Judul buku : The Old Man and The Sea
Penulis buku : Ernest Hemingway
Penerbit : NARASI, 2019
Penerjemah : Deera Army Pramana
Tebal buku : 162 halaman
Aku menjaganya dengan baik. Hanya saja aku lagi tak punya keberuntungan. Tapi siapa tahu? Mungkin hari ini. Setiap hari adalah hari yang baru. Memang lebih baik kalau beruntung. Tapi aku lebih suka menjadi tepat. Sehingga saat keberuntungan datang kau sudah siap. (hlm.39)
Bertahun-tahun The Old Man and The Sea dikenang orang sebagai karya sastra klasik versi baru karena penulisannya yang khas. Ernest Hemingway adalah seorang penulis dan jurnalis asal Amerika Serikat. Ia telah menorehkan beberapa karya dan yang paling fenomenal adalah The Old Man and The Sea. Bahkan dari karya ini Hemingway berhasil menyita perhatian dunia dan meraih Pulitzer Prize di tahun 1952, serta di tahun 1954 ia mendapatkan Nobel Prize dalam bidang sastra.
Karya-karya Hemingway selalu dramatik, punya narasi deskripsi yang kuat, serta mampu mengusung penggambaran situasi yang sempurna. Membaca novel ini kita akan dibuai dengan gaya penulisan yang tenang dan mengalir, jalan cerita terasa teratur, sifat-sifat tokoh utama tergambar jelas dengan penuturan yang tidak terburu-buru.
Guna menamatkan keseluruhan isi buku ini, pembaca tidak perlu menghabiskan banyak waktu kerena hanya terdiri dari 162 halaman. Dari segi desain dan ukuran, The Old Man and The Sea bisa masuk dalam kategori buku saku dan fleksibel dibawa kemana-mana. Buku terbitan Narasi yang diterjemahkan oleh Deera Army Pramana ini memiliki desain sampul yang cukup menarik dengan perpaduan warna emas dan coklat kemudian dibubuhi ilustrasi Santiago ketika berjuang melawan ikan raksasa hasil tangkapannya.
The Old Man and The Sea mengisahkan kehidupan dramatik persahabatan Santiago si pria tua dan Manolin bocah kecil 5 tahun yang dulu pernah ikut membantunya menangkap ikan dan berlayar di laut. Kisah ini memang sangat inspirasional. Banyak pesan moral yang didapatkan, ada kebersahajaan, kesabaran, kekuatan hati, serta semangat yang tak pernah menyerah pada keadaan.
Sosok Santiago, meskipun sudah tua namun pantang menyerah memberikan kekuatan dan gambaran bagi para pembaca agar tetap mampu bertahan di segala badai kehidupan. Santiago memang merupakan sosok laki-laki yang “bisa dihancurkan tapi tidak bisa ditaklukkan”. Tidak peduli apapun hasilnya, sosok Santiago menginspirasi kita untuk tetap berjuang sampai ke titik darah penghabisan.
Santiago juga merupakan laki-laki aneh yang rendah hati dan berpendirian teguh. Dia bukanlah tipikal orang yang suka dikasihani, selalu optimis meskipun ketidakberuntungan sudah jelas di depan mata. Selama 40 hari Santiago mengarungi lautan untuk menangkap ikan, tetapi tak ada satu pun ikan yang menyangkut di kailnya. Santiago tetap berpegang teguh dan melanjutkan pencarian ikannya hingga hari ke 85, tetap berlayar ke tengah Samudra Atlantik serta tidak menghiraukan ejekan nelayan lainnya.
Buku yang pernah mendapatkan Nobel Prize ini membuat pembaca sedikit mengerti betapa sulitnya perjuangan di masa tua. Bagaimana lika-liku untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dalam hal ini digambarkan Santiago yang beberapa hari berjuang dengan jala dan jari tangannya yang mulai kaku karena tarik ulur benang kail selama berhari-hari di laut lepas. Hal ini mengajarkan bahwa untuk mengejar cita-cita yang kita inginkan memang butuh pengorbanan. Di sisi lain juga diperlukan dorongan doa dan keyakinan dari dalam diri sendiri. Santiago ketika berjuang sendirian melawan ikan juga tak lupa berdoa kepada Tuhannya.
“Aku memang tak taat agama,” katanya. “Tapi aku akan mengucapkan sepuluh Bapa Kami dan sepuluh Salam Maria karena aku harus menangkap ikan ini. Aku berjanji akan menempuh perjalanan ibadah ke Virgin of Cobre jika aku berhasil menangkapnya. Itu adalah janjiku.”
Di akhir cerita, Santiago berhasil mengalahkan ikan marlin raksasa, tetapi tak berhasil membawa ikan besar itu secara utuh. Kapalnya dalam kondisi rusak parah, nemun masih cukup beruntung untuk mampu membawanya pulang beserta kepala dan ekor ikan tersebut. Hal ini secara langsung membuat para nelayan takjub kepada Santiago.
“Sungguh ikan yang luar biasa,” sang pemilik teras berkata. “Belum pernah ada ikan seperti ini. Kemarin pun kau menangkap dua ikan yang bagus namun tak sebesar itu.” (hlm. 157)
Kisah Santiago bersama perahu kecilnya, laut lepas serta hasil tangkapan berupa kepala dan ekor ikan marlin raksasa memberikankan bukti bahwa ia adalah pelaut ulung sejati yang tak kenal kata menyerah. Santiago mengajarkan bahwa kesabaran dan kegigihan dalam mengarungi badai kehidupan tak akan pernah berakhir sia-sia.
Secara keseluruhan, bahasa yang digunakan dalam cukup sederhana dan mudah dipahami. Namun, ketika menuju inti cerita bahasanya agak mblibet dan ceritanya cenderung monoton. Selain itu, terdapat banyak kata yang agak asing di telinga pembaca awam, mungkin juga karena ini adalah novel terjemahan. Oleh karena itu, tidak direkomendasikan buku ini untuk dibaca oleh pembaca pemula.
Selain banyak istilah yang awam, alur cerita yang terkesan seperti dokumenter perjalanan panjang Santiago tentang kesulitannya ketika menangkap ikan marlin raksasa sendirian juga rentan menyebabkan kebosanan. Namun, untuk penggemar cerita-cerita klasik buku ini mungkin akan menjadi pilihan tepat untuk dijadikan bahan bacaan karena kisah di dalamnya mengandung banyak makna terselubung.
Membaca buku ini mengajarkan kita banyak hal tentang kehidupan, mulai dari karakter bocah kecil Manolin yang sangat peduli kepada Santiago. Hingga sosok Santiago sendiri yang pantang menyerah menghadapi badai kehidupan.[]