Ilustrasi: Ayra Adlina Mahanani Zahra/ LPM Kentingan

Krisis Sosialisasi: Sudahkah Informasi Pemira UNS 2022 Menjamah Seluruh Mahasiswa?

Sebelumnya izinkan saya menyampaikan sekelumit kata yang mungkin terlalu banyak sok tahunya ini. Saya rasa beberapa dari teman-teman yang membaca pasti sudah tahu arah dari tulisan saya ini. Ya jelas mengenai acara geden (geden: besar-besaran) yang penyelenggaraannya gak cuma di UNS saja, di universitas lain juga ada. Sudah tahu? Mosok belum tahu? Yo ndak mungkin. Setidaknya pernah dengar gitu, lah.  Pemilihan Raya (Pemira) UNS 2022, siapa sih anak UNS yang gak tahu? Awalnya saya juga berpikir demikian. Acara dengan pengaruh yang ‘katanya’ begitu besar terhadap demokrasi kampus, rasa-rasanya gak mungkin kan kalau ada mahasiswa UNS yang tidak tahu. Namun, kenyataannya di kampus kita tercinta ini, hal tersebut adalah sesuatu yang mungkin.

Berangkat dari notifikasi pesan WhatsApp yang muncul dari ponsel saya, datanglah pesan ‘perintah’ yang isinya arahan mengenai jadwal pemungutan suara lengkap dengan tata cara voting paslon capres cawapres BEM dan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM) UNS 2023. Si pengirim juga menambahkan keterangan bahwa ia telah dihubungi oleh panitia. Selang satu menit, akhirnya ada yang menanggapi pesan tersebut. “Ini milih apa?” Tadinya saya masih menikmati hari dengan membuka Twitter untuk sekadar menghibur diri. Namun, setelah pesan tersebut muncul, saya jadi tertarik menyimak obrolan tersebut.

Jujur saya sedikit kaget. Dia bercanda atau memang tidak tahu kalau di UNS sedang diselenggarakan acara yang saya sebut ‘geden’ tadi? Bagaimana tidak geden? Pemira UNS ini kan seharusnya melibatkan seluruh mahasiswa UNS. Seperti yang sudah dijelaskan pula dalam Deklarasi Kampanye Damai bulan Desember yang lalu, tujuan diadakannya pemilu adalah untuk mewujudkan student government. Di mana kampus dianalogikan sebagai miniatur sebuah negara dan mahasiswa sebagai pemegang kekuatan/kekuasaan serta sebagai wadah pergerakan mahasiswa. Dijelaskan pula lima prinsip student government dan informasi penting terkait pemilu lainnya. Kalian bisa lihat tulisan-tulisan yang ada di laman saluransebelas.com untuk tahu lebih lanjut mengenai pemilu oleh orang-orang yang jauh lebih mudeng daripada saya yang masih awam tentang politik kampus ini.  

Hal lain yang membuat saya tambah kaget adalah munculnya pesan baru oleh orang yang sama, “MWA UM itu apa ges?” Selama sepersekian detik saya terheran-heran. Namun, setelah itu saya mencoba mengumpulkan memori terkait seberapa besar peran panitia dalam menyosialisasikan pemilu ini. Ya. Ingatan saya kembali pada hari di mana Deklarasi Kampanye Damai diadakan. Acara yang mengandung banyak informasi penting tentang pemilu itu hanya dihadiri sekitar 66 partisipan saja dari ribuan mahasiswa yang ada di UNS. Satu persennya pun tidak ada. Jumlah peserta yang ikut malam hari itu pun mayoritas adalah panitia yang notabenenya ihwal pemilu ini pasti sudah di luar kepala. Seharusnya saya tidak perlu kaget ketika ada yang tidak tahu menahu tentang apa itu Pemira UNS 2022 dan apa yang dimaksud dengan MWA UM itu.

Lagi dan lagi, izinkan saya yang masih awam ini menyampaikan sekelumit kata yang mampir di pikiran saya. Sebagaimana judul yang telah saya buat dengan format kalimat tanya, sebagai mahasiswa baru saya hanya bertanya-tanya. Sebenarnya kita yang salah atau bagaimana?

Kejadian ini membuat saya paham kenapa mas-mas penulis LPM Kentingan satu per satu menuliskan opininya terkait pemilu UNS. Bagaimana tidak? Keberjalanan pemilu yang penuh tanda tanya ini pasti terlihat menggelikan bagi mereka yang melek politik. Padahal, ini menyangkut mengenai demokrasi kampus yang gencar disuarakan. Akan tetapi, di hari pencoblosan saja masih ada yang bertanya-tanya. Jangankan untuk memilih, apa itu Pemira UNS 2022 saja mereka tidak tahu. Apa itu presbem dan MWA UM, tugas dan perannya terhadap kampus itu apa, pun dengan calonnya siapa lawan siapa juga tidak tahu. Mungkin, banyak yang baru tahu juga kalau tahun ini lawannya adalah kotak kosong. Khususnya bagi mahasiswa baru, informasi mengenai Pemira UNS semacam ini tentu sangat asing di telinga. Bukankah keterlibatan mahasiswa dalam pemilu sangat penting untuk terwujudnya demokrasi kampus?

Memang benar bahwa pihak panitia sudah menyediakan platform Instagram untuk mengunggah segala informasi yang penting untuk diketahui mahasiswa. Bahkan, dibuat pula video countdown menjelang pencoblosan yang isinya ajakan untuk berpartisipasi dalam pemilu tahun ini. Pun dengan setiap informasi baru kaitannya dengan keberjalanan Pemira UNS 2022 berupa pesan ‘diteruskan’ dari panitia kepada salah seorang yang diamanahi. Katakanlah seperti informasi kampanye fakultas yang saya yakin tidak semua ikut serta, uji publik, dan juga pencoblosan. 

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah semua itu sudah cukup? Apakah platform Instagram @pemilu.uns cukup menjadi wadah sosialisasi bagi seluruh mahasiswa tanpa terkecuali? Bagaimana dengan mereka yang memang tidak aktif menggunakan sosial media? Bagaimana dengan mereka yang tidak punya akun Instagram? Bagaimana dengan orang-orang yang enggan menjemput informasi lebih dulu? Mengingat, nampaknya kita sebagai mahasiswa harus kreatif dan sibuk cari informasi sendiri terkait acara-acara kampus yang tengah berjalan.

Sosialisasi yang kurang menyeluruh ini menimbulkan banyak polemik. Pantas saja angka golput dari tahun ke tahun kian naik. Kegagalan sosialisasi ini bisa saja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Kalau informasinya tidak tersampaikan dengan baik dan menyeluruh kepada mahasiswa, ditambah faktor lain yang mempengaruhi, ya, mau bagaimanapun juga keberlangsungan pemilu ini hanya akan menghasilkan angka golput yang semakin naik persentasenya.

Polemik lain yang timbul adalah pertanyaan mengenai seperti apa kiranya gambaran pemilu di tahun sebelumnya. Jika tahun ini informasinya tidak menyeluruh, lantas tahun sebelumnya bagaimana? Kok, rasa-rasanya, sampai atau tidaknya informasi mengenai pemilu ini kepada seluruh mahasiswa bukanlah hal yang penting. Kalau bahasa gaulnya sekarang YTTA (Yang Tau Tau Aja). Mereka yang tahu, ya nyoblos, eh belum tentu juga sih. Apalagi yang gak tahu, sudah pasti golput. Tapi semoga saja perasaan saya ini salah.

Saya rasa perlu ditinjau kembali kaitannya dengan pendistribusian informasi pemilu. Sudah efektif atau belum, sudah merata atau belum. Bukankah penting bagi seorang mahasiswa untuk tahu setidaknya basic knowledge tentang demokrasi kampus? Jangan sampai muncul mahasiswa-mahasiswa lain yang di hari pemungutan suara saja masih mempertanyakan sedang disuruh untuk memilih apa. Mohon maaf mas dan mbak yang lebih dulu masuk UNS, sebagai mahasiswa baru yang banyak tidak tahu ini izin bertanya. 

Sebenarnya wajar gak sih kalau di hari pencoblosan masih ada yang tidak tahu menahu tentang pemilu? Sekian, terima kasih.

Penulis: Rohmah Tri Nosita

Editor: Julia Tri Kusumawati