Kentingan Journalism Week memasuki babak baru. Setelah tahun lalu sukses menggelar rangkaian acara jurnalistik, kini Kentingan Journalism Week 2023 memulai kembali acara pertamanya, yaitu seminar. Dengan mengusung tema besar “Menilik Kaidah Bahasa Jurnalisme”, seminar ini sukses digelar pada tanggal 13/04 kemarin. Berbeda dengan pelaksanaan acara tahun lalu, seminar tahun ini dilaksanakan secara luring di gedung F FKIP UNS. Tak sampai disitu, dua pembicara yang ahli dibidangnya pun telah berhasil digaet untuk mengisi acara utama seminar, yaitu Rini Yustiningtyas dan Imam Prihadiyoko. Keberjalanannya dibantu oleh moderator Tesalonika Ajeng, mahasiswa FISIP UNS yang menuntun acara utama.
Rini Yustiningtyas, Pemimpin Redaksi Solopos, menjadi pembicara pertama dengan membawa subtema “Jurnalisme Berbalut Estetika Kebahasaan”. Mulai dari kode etik yang perlu diperhatikan para jurnalis saat merilis suatu produk jurnalistik, hingga bahasa jurnalistik yang tidak kalah pentingnya. Kode etik jurnalistik sendiri memuat landasan profesional yang tidak seharusnya diabaikan dalam pembuatan berita, misalnya saja, “Ketika seorang anak melakukan pelanggaran hukum, apakah namanya dibuka atau ditutup? Oke, ditutup,” tutur Rini.
Lebih lanjut, Rini menjelaskan bahasa jurnalistik sendiri setidaknya menggunakan bahasa yang baku, baik, benar, dan demokratis. Sifat-sifat khasnya meliputi, singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik. Hal-hal inilah yang kemudian dapat menjadi sebuah bacaan yang mudah dicerna oleh pembaca produk jurnalistik. Tak hanya itu, Rini juga menyoroti adanya kaidah kebahasaan yang banyak diabaikan oleh media online karena mengikuti algoritma Search Engine Optimation (SEO). Misalnya saja terdapat berita yang menggunakan kata-kata yang sedang tren di beberapa platform sehingga tidak memperhatikan kata yang terdapat di KBBI. Rini pun mengungkapkan, “Ada di website itu yang dalam satu paragraf hanya satu kalimat,”.
Imam Prihadiyoko, Pemimpin Redaksi menara62.com dan Ketua Umum Perhimpunan Jurnalis Indonesia, menjadi pembicara kedua dengan membawa subtema “Menjajaki Pengabaian Keilmuan Bahasa pada Media saat Ini”. Pada pembahasan subtema ini, Imam berbicara mengenai bahasa media, menulis cepat dan akurat, hingga tips atasi mati angin (mencari ide). Imam banyak menyenggol tentang kesalahan berbahasa yang kerap terjadi di pemberitaan media massa saat ini. Selain itu, Imam bertanya tentang langkah menulis cepat dan akurat kepada para audiens. Imam menuturkan langkah yang pertama adalah membaca, barulah ia membeberkan langkah selanjutnya, “Jika saya katakan langkah yang kedua adalah membaca, maka apa langkah ketiganya? Ya, membaca,” ujarnya.
Lebih lanjut, salah satu pembahasan yang mendapat banyak sorotan adalah tips mengatasi mati angin yang beberapa diantaranya adalah, “5W1H (What, Who, When, Where, Why, dan How), dan membaca buku, berimajinasi, melakukan sesuatu yang gue banget,” tutur Imam. Pada keempat tips, 5W1H menjadi peranan yang penting, terutama dalam produk jurnalistik. Tips 5W1H ini menjadi landasan ketika wartawan hendak merilis suatu berita. Sebab informasi akan terasa lengkap ketika keenam unsur tersebut terpenuhi dalam suatu penulisan. Selain itu, membaca buku tentu dapat membantu jurnalis kembali menemukan ide-ide bahasa dan tulisan, imajinasi membantu memiliki cara berpikir yang lebih luas dan dalam, melakukan sesuatu yang gue banget tentu dapat membantu memberikan jeda dan motivasi sebelum kembali lagi menulis.
Dalam closing statement-nya, Imam Prihadiyoko menuturkan, “Kita mahasiswa bisa salah, tapi jangan jadi mahasiswa yang bodoh,”. Pernyataan ini sekaligus menutup acara utama seminar di siang hari itu. Acara seminar ini menjadi rangkaian acara pertama yang telah sukses digelar, selanjutnya masih terdapat acara kompetisi dan bootcamp yang akan menjadi pelengkap dalam Kentingan Journalism Week 2023. Tak sampai disitu, KJW 2023 akan ditutup dengan acara awarding untuk mengapresiasi para pemenang kompetisi sebelumnya.
Penulis: Alifia Nur Aziza
Editor: Lutfiyatul Khasanah