Kota itu terdiri dari tumpuk-tumpuk pelaku
Ibu-ibu pengajian, bapak-bapak di pertigaan jalan,
anak-anak berkerudung, dan nenek-nenek di pekarangan
Pengajian di kota itu setiap Kamis sore
Di mana besoknya adalah Jumat
Ibu-ibu menata kerudung anak-anaknya
yang semula tak dikenakan karena panas kota yang merajam
ke belakang, disempitkan jarum pentul ke depan,
lalu ditarik ke samping telinganya yang lebar
Memasangnya untuk mendengarkan ulama yang berkelakar
Mengenai kolam susu di surga Tuhan
Ibu paling depan berkata “Lebih kusuka air
daripada susu.” Tetapi ulama tak keberatan
Ibu-ibu tertawa, ulama melanjutkan kelakarnya
hingga petang, ibu-ibu pulang
Membawa jajanan pasar dari pengajian
yang ia sisakan untuk anaknya sebagai bekal belajar
Anak-anak belajar di ruang tengah
Siaran televisi membuat si pintar geram
Bukan karena suaranya, tetapi anak-anak begitu jenuh
pada sinetron yang tak selesai dari tiga tahun belakang
Akhirnya anak-anak pindah ke kamar
Paginya mereka sekolah sampai siang,
Putih merah untuk sekolah dasar
Putih biru untuk sekolah menengah pertama
Putih abu-abu untuk sekolah menengah atas
Sungguh membosankan, anak-anak suka kebebasan
Di kota itu, kebebasan berarti pelanggaran
Bangku kayu di pertigaan jalan kota itu kosong
Hari Jumat, bapak-bapak pergi ke masjid
Begitu megah, lebih seperti rumah raja daripada rumah Tuhan
Wewangian menyebar di jalan, menuntun malaikat
menuju rumahnya untuk mendengar bapak-bapak berdoa
Rupanya bapak-bapak tak berdoa untuk anak atau istrinya
Tetapi untuk usahanya yang kini sedang meradang
Malaikat bergumam, tak pernah suka bicara
Tetapi giat mendengar dan mencatat serajin anak-anak di sekolah
Pukul satu siang, bapak-bapak pulang
Membawa sarung dan wewangian yang telah pudar
Lalu kembali ke pertigaan jalan untuk merokok
dan membicarakan istri mereka yang bertingkah seragam
Di kota itu, ada yang tak wajar
Nenek-nenek selalu keluar rumah
ketika seorang perempuan muda melewati rumahnya yang rindang
Mencium tangan mereka satu-satu
Hingga tak ada lagi yang lewat jalan itu
Suatu hari, perempuan muda datang ke kota itu
Menolak ciuman nenek tua dan berkata
“Tak pantas bibir tua itu mencium tanganku yang belia ini.”
Nenek-nenek tak suka menjawab, seperti malaikat
Tetapi malaikat tahu, mereka hanya ingin menyematkan
umur mereka yang tinggal sepenggal, pada tangan muda
yang melewati rumahnya yang lengang
Di kota itu, tak ada yang lebih bahagia
Daripada malaikat yang tak banyak bicara
Dan lalat yang mengerumuni sisa jajanan
dari pengajian yang diam-diam dibuang
anak-anak karena tak doyan
(Pati, 2021)
Penulis: Hesty Safitri