Rabu (28/07), BEM UNS melaksanakan konsolidasi dengan mengundang seluruh mahasiswa UNS yang dihadiri setidaknya 14 lembaga melalui Zoom Meeting. Secara garis besar konsolidasi membahas mengenai opsi yang diberikan oleh pihak universitas kepada BEM UNS agar mahasiswa mengadakan suatu Forum Group Discussion (FGD) terlebih dahulu sebelum melaksanakan audiensi bersama dengan pihak rektorat secara terbuka.
Opsi FGD yang diberikan oleh pihak universitas kepada BEM ini memiliki tujuan agar pihak universitas dapat memberikan jawaban pasti saat audiensi. Namun sayangnya niat yang dilayangkan pihak universitas mendapat berbagai penolakan dari mahasiswa. Perwakilan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis menuturkan pendapatnya bahwa kebijakan pihak rektorat meminta diadakan FGD sebelum audiensi bukanlah hal yang bagus. “Hal itu sebenarnya hanya bertujuan untuk mengulur waktu dan menurunkan tensi mahasiswa,” ungkapnya. Ia juga menyarankan agar langsung diadakan audiensi saja tanpa FGD terlebih dahulu.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Tekwo, Mahasiswa Fakultas Pertanian, ia mengusulkan untuk langsung diadakan audiensi bersama rektorat. Menurutnya, ketika dilaksanakan FGD terlebih dahulu, tuntutan-tuntutan yang diberikan akan cenderung mudah ditepis ketika audiensi dilaksanakan. Jadi seolah pihak rektorat enggan untuk disalahkan. Di akhir sesi forum konsolidasi terbuka, pihak BEM UNS menegaskan kesepakatan forum bahwa audiensi akan dilakukan secara langsung, tanpa melalui FGD terlebih dahulu. Kemudian, audiensi terbuka bersama dengan rektorat akan dilaksanakan secepatnya.
Audiensi Bersama Rektorat
Audiensi bersama Rektorat yang dihadiri jajaran wakil rektor, kepala biro akademik, direktur akademik, serta para dekan fakultas telah dilaksanakan pada Sabtu (31/07). Kegiatan tersebut dimoderatori oleh Egisa Ellen Angeline dengan agenda policy brief terkait keringanan UKT, keringanan pascasarjana, keringanan masa pandemi, dan KKN MBKM.
Poin pertama mengenai keringanan UKT bagi mahasiswa sarjana dan pascasarjana, dalam pelaksanaan kebijakan tersebut terdapat berbagai permasalahan sebagai berikut:
a) Banyaknya mahasiswa yang belum diterima pengajuan keringanan UKT oleh pihak kampus.
b) Tenggat waktu antara pembayaran ukt dan pengajuan keringanan ukt dinilai terlalu mepet.
c) Tidak ada Surat Edaran resmi dari Universitas menjadi alasan bagi fakultas tidak ingin mengurus proses keringanan UKT mahasiswa Pascasarjana.
Perihal permasalahan banyaknya pengajuan UKT yang belum diterima tersebut, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Yunus menyampaikan bahwa pihaknya bersama direktur akademik akan segera menindaklanjutinya. Beliau juga menegaskan bahwa kajian mengenai keringanan masa pandemi sama sekali tidak bisa diterima karena hasil kajian tersebut salah dan tidak sesuai dengan kenyataan yang sudah terjadi saat ini. “Keringanan pandemi tetap berjalan dan berlaku. Dasarnya SK Rektor tahun 2020 Nomor 18. Selama masa pandemi, SK Rektor itu tetap berlaku,” tegasnya.
Tomy selaku Kepala Biro Akademik pun menanggapi dan mengatakan bahwa keringanan masa pandemi telah diintegrasikan dengan keringanan reguler. Dalam artian keringanan reguler termasuk di dalamnya adalah keringanan pandemi. Yunus juga menegaskan pernyataan tersebut dan mengatakan, “Walaupun di siakad pengajuan itu tidak ada, tetapi kebijakan itu tetap berlaku. Terutama bagi mahasiswa yang orang tuanya meninggal.”
Berdasarkan pernyataan Yunus tersebut, Shabrina Ina memberikan masukan secara tegas agar pihak universitas membuka kembali akses pengajuan keringanan pandemi di siakad. Penegasan tersebut pun akhirnya mendapat persetujuan dari kepala biro akademik.
Poin lain yang dibahas dalam audiensi tersebut adalah kebijakan KKN MBKM. Adapun rumusan masalah yang disampaikan dalam policy brief ada 3 poin, yaitu:
1) Terdapat kesalahpahaman dikalangan mahasiswa bahwa KKN Reguler dihapus dan digantikan dengan KKN MBKM.
2) Kesulitan informasi yang didapat oleh mahasiswa terkait rekognisi SKS dalam program KKN MBKM.
3) Kesulitan komunikasi mahasiswa dengan pihak UP KKN dan LPPM karena rendahnya respons instansi tersebut dalam menjawab pertanyaan yang diajukan mahasiswa melalui grup KKN di Telegram.
Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Yunus, menolak rekomendasi mengenai KKN yang diberikan oleh mahasiswa tersebut dengan alasan informasi mengenai KKN sudah dijelaskan berkali-kali. Ia menjelaskan, “Dulu namanya KKN, sekarang ada perubahan besar, yaitu Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Itu ada sembilan aktivitas salah satunya, yaitu KKN tematik atau membangun desa. Kita punya jargon ‘UNS Membangun Desa’. Kita arahkan ke sana. Katanya kampus rakyat, kampus rakyat itu membela rakyat, ndandani rakyat, mensejahterakan rakyat.” tuturnya.
Direktur Akademik, Susanto Sastraredja, mengungkapkan bahwa KKN di masa pandemi ini pada hakikatnya sudah dikelompokkan dengan sangat baik oleh UP KKN berdasarkan domisili terdekat. Beliau juga menambahkan bahwa kondisi pandemi membuat pihak rektorat sedikit kesulitan dalam berkomunikasi serta melayani ribuan mahasiswa secara online dikarenakan kampus berkali-kali lockdown.
Di akhir sesi, Zakky selaku Presiden BEM UNS menyampaikan keberatannya berkaitan penyampaian pihak rektorat yang cenderung menghakimi mahasiswa tidak mau mengikuti KKN MBKM. Sebenarnya mahasiswa tidak mempersalahkan KKN yang sedemikian rupa, tetapi mereka mempersalahkan sistem KKN yang dipaksakan. Mahasiswa juga mengharapkan supaya kampus tidak menghadirkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya prematur dan komprehensif. Zakky juga menegaskan, “Teman-teman dari mahasiswa UNS juga tidak alergi KKN, tetapi alergi dengan sistem yang tidak jelas,” pungkasnya.
Penulis: Rama Mauliddian Panuluh, Rizky Nur Fadilah, dan Windy Meiasanti
Editor: Aulia Anjani