Sidang kasus meninggalnya GE ketika mengikuti Diklatsar Menwa UNS kembali digelar. Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi yang berasal dari pejabat UNS. Pihak keluarga yang saat ini masih merasa kehilangan sosok GE turut serta mengikuti keberlangsungan sidang.
Sidang digelar pada Rabu, 16 Februari 2022, awalnya akan dilangsungkan pukul 09.00 WIB, tetapi mengalami kemunduran hingga pukul 10.00 WIB. Tidak ada yang berubah, sidang dilakukan secara hybrid dengan terdakwa mengikuti secara daring dan peserta sidang yang lain mengikuti secara luring di Pengadilan Negeri Surakarta.
Ketiga saksi antara lain Solihin selaku Pembina Organisasi Kemahasiswaan tahun 2021, Rohman selaku Kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan, dan Budi selaku Pembina Organisasi Kemahasiswaan tahun 2019-2021. Satu per satu saksi memasuki ruang sidang dilanjutkan mengucapkan sumpah yang dituntun oleh Hakim Ketua.
Kesurupan atau Penyakit Medis?
Menurut kesaksian Solihin, ia datang ke markas Menwa sesudah diberi kabar kalau ada peserta Diklatsar yang kesurupan.
“Sekitar setengah tiga saya dikabari lewat telepon oleh Komandan Menwa untuk diminta ke posko karena ada mahasiswa yang kesurupan,” ucap Solihin.
Namun, karena waktu sudah menjelang asar jadi Solihin memutuskan untuk salat asar, kemudian bergegas menuju posko Menwa untuk menangani mahasiswa yang kesurupan. Sekitar pukul 16.00 WIB akhirnya Solihin sampai di posko dan mendapati ada beberapa panitia Menwa di sana. Solihin melihat kondisi GE saat itu.
“Kondisi saat itu mengigau dan bicara tidak menentu dengan suara yang tidak jelas,” jelas Solihin kepada Hakim Ketua. Diketahui bahwa ketika ia datang, GE sudah tidak membenturkan kepala dan kejang-kejang.
Dengan adanya rasa tanggung jawab dan bekal ilmu yang dimiliki, ia berusaha memberikan siraman rohani untuk menenangkan korban. “Saya membacakan Al-Quran kepada GE, apa yang saya ketahui dengan ayat ruqiah saya bacakan sampai magrib,” katanya.
“Lalu menjelang magrib kondisi GE mulai tenang, tangan sudah tidak menggenggam lagi, tetapi dingin dan berkeringat, serta tidak ada luka,” lanjut saksi.
Melihat kondisi GE yang sudah tenang, Solihin bergegas menuju Masjid Nurul Huda untuk menjalankan ibadah salat magrib. Setelah itu, saksi kembali ke posko Menwa untuk melihat keadaan korban yang masih tertidur.
“Saya melihat saudara GE masih tertidur sebagaimana sebelum saya tinggal salat.”
Sebelum meninggalkan posko untuk pulang, pada pukul 18.00 WIB Solihin sempat berpesan kepada para panitia yang ada. “Tolong hp nya dibunyikan murottal atau dibacakan Al-Quran,” ujar Solihin.
Dengan usaha yang telah diberikan, Solihin tidak terpikir akan adanya kemungkinan korban mengalami penyakit medis. Sebab, melihat progres yang terlihat hari itu, GE tampak membaik. Sehingga tidak ada tindak lanjut ke rumah sakit untuk penanganan yang mungkin saja memang juga dibutuhkan oleh korban. Di mata hukum, kondisi yang diutarakan oleh Solihin mengenai kesurupan ini sangat susah untuk divalidasi. Karenanya Hakim berusaha untuk menelisik lebih dalam lagi.
“Mohon izin menginformasikan bahwa GE sudah tidak ada,” sebuah pesan singkat dari Komandan Abi melalui Whatsapp cukup mengejutkan Solihin pada tengah malam pukul 22.30 di hari yang sama.
Namun, saat itu Solihin masih belum paham benar mengenai ungkapan “Tidak ada” pada pesan tersebut. Menurutnya mungkin GE tidak ada di markas komando, sehingga ia memberi perintah untuk mencari keberadaan korban.
“Mohon izin, meninggal,” respon Komandan Abi selanjutnya, yang ditirukan Solihin dengan suara sedikit sendu.
Setelah itu Komandan Abi memberitahu kepada Solihin bahwa GE masih berada di UGD Rumah Sakit Dr. Moewardi. Dengan perasaan yang masih tidak menyangka bahwa korban menghembuskan napas terakhirnya pada hari itu, saksi bergegas datang sekitar pukul 23.23 WIB menemani keluarga korban. “Ya, sebagai rasa kemanusiaan juga saya datang,” ucap Solihin.
Saat bersaksi, Solihin mengaku bahwa dirinya tidak tahu mengenai jabatan yang ia ampu sebagai Pembina tahun 2021. Mengingat ia memiliki jabatan sebagai sekretaris Majlis Wali Amanat yang tidak diperbolehkan untuk memiliki jabatan lain. Namun, ia baru mengetahui jabatan sebagai Pembina ini beberapa waktu setelah kejadian, yaitu di bulan Oktober. “Saya baru tahu setelah kejadian dengan SK bulan Maret 2021, tetapi hanya salinannya bukan yang asli.” Dari sinilah terlihat kurangnya komunikasi dalam sistem yang ada.
Tahun Yang Berbeda, Kejadian Sama Pernah Ada
Saksi kedua Rohman selaku Kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan. Tomi sapaannya, memasuki ruang sidang dan meletakkan tasnya di kursi kosong paling depan milik peserta sidang.
Sebelum menceritakan pada hari kejadian, Tomi mengatakan bahwa kegiatan Diklatsar Menwa seharusnya dilaksanakan pada Agustus. Namun, berubah menjadi bulan Oktober dengan persetujuan dari Pimpinan, Wakil Rektor bidang Teknik dan Akademik, serta Direktur dan Kepala Biro. Hal ini berarti adanya wewenang untuk terus memantau kegiatan, bahkan menghentikan jika terdapat hal-hal yang cukup mendesak.
Setelahnya, Tomi bercerita pada 25 Oktober 2021, tepatnya pukul 01.00 WIB dini hari waktu ketika semua orang sedang terlelap, datang salah seorang mahasiswa ke kediaman Tomi membawa kabar duka meninggalnya GE. Sontak kabar itu membuat Tomi terkejut dan tanpa berpikir panjang, bersama dengan mahasiswa tadi bergegaslah Tomi menuju rumah sakit.
Sampai di sana, Tomi mendapati sudah ada Komandan Abi, Prof. Kuncoro selalu Wakil Rektor, dan Prof. Asri selaku Pembina. Sayangnya Tomi mengaku tidak melihat jenazah korban, ia hanya bertemu dengan pihak keluarga. “Tidak melihat jenazah, hanya di luar bersama keluarga GE,” ucap Tomi kepada Hakim Anggota.
Pada kesaksiannya, Tomi sempat mengungkapkan adanya kejadian serupa pada kegiatan Menwa sebelumnya. “Ada yang meninggal kalau satidak salah di tahun 2012, anggota Menwa,”.
Tanda tangan dipalsukan, peninjauan kembali harus dilakukan
Budi selaku dosen FKIP hadir pada sidang siang ini sebagai saksi terakhir. Budi bercerita bahwa pada hari Senin sekitar pukul 07.00 WIB, ia mendapat telepon dari salah satu teman alumni yang mengabarkan bahwa ada mahasiswa UNS, yaitu GE meninggal dunia, kemudian ia diminta bergegas menuju kampus UNS.
Di hadapan majelis hakim, Budi mengungkapkan bahwa dirinya dulu pernah menjabat sebagai pembina Menwa selama dua periode mulai 2019-2021, tetapi jabatannya selesai per Maret 2021.
“Menurut SK yang berakhir pada Maret 2021, menjabat sebagai pembina kedua, sedangkan pembina kesatu ada Ibu Asri,” ucap Budi.
Sementara peristiwa meninggalnya GE terjadi pada bulan Oktober 2021, itu berarti saksi sudah tidak lagi menjadi pembina karena tidak menerima SK perpanjangan.
Hari yang tak disangka akhirnya tiba, saksi bersama dengan Ibu Asri dan satu lagi pejabat UNS lain dipanggil oleh Prof. Adi Sulis selaku Ketua Senat Akademik untuk ditanyai kronologi kasus meninggalnya GE saat Diklatsar Menwa.
Saat itu saksi belum mengetahui mengapa ia dilibatkan dalam kasus ini. Betapa terkejutnya saksi pada saat itu karena diperlihatkan surat permohonan izin latihan yang dibubuhi tanda tangan saksi, Komandan Abi, dan Saudari Cindy.
“Dijelaskan bahwa terdapat tanda tangan saya pada surat permohonan izin yang dikeluarkan Universitas tersebut,” jelas Budi dihadapan Majelis Hakim.
Setelah mengetahui hal itu, saksi tidak pernah melakukan komplain kepada pihak yang mengeluarkan SK, dan sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan antisipasi dengan melaporkannya. Saksi hanya bertanya kepada Ibu Asri selaku pembina Menwa.
“Setelah kejadian saya berbicara ke pembina, Ibu Asri dan beliau juga tidak mengetahui”, ujar saksi.
“Apakah setiap pengajuan proposal usulan kegiatan dari universitas tersebut membutuhkan tanda tangan saudara saksi untuk pengumpulan persetujuannya?” tanya Hakim Anggota setelah itu kepada saksi.
“Tidak pernah dimintai tanda tangan,” jawab Budi saat itu yang tentu saja membuat seluruh peserta sidang bertanya-tanya.
Setelah itu sidang dilanjutkan dengan pembacaan BAP nomor tujuh milik saksi oleh Hakim Anggota yang menyatakan bahwa “Saudara saksi tidak pernah menandatangani surat pengajuan kegiatan dari pengurus, tetapi ternyata surat tersebut ada tanda tangannya,” Sehingga muncul spekulasi bahwa tanda tangan tersebut dipalsukan.
Selanjutnya Hakim Anggota menanyakan kepada saksi terkait dengan surat permohonan izin perpanjangan kegiatan selama saksi menjabat sebagai pembina, tetapi saksi terus memberikan jawaban “Tidak tahu.”.
Hakim Anggota kembali mempertegas pertanyaan yang diajukan, “Dalam tata aturannya sendiri pembuatan surat izin perpanjangan kegiatan diperbolehkan atau tidak dalam aturannya?”, tanya Hakim Anggota, dan lagi-lagi saksi menjawab dengan jawaban “Tidak tahu”.
Hakim Anggota terlihat bingung dan merasa tidak puas mendengar jawaban dari saksi karena jabatan saksi sebagai pembina, tetapi tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya dipahami.
Setelah ketiga saksi mengemukakan kesaksiannya, sidang dilanjutkan dengan permohonan izin Jaksa Penuntut Umum kepada Hakim Ketua untuk menghadirkan kembali beberapa saksi terdahulu yang diyakini terdapat kesalahan pada BAP-nya, dan pihak yang terlibat dalam penandatanganan SK untuk menghadiri sidang selanjutnya.
Sidang kasus Menwa UNS hari itu memberikan hasil yang kurang memuaskan sehingga membuka babak baru atas pernyataan dari ketiga saksi. Sayangnya banyak jawaban “Tidak tahu,” atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para penegak hukum dalam sidang, terutama mengenai tugas dan wewenang para saksi dalam organisasi Menwa.
Sidang yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga jam pada siang itu akhirnya ditutup dengan keputusan bahwa sidang lanjutan akan dilaksanakan pada Senin, 21 Februari 2022, dengan menghadirkan beberapa saksi terdahulu yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Penulis: Alifia Nur Aziza dan Khalila Albar Hanafi
Editor: Rizky Fadilah