Kurikulum di Dalam Sebuah Diskusi

Tak seperti biasanya, siang itu (6/5) sekre tampak penuh, ramai. Di bagian selatan ada beberapa orang ‘angkatan tua’ yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Di sisi barat ada segelintir pengurus yang juga sedang menyibukkan diri. Sedangkan di sayap timur ada beberapa orang yang terlihat asing bagiku. Mereka tidak tampak seperti anggota baru.

Setelah beberapa saat, aku baru mengetahui ternyata ada agenda lain di LPM Kentingan hari itu. Orang-orang asing itu rupanya adalah pengurus Pehimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Jogja yang berkunjung untuk membahas kegiatan PPMI di Solo. Aku pikir diskusi akan diundur waktunya. Tapi ternyata diskusi tetap berjalan seperti biasa di sekre, sedangkan pertemuan PPMI berlangsung di lantai 3 Grha UKM.Diskusi rutin tetap berjalan ramai walaupun beberapa mengikuti pertemuan PPMI. Ada sepuluh orang yang masih berada di sekre untuk mengikuti diskusi.

Pukul setengah 2 lebih diskusi kubuka, molor seperti biasa. Tapi untunglah tidak terlalu lama. Tanpa banyak berbasa-basi, acara langsung kuserahkan pada pembicara, Elok. Elok berbicara panjang lebar mengenai pergantian kurikulum, tema diskusi kali ini. Rupanya ia sudah sangat menguasai materinya. Penjelasannya berakhir pada pertanyaan: efektifkah pergantian kurikulum yang ada di Indonesia saat ini?

Berbagai pendapat pun muncul dari pertanyaan itu. Ada yang kontra terhadap pergantian kurikulum, tapi tidak sedikit juga yang pro. Ada juga yang sekadar bertanya kepada pembicara untuk ikut meramaikan diskusi.

Pembicaraan mengenai kurikulum, akhirnya meluas sampai sumber daya manusia yang menerapkan kurikulum tersebut, yakni guru. Dalam diskusi kali ini banyak pendapat yang seakan memojokkan para guru sebagai pendidik yang tidak bisa menerapkan kurikulum dengan baik. Hasilnya akan tetap sama saja walaupun kurikulum sudah diganti berkali-kali.Guru seharusnya mampu meningkatkan kinerjanya untuk menerapkan kurikulum dengan maksimal. Kebanyakan guru yang praktis tidak ingin berganti metode mengajar dengan dalih siswa akan repot mengikuti pergantian itu terus-menerus.

Sebaliknya ada pendapat yang justru malah memojokkan siswa yang dinilai tidak mau capek mengikuti tuntutan kurikulum yang mengharuskan siswa untuk aktif. Beberapa guru yang telah menerapkan kurikulum secara baik mengalami kendala pada siswanya yang pasif. “Ah, gue males praktikum-praktikum apaan,” tukas Haris yang menilai bahwa siswalah yang perlu ditingkatkan kinerjanya.

Hendy,-salah satu mantan pengurus Kentingan- yang melihat diskusi yang semakin meluas ini berusaha untuk mengembalikan kepada topik awal. Tapi sayangnya, usahanya tidak disambut oleh peserta lainnya sehingga diskusi sempat hening sesaat. Tak berapa lama muncul pertanyaan dari Rina untuk menghidupkan diskusi kembali. Pembicara dengan sigap menjawab pertanyaan itu yang kemudian ditanggapi lagi oleh peserta yang lainnya.

Suasana menjadi hening kembali saat jam menunjukkan pukul 14.50. Karena kupikir tidak ada lagi pemicu untuk peserta mengeluarkan pendapatnya lagi, maka kuputuskan menutup diskusi. “Kurikulum akan menuahkan hasil yang baik jika terjadi keseimbangan antara teori yang terdapat dalam kurikulum dengan penerapan yang dilakukan oleh guru dan siswa,” closing statement dari Elok menutup diskusi jumat ini. Aku mengumumkan tema diskusi untuk minggu depan, berharap akan kembali ramai seperti hari itu.

Ayu Ahsanu Amala