untuk bersaing atau berkolaborasi demi terciptanya demokrasi kampus yang sehat. Bukan malah dijadikan sebagai ancaman yang serius, apalagi dengan membuat narasi yang tidak baik.

Tidak sedikit orang yang terkesan alergi dengan istilah politik sehingga yang perlu ditekankan di sini adalah dunia politik tidak melulu mengenai hal-hal yang negatif seperti apa yang telah menjadi stigma masyarakat saat ini. Politik bukan hanya mengenai kekuasaan, kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat dan kegiatan partai politik. Makna politik sangatlah luas dan pemaknaan setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pengetahuan dan pengalaman masing-masing orang. Tanpa disadari dalam kehidupan kita sehari-hari terlebih sebagai makhluk sosial tidak lepas dari politik karena interaksi antar manusia memiliki kecenderungan untuk saling mempengaruhi. Adapun contohnya ketika dosen memberikan tugas untuk mahasiswa sebagai pengganti kelas yang kosong dikarenakan dosen berhalangan untuk memberikan materi, maka pemberian tugas tersebut merupakan politik.

Menurut Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon atau manusia adalah hewan politik. Satu yang membedakan manusia dengan hewan bahwa manusia dianugerahi inteligensi dan akal budi sehingga dalam melakukan sesuatu tidak hanya didasari dengan nafsu. Istilah politik bermula dari kata polis yakni tempat segala sesuatu diputuskan dengan jalan nalar permusyawaratan. Dalam Politic karya Aristoteles disebutkan bahwa politik itu upaya manusia berkumpul (re: berorganisasi) untuk menciptakan kebijakan umum melalui sebuah pemerintahan dan konstitusi. Di sisi lain, Harold D. Lasswell menyebut bahwa politik itu tentang siapa mendapat apa dengan cara bagaimana. Sebuah organisasi dikatakan berpolitik praktis apabila organisasi tersebut berkaitan erat dengan kebijakan negara atau suatu kelompok politik. Mahasiswa sebagai insan akademis seharusnya menjaga jarak dengan politik praktis. Begitu juga dengan organisasi mahasiswa (baik eksternal maupun internal) dan kampus karena sejatinya kampus adalah tempat untuk menimba ilmu para akademisi, tempat para intelektual muda menciptakan berbagai inovasi dan tempat untuk berdiskusi.

Sejalan dengan apa yang sudah dijelaskan bahwa OMEK bersifat independen berarti tidak ada keberpihakan pada golongan tertentu baik secara individu maupun kelompok (organisasi). OMEK harus berpihak kepada kebenaran, objektivitas, kejujuran dan keadilan. Independensi tersebut merupakan bukti dari kemerdekaan untuk berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Sifat independen inilah yang menangkis stigma bahwa OMEK menjalankan politik praktis. Sebagian orang berpikir bahwa OMEK hanya ingin berkuasa di lingkungan internal kampus sehingga itulah yang menyebabkan sebagian orang membenci OMEK. Apakah ketika OMEK ingin berkuasa di lingkungan kampus lantas menjadi sebuah kesalahan? Padahal sah-sah saja karena kader dari OMEK juga merupakan bagian dari mahasiswa (internal kampus). Mereka juga berhak untuk memilih organisasi dan berdinamika di kampus. Bahkan yang menjadi ironi ketika diadakan pemira, banyak yang memilih untuk golput dengan alasan background calon pemimpin dari OMEK. Lawanlah OMEK dengan sesuatu yang konkrit apabila tidak ingin mereka berkuasa di internal kampus dengan cara mencalonkan diri dan merealisasikan wacana yang dianggap lebih baik.

Sejatinya OMEK merupakan organisasi kader dan organisasi pergerakan yang diharapkan dapat memegang peranan penting atau menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Kegiatan OMEK pada umumnya berupa pembinaan dan pengembangan terhadap kader-kadernya baik secara akademis maupun non akademis yang salah satunya di bidang politik. Pada penerapan politik diperlukan strategi dan cara berpikir yang kritis dengan melihat suatu permasalahan melalui berbagai perspektif yang berbeda. Para kader OMEK “ditempa” layaknya Jabang Tetuka yang diceburkan ke dalam kawah Candradimuka kemudian keluar menjadi Gatotkaca. Tentu harapannya agar tercipta seorang pemimpin yang mempunyai karakter kuat, mampu berpikir secara kritis dan berjiwa besar. Hasil dari perkaderan yang dilakukan OMEK dapat dilihat dari banyaknya alumni yang sedang atau pernah menempati posisi penting di berbagai sektor. Tidak hanya di sektor pemerintahan, tetapi banyak juga yang menduduki posisi penting dalam sektor perekonomian dan pendidikan (akademisi). Eksistensi OMEK dari dulu hingga sekarang terjaga dan dapat dikatakan luar biasa melalui sistem perkaderan yang dijalankan.

Seluruh mahasiswa baik yang mengikuti organisasi internal maupun organisasi eksternal kampus, sudah saatnya untuk duduk dalam suatu wadah diskusi dan saling bertukar gagasan. Perbedaan pemikiran merupakan hal yang wajar karena hal tersebut juga menjadi bagian dari dinamika kampus. Keduanya harus saling bersinergi untuk menciptakan demokrasi kampus yang sehat tanpa ada yang harus saling membenci. Apalagi dengan kebencian yang hanya didasarkan dari stigma terhadap suatu organisasi tertentu. Akan menjadi lebih bijak ketika memilih untuk saling beradu argumen bukan hanya beradu sentimen. Tidak ada alasan untuk saling membenci, mahasiswa harusnya sadar untuk memilih siapa yang menjadi musuh bersama. Mari bersama untuk menciptakan demokrasi kampus yang lebih sehat dan lebih luasnya untuk mewujudkan masyarakat adil makmur. Hidup Mahasiswa!

Penulis: Firzatulloh Irhab K.
Editor: M Wildan Fathurrohman

Firzatulloh Irhab Kautsar
Mahasiswa Ilmu Hukum 2018
firzatulloh9a@gmail.com