26/10 – Empat komunitas anak muda mengeluhkan sulitnya berkomunikasi dengan pemerintah. Menurut mereka, salah satu kendalanya adalah birokrasi. Hal ini disampaikan oleh Garis Hitam Project, Carbon Ethics, PetaBencana.id, dan Yayasan Satu Karsa Karya yang berdiskusi langsung dengan Sylviana Murni, Pimpinan Komite 1 DPD RI Dapil DKI Jakarta secara virtual.
Para komunitas ini mengungkapkan keprihatinan kepada Sylviana Murni dalam acara media yang bertajuk “Peran Vital Anak Muda dan Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Sosial Terkini”. Memperingati Hari Sumpah Pemuda, acara ini digelar oleh Campaign, startup sosial pengembang aplikasi Campaign #ForABetterWorld, yang berkolaborasi dengan Chandler Institute of Governance (CIG), sebuah organisasi nonpemerintah asal Singapura.
Menurut Sylvi, untuk memudahkan kerjasama dengan pemerintah, komunitas sosial harus legal dengan cara mendaftarkan diri di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “Supaya legal, mereka harus mendaftar, misalnya di Dinas Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik), Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Sosial, sehingga terdata semuanya. Terdata secara valid, apalagi kita sudah punya yang namanya DTKS (Data Terintegrasi Kesejahteraan Sosial). Nah di sinilah kita bisa berkolaborasi, kemudian kita bisa saling bermitra yang menghasilkan program-program yang menurut saya ke depannya bisa keren,” ujar Sylvi.
Masing-masing komunitas menemui kendala berbeda dengan benang merah komunikasi yang sulit. Terkait dengan hal ini, Sylvi mendorong komunitas untuk berkolaborasi secara aktif dengan dinas-dinas terkait. Selain itu, dalam acara ini, Sylvi mengupayakan komunikasi langsung dengan pejabat daerah yang dikenalnya.
Berikut sejumlah kendala yang ditemui di lapangan:
Sulitnya Anak Muda Berkomunikasi dengan Pemerintah Setempat
Hal ini dialami oleh PetaBencana.id yang merupakan sebuah platform yang didirikan oleh Yayasan Peta Bencana. Aplikasi ini menggunakan teknologi untuk menyediakan informasi bencana dengan cara mengumpulkan informasi langsung dari media sosial yang dikumpulkan oleh masyarakat, kemudian divalidasi oleh pemerintah setempat. Namun, para anggota komunitas menyatakan bahwa saat ini sulit untuk mengonfirmasi informasi-informasi tersebut dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Jalur komunikasi dengan pemerintah setempat sangat minim. Mendengar hal ini, Sylviana Murni bersedia menjembatani komunikasi antara PetaBencana.id dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), bahkan dirinya berencana langsung menghubungi Kepala Pelaksana BPBD, Isnawa Aji, untuk langsung berkoordinasi dengan pengelola pesan ini.
Mengurangi Jejak Karbon Terkendala Komunikasi dengan Dirjen Terkait
Isu ini diangkat oleh CarbonEthics, sebuah organisasi nonprofit yang bertujuan memperlambat perubahan iklim. Salah satu tindakan yang diambil adalah menebus jejak karbon melalui pengelolaan karbon biru, seperti menanam gambut, mangrove, dan pemberdayaan ekosistem pesisir. CarbonEthics membutuhkan lebih banyak dukungan dari pemerintah untuk membuat regulasi pengurangan karbon di berbagai sektor, termasuk transportasi. Tak berbeda jauh dengan PetaBencana.id, permasalahan yang dihadapi oleh CarbonEthics justru terkendala pada komunikasi dengan pemerintah, padahal mereka membutuhkan diskusi dengan dirjen terkait.
Masalah Stigma Perempuan Narapidana yang Kurang Perhatian Pemerintah
Isu ini diangkat oleh Garis Hitam Project, sebuah organisasi sosial yang kerap memberikan pelatihan kewirausahaan kepada narapidana perempuan di Mamuju, Sulawesi Barat. Saat narapidana perempuan kembali ke masyarakat, mereka sering mengalami stigmatisasi. Sayangnya, Garis Hitam Project tak bisa banyak berkomunikasi dengan pemerintah, bahkan pihaknya mengaku kurang dipercaya dalam pengelolaan anggaran.
Komunikasi Tidak Efektif dengan Pemerintah di Tengah Kurangnya PAUD
Di Surakarta, Jawa Tengah, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) berjuang untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD). YSKK berpendapat bahwa pemerintah daerah kurang mendukung ekosistem ramah anak dan hanya fokus pada pendidikan jenjang SD dan SMP. Di tengah masalah ini, komunikasi YSKK sama dengan organisasi yang lain, yaitu tidak dapat berkomunikasi dengan pemerintah secara efektif sehingga kerap tidak ada informasi yang sinkron antara pemerintah pusat dan daerah.
Melalui media event ini, Ahmad Fathul Aziz, Engagement Lead Campaign, menyampaikan bahwa Campaign dan CIG berusaha memperkuat hubungan antara pemerintah dan komunitas sosial. “Harapannya, melalui diskusi yang langsung mempertemukan kedua belah pihak dapat menghasilkan solusi yang lebih tepat sasaran,” ungkap Aziz.
Penulis: Campaign
Editor: Lutfiyatul Khasanah