Foto: M Irfan Julyusman/LPM Kentingan

MAHASISWA UNS NYALAKAN 100 LILIN UNTUK MUNIR

BEM Fakultas Hukum UNS mengadakan “Aksi 100 Lilin” memperingati meninggalnya aktivis HAM, Munir, di Boulevard UNS pada Selasa (7/9) malam. Lebih dari dua ratus peserta baik dari lembaga maupun independen mahasiswa UNS mengikuti aksi ini dengan pakaian serba hitam. Mereka membawa poster bertuliskan “MUNIR TIDAK MATI”, “KAMI ADA DAN BERLIPAT GANDA”, “Masih ingat dia? Dia menjadi ‘rahasia’ negaranya dengan bayaran NYAWA”. Spanduk orasi dan foto munir dalam pigura yang dikelilingi lilin menyala juga terlihat di depan masa aksi.

Kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada Munir Said Thalib, aktivis HAM pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Direktur Eksekutif Imparsial, merupakan kasus besar yang pernah terjadi di Indonesia. Munir yang kala itu melakukan perjalanan dari Singapura ke Amsterdam untuk melanjutkan studi pascasarjana pada 7 September 2004, diracuni dengan arsenik yang diduga dimasukkan ke dalam makanannya saat berada di pesawat Garuda GA-974 hingga akhirnya meninggal dunia. Kasus ini dapat dikatakan belum tuntas meskipun saksi dan tersangka sempat dihadirkan.

Penyelidikan masih menyisakan tanda tanya besar terkait motif pembunuhan dan dalang dari kejadian tersebut yang masih menjadi misteri sejak tujuh belas tahun lalu. Pollycarpus Budihari Priyanto, eks pilot maskapai Garuda Indonesia, yang merupakan tersangka pembunuhan sempat dipenjara delapan tahun hingga dinyatakan bebas murni pada 2018 dan meninggal pada 2020. Hal ini menjadi pertanyaan dan ironi tersendiri dalam sejarah penegakan HAM di Indonesia dan selalu diingat hingga saat ini. Terbukti banyak elemen yang memperingati dan mengenang kasus tersebut serta menuntut pengusutan tuntas. Sama halnya dengan BEM FH UNS yang mengadakan “Aksi 100 Lilin” ini mewakili suara mahasiswa.

“Tujuan (aksi) lebih kepada mengingat kembali bahwa sudah tujuh belas tahun Munir belum bisa mendapat keadilannya. Tujuh belas tahun kasus ini masih belum terselesaikan dengan baik,” ujar Bayu Baron Sukasena selaku Humas Aksi 100 Lilin. Bayu juga menuturkan konsep aksi yang diadakan di malam hari sebagai simbolik untuk menerangi gelapnya HAM atau gelapnya penindasan HAM yang ada di Indonesia. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mengenalkan bahwa aksi tidak selalu anarkis dan bukanlah sebuah hal yang buruk, utamanya kepada mahasiswa baru Fakultas Hukum angkatan 2021 yang turut hadir dalam aksi. Waktu aksi di malam hari juga dipilih agar tidak panas seperti aksi-aksi yang biasanya dilakukan siang hari.

Acara dimulai dengan menyanyikan “Mars Mahasiswa” dan “Darah Juang” bersama-sama. Kemudian dilanjut dengan menyalakan lilin yang dibagikan oleh penyelenggara aksi dan berdiam diri dengan tenang selama 10 menit untuk berdoa dan merenung. Sementara itu, disediakan pula panggung bebas bagi peserta aksi untuk berorasi. Peserta aksi menyuarakan pendapatnya dengan lantang di depan peserta lainnya. “Munir terbunuh karena membela hak-hak rakyat Indonesia,” orasi Adzkia, salah seorang peserta aksi.

Monica Dwi Cahyani, peserta aksi, mengatakan bahwa keikutsertaannya sebagai wujud penting mahasiswa menghargai apa yang dilakukan Munir dan kasusnya yang belum bisa diungkap hingga sekarang. Mahasiswa dapat menyuarakan hak-hak yang menurutnya benar dan perlu. “Pengen kebebasan berpendapat yang bener-bener bebas karena kita negara yang bebas berpendapat,” tambah Monica.

Aksi dirancang dengan membentuk formasi angka 17 dari barisan peserta sebagai penanda tujuh belas tahun meninggalnya Munir secara tidak adil. Namun demikian, formasi tidak terlalu terlihat karena jumlah peserta yang hadir melebihi estimasi dan api lilin terhalau angin. Selayaknya gerakan mahasiswa lainnya, eskalasi terhadap isu ini juga dilakukan. Dari aksi yang diinisiasi oleh BEM FH, kedepannya akan diadakan aksi dan gerakan dari fakultas lain. Selain itu, di akhir September direncanakan akan ada gerakan dan aksi gabungan oleh berbagai lembaga.

Meskipun perizinan kegiatan sedikit rumit karena harus menghubungi beberapa pihak, termasuk satgas Covid-19 Solo. Namun, acara berjalan dengan lancar dengan penerapan protokol kesehatan sehubungan dengan pandemi Covid-19. Panitia menyediakan masker dan handsanitizer serta mengimbau kepada peserta aksi untuk menjaga jarak. Aksi ini ditutup pada pukul 19.30 WIB dengan damai dan masa aksi membubarkan diri dengan tertib.

Penulis: Ade Safana Alawiyah
Editor: M Wildan Fathurrohman