Oleh: Satya Adhi
Seminggu yang Lalu
“PERJALANAN cinta telah membuatku berada di titik ini, Dab. Titik di mana aku menjalani hidup dengan gairah yang luar biasa setiap harinya. Darahku serasa melonjak-lonjak dan aku yakin akan hidup selamanya.”
Si Dab hanya mengerutkan dahi keheranan. Alih-alih bergairah, kantin Mbok Jum siang itu justru terasa sangat gerah. Sumuk. “Kowe napa tha, nde? Sehat kan? Wis periksa ning Jurug?” Tanya Dab kepada Koplo, temannya yang baru seminggu jadian dengan Jannah –ukhti paling unyu se-Enha yang sudah setahun jadi bribikan Koplo.
“Ah, kau tidak pernah merasakan letupan buih asmara di dadamu, sih. Bayangkan, Dab. Setelah setahun berpeluh-peluh aku menanti kepastian, Jannah si bidadari surgawi itu akhirnya klepek-klepek sama lelaki duniawi macam aku.”
“Iya… selamat, lur. Enggak sia-sia setiap pagi awakmu ikut kajian rutin di Enha, puasa Senin Kamis, salat subuh berjamaah di masjid, sambil terus ngode doi lewat update-an instastory-mu yang melulu nyekrinsyut postingan @okenikah. Kesalehanmu yang baru berumur setahun jadi nga sia-sia. He-he.”
“Nyindiiirrrr terooossss,” Koplo jadi merasa makin sumuk. “Dab, kamu harusnya sumringah dan legawa kalau temanmu yang satu ini sukses memungkasi kesendirian.”
“Hasyah! Paling si Jannah cuma mbok jadiin uji coba kayak cewek-cewek lain sebelum dia. Aku tahu lagakmu, Plo. Motivasimu ndeketin cewek tuh sama kayak motivasi mahasiswa baru kalau mau masuk UKM: cari pengalaman.”
“Yang ini beda, wahai saudaraku yang kucintai karena-Nya. Makanya aku mau minta tolong sama kamu, Dab.”
“Minta tolong apaan?”
“Gini. Minggu depan kan kita bakal mengerjakan salah satu tri dharma perguruan tinggi untuk mengabdi kepada masyarakat lewat program…”
“KKN,” potong Dab dengan wajah datar.
“Yak, tul! Nah, aku dan Jannah kan bakal ldr-an untuk sementara. Soalnya aku KKN di Karanganyar dan Jannah di Blora. Karena kamu juga KKN di Blora, apalagi satu kelompok bersama Jannahku terkasih, aku minta kamu menjaga Jannah dari godaan para lelaki genit yang terkutuk.”
“….”
“Pie, Dab? Tolonglah. Aku khawatir Jannah bakal diapa-apain sama begundal desa atau di-bribik sama teman KKN lain yang tampangnya mesum itu.”
Dab pura-pura berpikir lama, menggamit dagunya dengan telunjuk dan jempol. Setelah menatap Koplo berkali-kali, ia mengiyakan permintaan temannya yang satu itu sembari tersenyum dalam hati.
Tiga Minggu Kemudian
DILIHAT dari sudut mana pun, Jannah memang perempuan paling manis se-kelompok KKN-nya. Ia adalah perpaduan spektakuler antara keluguan dan kejudesan watak yang dibungkus kecantikan ilahiah. Dab sadar betul hal ini. Makanya, sejak mula tahu kalau Jannah ada di kelompok KKN-nya, Dab yang semula menganggap KKN adalah program mubazir, mendadak semangat setiap kelompok mereka berkumpul.
Setelah sekira dua minggu cari perhatian di hadapan Jannah, kesampaian juga Si Dab berduaan dengan Jannah. Malam itu, Dab dan Jannah baru saja selesai sembahyang Isya di masjid sekitar pukul sembilan. Mereka kebagian jatah beres-beres makan malam. Selain itu, Jannah agak enggan sembahyang di rumah kelompoknya karena terkesan jorok dan sumpek.
“Assalammu’alaikum, Jannah,” Dab yang biasanya misah-misuh itu mendadak mengucap salam.
“Wa’alaikumussalam, Dab. Baru selesai salat ya?” Duh, suaranya yang medok-lugu itu masih terdengar gurih di cuping telinga.
“Iya, Nah. Capek juga ya beberes bekas makannya anak-anak.”
“Iya. Untung aku sudah biasa kerja beginian. He-he.”
Dab si mahasiswa begundal dan Jannah si bidadari surgawi berjalan perlahan. Berdua. Cuma berdua. Beberapa kali mereka menyapa warga setempat yang melintas.
“Dab, aku kok curiga sama Koplo ya?” Jannah mendadak bertanya demikian.
“Curiga bagaimana, Nah?”
“Aku curiga Koplo menaruh intel di kelompok kita. Buat memuaskan hasrat posesifnya kepadaku gitu. Soalnya setiap kegiatanku KKN, Koplo selalu tahu. Padahal aku enggak pernah cerita sama dia.”
Dab mulai berkeringat dingin. “Mungkin karena kalian ‘pengantin’ baru, jadi Koplo berusaha menaruh perhatian lebih ke kamu. Wajar lah….”
“Pengantin apaan, sih,” Jannah terdengar agak ketus. “Aku juga belum tahu mau berapa lama sama dia.”
Mata Dab berbinar terang, seterang lampu neon di pos siskamling yang baru saja mereka lewati. Akhirnya, ada juga peluang untuk mengeksekusi rencana yang sudah ia siapkan.
“Ehm, anu, Nah. Kamu tahu enggak sih, siapa Koplo sebenarnya?”
“Sebenarnya gimana, Dab? Setahuku dia orang yang relijies dan enggak apatis-apolitis. Ya… kayak akhi-akhi Enha pada umumnya.”
“Wah, sialan si Koplo!”
Jannah terlihat kebingungan. “Kenapa sih Dab? Koplo kenapa memangnya?”
“Nah….” Koplo dan Jannah berhenti berjalan. Mereka bersitatap tajam di pinggir gang desa yang sunyi, di tengah udara dingin yang entah kenapa terasa panas. “Sebenarnya….”
“Sebenarnya apa, Dab?”
“Sebenarnya….” Dab kembali memutus kalimatnya. Berusaha terlihat berat hati.
“Dab…?”
“Sebenarnya, Koplo itu pro penista agama.”
“Astagfirullah,” Jannah menutup mulutnya yang menganga. “Kamu tahu dari mana, Dab?”
“Dia sendiri yang cerita sama aku. Dia bilang kalau Front Pembela Ilahi dan akun-akun Cyber Army-nya itu lebay karena terlalu kontra sama si penista agama. Dia juga menandatangani dan membagikan petisi online yang meminta si penista agama dibebaskan.”
“Enggak mungkin, Dab. Aku enggak pernah lihat dia nge-share petisi kayak gitu di Facebook atau Twitter-nya.” Jannah masih berusaha menutupi kekecewaan.
“Koplo pakai second account, Nah.”
“….”
“Selain itu, di second account-nya, Koplo juga menghujat akun-akun para laskar yang getol banget supaya dua komika penista agama dibui. Aku sendiri enggak habis pikir kenapa Koplo bisa sekafir dan munafik itu.”
Jannah menangis sesenggukan. Dab berusaha menenangkannya tanpa sedikit pun menyentuh apalagi merangkul Jannah. Maklum, belum muhrim.
Malam itu juga Jannah minta putus dari Koplo. Dan seterusnya, Dab dan Jannah terlihat makin lengket-ket-ket.
Seminggu Selepas KKN
KOPLO tak sengaja bertemu Dab di kantin Mbok Jum.
“Juuuaaancuuuk, kowe Dab!!!”
Kantin Mbok Jum benar-benar gerah porak-poranda siang itu.[]
Satya Adhi.
Pjalankaki. Hobi menyampul buku dan kerap membuang kata-kata ke pjalankaki.blogspot.com. Surel: adhii.satya@gmail.com