LPM Kentingan/Ayra Adlina Mahanani Zahra

Mekar Mantra di Ujung Setapak

4

Kembali ke rumah Simbok

Mengadu jagat kesah melucuti bising bentrok

Berkenaan dipecundangi buram suar setan membilar pada tajam yang elok

Perkara nekat ciut tak terurai merasuk relung sanggar di Jl. Lokaasmara

Ketersesatan mencari-cari rupa yang tak pernah menolak kala mengutuk lara

 

Jelas bukan temaram kunang tetapi kemancar petromaks

Bayangmu berlarian membelot pada hina paling klimaks,

daripada menunggu datangnya diriku yang telah membopong pot terracotta

telah paten rangkaian aksara namamu untukku, begitu pula sebaliknya

angan perajin decoupage mengukir mantra aguna memekar amor milik kita

 

Apatis mencekam meneriak-riak menggerogot harum hayat

Mengelak lakon tunggu terhanyut kabut subuh sepanjang setapak memandang … nyenyat

Tuan! Venus sesak menanti datangmu, kusemayamkan saja lembaran memoar sekarat

sebab aku penyair dan engkau … bacalah jiwaku sekujur …

sebelum terziarah polemik Alisjahbana pula Sanusi Pane kentara membias alirlebur

Purworejo, 2024

 

Obituary

Simbok memayu hayuning bawana. Kembangmu meredup terbit segera. Tumpukan jati sengon berkeledar. Menghangatkan edisi liburan rumah nenek. Tak sia meniti bara spektrum biru metalik. Aku mampu menangkapnya menyala-nyala pada serat membuih riang dalam tungku bertatak wingko lawas. Di atasnya ketel legit hitam memekati punggung tetapi resik dalamnya. Berair. Jatah campur-mencampur sagu mutiara, kolang-kaling, pokelan umbi jlegor, dan sebongkah gula jawa sejumput garam. Hujan gemah ripah loh jinawi membisu fantasi. Ku bertanya Simbok menjawab inilah kluwo surgawi.

Melayang kupu kumbang menyesap nektar bunga pace. Baskara mengagung indah komplementer jingganya menjelma biru langit.

Kicau blekok menertawaraya saban terik siang. Kiranya tertuju untukku kerana Tuan tak kunjung menunai (janji). Belingsat kau munyuk sawah. Ritta Rubby Hartland saja setuju. Tuhan maklum dan memaklumi. Oh Simbok … nasib begini begitu. Pelik merampas sukma yang tertawan…mencari akal kembali menggembala pengembaraan.

Padamulah manja memeluk kenangan kauaku bersua Mbok; aman-nyaman-tenteram.

Pijar senja menyebar wewangian rindu yang menguat. Bebek kecil bebek besar digiring menuju rumah. Pembajak harmoni alam naik ke pematang mendengar ingar-bingar sapaan Tuhan. Bujangan ngarit ditunggui piaraan. Menoreh atmosfer petang membekas pada tiap-tiap ruang tak berpintu membebas. Permai.

Lampu jalan di ujung pertigaan kian terus terang. Berpapasan dengan pandanganku menilik dari balik jendela terarah pada siluet pria, Tuan! Kabur-kabur-kabur-bur-bur-buram-hilang. Kudapati tetapi tiada raga ingin menyerui, hanya kertas tak bernama jadi bayaran jasa mencipta sajak-sajak. Hm. Senyum …

“Sanggar anggelar penawar.”

Purworejo, 2024

 

Tiara Nuraish, rontokan kamboja yang mencoba mewangi di tanah pemakaman.