Ilustrasi: M. Ilham Al Basyari/ LPM Kentingan

Kos-Kosan, Pemuda, dan Perjuangan

Sepulang dari studinya yang belum selesai di Belanda, Amir Sjarifuddin langsung melanjutkan studi di Rechtshoogeschool te Batavia atau sekarang menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Amir tinggal bersama pemuda lainnya yang sedang sekolah juga di Gedung Kramat 106. Beberapa pemuda lainnya adalah Muhammad Yamin, Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, dan Mohammad Amir.

Di “kos-kosan” mahasiswa tersebut sering terjadi diskusi-diskusi kebangsaan. Mereka menamai perkumpulan mereka dengan nama Indonesische Clubhuis. Saking serunya diskusi, mereka bisa berdiskusi berhari-hari hingga menarik perhatian masyarakat luar gedung. Soekarno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung juga sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan.

Puncaknya, Gedung Kramat 106 menjadi tempat diikrarkannya Sumpah Pemuda untuk pertama kalinya pada tanggal 28 Oktober 1928 setelah Kongres Pemuda kedua. Amir Sjarifudin berperan sebagai bendahara kongres. Sugondo Djojopuspito sebagai ketua kongres. Lalu, Muhammad Yamin sebagai sekretaris dan penulis hasil kongres pemuda kedua. Selanjutnya, Gedung Kramat 106 milik Sie Kong Lian dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda.

“Aku lebih senang dengan pemuda yang merokok dan mengopi sambil berdiskusi tentang bangsa ini, dari pada pemuda kutu buku yang memikirkan dirinya sendiri” merupakan quotes dari Bung Karno yang masih dipertanyakan kebenarannya. Celakanya, quotes tersebut sering dipakai sebagai pembenaran pemuda yang sering fa fi fu was wes wos, baik di tongkrongan maupun di Twitter. Para ngabers berpikir bahwa waktu berdiskusi dengan teman lebih penting dibanding dengan waktu yang mereka gunakan untuk membaca buku. Rasa-rasanya mustahil, quotes di atas keluar dari sosok yang menghabiskan waktunya di penjara dengan membaca buku.

Tanpa membaca buku, tidak mungkin diskusi-diskusi yang menarik tercipta. Para pemuda yang hadir dalam diskusi Gedung Kramat 106 sebelumnya sudah mencari referensi di buku-buku perpustakaan. Karena jika ada opini jelek yang keluar mereka bisa kena rujak satu gedung, ucap Pangeran Siahaan dalam Podcast Sejarah episode Amir Sjarifudin. Diskusi-diskusi yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan merupakan hal organik. Mereka memiliki keresahan dan mimpi yang sama yaitu ingin membebaskan diri dari penjajahan dan mendirikan bangsa sendiri.

Jaman silih berganti, yang muda menjadi tua dan mati. Teknologi membuat kehidupan manusia mengalami perubahan dan pola diskusi berubah. Diskusi saat ini lebih banyak terjadi di media sosial dengan orang yang tidak ada di hadapan kita. Terkadang, diskusi hanya menjadi noise di media sosial. Ketika berkumpul, pemuda saat ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawainya masing-masing. Mungkin, terjadi kesalahan pandangan pemuda saat ini bahwa perjuangan harus dimulai dengan ramai dan besar. Tidak. Perjuangan bisa dimulai dengan pergerakan kecil organik. Gagasan Bangsa Indonesia lahir dari diskusi-diskusi para pendirinya, seperti sumpah pemuda lahir dari sebuah diskusi di rumah yang disewa oleh para pemuda saat itu.

Perjuangan pemuda saat ini tidak lagi untuk membebaskan bangsa dari penjajahan. Perjuangan pemuda saat ini bertujuan untuk mengisi kemerdekaan. Seperti apa yang telah ditulis oleh Noel Gallagher, so I start revolution from my bed, kita dapat memulai perjuangan dengan semangat bangun dari kasur lalu menjalani hidup sebaik-baiknya dengan membaca buku dan membuat perubahan kecil yang bermanfaat.

 

Selamat Hari Sumpah Pemuda!!

 

Now Playing, Dewa – Hidup Adalah Perjuangan

 

Penulis: Bagaskoro

Editor: Sabila Soraya Dewi