Sabtu (25/9), BEM UNS mengundang segenap mahasiswa untuk menghadiri konsolidasi terbuka menuju Aksi Nasional #TitikNadirKPK. Acara ini dilakukan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Adapun hal-hal yang disampaikan, antara lain mengampanyekan urgensi, tujuan, hasil kajian, dan teknis aksi nasional yang akan dilaksanakan pada Senin, 27 September 2021 di Gedung Merah Putih KPK.
Pada Juni lalu, BEM UNS bergabung dalam Aliansi Semarak Sebelas Maret Anti Korupsi untuk menolak pelemahan KPK dalam aksi #SelamatkanKPK. Namun, sepertinya kegelisahan ini tidak digubris oleh Ketua KPK bahkan Presiden RI. Kali ini, BEM UNS bergabung dengan mahasiswa lainnya akan bergerak ke Jakarta untuk mendeklarasikan penolakan pemecatan pegawai KPK.
“Eskalasi 27 September ini berangkat dari keresahan keluarnya SK tentang Pemberhentian 57 Pegawai KPK dengan Dalih TWK. Adapun TWK-nya seperti yang kita ketahui ya, TWK yang rasis dan melanggar HAM,” ungkap Zakky Musthofa Zuhad selaku Presiden BEM UNS 2021.
Zakky menyebutkan bahwa 57 pegawai yang diberhentikan dari KPK merupakan orang-orang yang sedang menyelidiki kasus-kasus besar, salah satunya bansos. Ia menuturkan bahwa hal ini adalah buntut dari KPK yang semakin dilemahkan. Lebih lanjut, Nana selaku Menteri Analisis Strategis BEM UNS 2021 menjelaskan hasil kajian mengenai “Analisis Kemunduran KPK atas Pemberhentian Pegawai KPK dengan Dalih TWK”.
Kajian ini membahas mengenai awal mula Tes Wawasan Kebangsaan TWK yang menjadi syarat alih status kepegawaian. Sebenarnya, isu TWK sudah cukup lama diperbincangkan. Hal ini disebabkan karena kebijakan Tes TWK yang menjadi dasar alih status kepegawaian dirasa terlalu mendadak, mengandung cacat formal, rasis, maladministrasi, dan mengandung pelanggaran HAM. Polemik ini diawali dengan SK 652 Tahun 2021 atas penonaktifan 75 pegawai KPK hingga yang terbaru adalah SK 652 dan SK 1327 tahun 2021 atas pemberhentian 57 pegawai KPK.
Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan adanya tiga fokus dugaan maladministrasi TWK. Pertama, pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Kedua, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, dalam tahap penetapan hasil asesmen wawancara kebangsaan. Ombudsman RI merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan maupun swasta yang didanai oleh negara.
Selain itu, ada pula temuan dan rekomendasi dari Komnas HAM. Telah disebutkan ada 11 bentuk pelanggaran HAM yang ditemukan, antara lain hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak pekerjaan, hak rasa aman dalam tes yang dilaksanakan oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini, hak informasi publik, hak privasi, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, serta hak kebebasan berpendapat.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, merekomendasikan sejumlah tindakan yang bisa dilakukan Jokowi, antara lain (1) Merekomendasikan presiden memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi ASN KPK, (2) Meminta presiden mengevaluasi seluruh proses asesmen pegawai KPK, (3) Meminta presiden membina seluruh pejabat kementerian dan lembaga yang terlibat dalam proses TWK, dan (4) Merekomendasikan agar presiden memulihkan nama baik pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat dalam TWK.
Sementara itu, merespons temuan dan rekomendasi Komnas HAM, KPK menyatakan menghormati hasil penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM mengenai TWK. Namun, KPK meyakini bahwa pelaksanaan TWK sudah sesuai dengan amanat Presiden dan Mahkamah Konstitusi.
Bertolak dari hal-hal tersebut, maka berikut ini merupakan tuntutan yang diajukan pada Aksi Nasional Selamatkan KPK:
1. Mendesak Ketua KPK untuk mencabut SK 652 dan SK 1327 Tahun 2021 atas pemberhentian 57 pegawai KPK disebabkan oleh TWK yang cacat formal secara substansi karena mengandung rasisme, terindikasi pelecehan, dan mengganggu hak privasi dalam beragama;
2. Mendesak presiden untuk bertanggung jawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat 57 Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN);
3. Menuntut Ketua KPK, Firli Bahuri, untuk mundur dari jabatannya karena telah gagal menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi;
4. Mendesak KPK agar menjaga marwah dan semangat pemberantasan korupsi;
5. Menuntut KPK segera menyelesaikan permasalahan korupsi, seperti kasus bansos, BLBI, benih lobster, suap ditjen pajak, kasus suap KPU Harun Masiku, dan sebagainya.
Aksi Nasional bertajuk “Selamatkan KPK” ini akan dilaksanakan pada Senin, 27 September 2021 pukul 09.00 WIB dan akan dihadiri oleh gabungan mahasiswa dari IPB, UNSOED, POLNES Samarinda, UNY, Universitas Negeri Baiturrahman, UB, UNPAD, dan beberapa lembaga anti korupsi. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) akan menjadi tempat titik kumpul mahasiswa tepatnya di Kampus PGSD Setia Budi, sedangkan lokasi titik aksi berada di Gedung Merah Putih KPK.
Penulis: Tamara Diva Kamila dan Andriana Sulistyowati
Editor: M. Wildan Fathurrohman