manifestasi hidup yang serba biasa saja
menjaga marwah nasi jagung dan tiga ikan nila
bapak ibu mendekap malam dalam bingkai televisi tabung
mengais informasi dari kilas kabar miring politisi
apalah daya kita si warga ini
kasih jalan lelaki necis bergaun filantropi
sawah ladang jadi lahan perang
kudu siap tiap kesumat menjelaga di pematang jalan
riuh mesin yang bergeliat
air racun yang ditebar
harum pekak merangsek masuk melalui retakan tembok kamar simbok
LBH terbakar di peremperan posko
ibu suri baik
tahun sudah diperbaharui
baliho-baliho pun tak ragu mengangkasa
ada diskon air baik, kah?
atau subsidi udara cerdas, kah?
pastikan, ibu suri baik
(Sukoharjo, 2024)
Menyemai Rusak
:mesin fotokopi WALHI
grusak grusuk aku menyantap hidangan televisi dengan khusuk
menanti ayah membawa meritokrasi
dari butir jagung yang lahir
dalam rahim tanah yang berlimbah pah
sore nyaru dalam resah yang
menguar dari kepul mesin yang diperah
udara yang dijarah
pelataran pengadilan kau anggap
naif
ibu suri berkelit dari upaya pertemuan
menunggu dangdut dari pengar kepala
DLHK yang kedut-kedut
simpan saja kembaliannya!
milisi yang sama menyeringai di balik
senjata penghancur jemawa berlaraskan lidi
menjegal perangai cecurut oligarki
penebar bekas di sepanjang gorong-gorong
rujak. retak. rusak.
(Sukoharjo, 2024)
Serupa Gulma
meregang dalam belenggu keterusikan
menuntut pergolakan dari sistem yang membabi-buta
rimbun militan berkalung belati
bersiap dengan sergah merongrong nadi
menjemput oligarki sebelum menggelar pesta bikini
;membacakan pledoi
wahai para wali
dosa apa kami
akhir-akhir ini kami tak lebih dari kartu identitas dan amplop karbitan
dirimu enggan turba dan menjura di perempatan desa
tak lebih dari lima tahunan
mesin pencetak suara berbahan bakar upah minimum kerja
yang perlu kau sematkan dalam ingatan
upaya-upaya selalu tumbuh dan berbiak dari militan perlawanan
angkat kepal di angkasa
jatah bansos mengudara
(Sukoharjo, 2024)
Dhiazwara Yusuf Dirga A. Mahasiswa komunikasi, yang hidupnya serba kadang-kadang.