Kembali lagi bersama pemerintahan negerimu dan huru-haranya, di mana kian mendekati masa purna bakti, tentu saja semakin haus pula mereka akan kekuasaan yang tinggi. Baru-baru ini negara kembali digemparkan dengan polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20 Agustus 2024 yang diindahkan oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Isi dari putusan ini, yaitu:
- Ambang batas pencalonan (threshold) adalah 6,5%-10% sesuai dengan jumlah penduduk
- Batas usia dari calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal harus berusia 30 tahun.
- Batas usia dari calon bupati atau wali kota minimal berusia 25 tahun
Pembangkangan konstitusi diindikasikan dengan diselenggarakannya rapat Baleg yang membahas revisi RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus 2024, tepat sehari setelah keputusan MK ditetapkan. Adapun rapat yang dilaksanakan Baleg membuahkan hasil yang dapat mengubah keputusan menjadi:
- Ambang batas hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD
- Calon gubernur minimal berusia 30 tahun saat dilantik
- Calon bupati atau wali kota minimal berusia 25 tahun saat dilantik
Lantas, apakah ini merupakan ancaman besar bagi demokrasi di negara kita? Jelas! Baleg sebagai bagian dari DPR RI baru saja secara terang-terangan melakukan pemerkosaan atas konstitusi di depan mata kita semua. Mengapa demikian? Mengutip pendapat dari Charles Simabura, dosen hukum tata negara Universitas Andalas kepada media BBC, mengatakan bahwa perubahan yang dilakukan jelas merupakan sebuah praktik cherry picking oleh DPR RI, di mana DPR RI enggan mengakui putusan MK yang berpotensi merugikan mereka. Seperti yang tertera pada poin 1, jika putusan MK ini tidak diubah oleh DPR RI, tentunya berpotensi menghadirkan persaingan yang adil antara partai politik. Namun, dengan diubahnya arah putusan, maka persaingan adil yang ingin diwujudkan ini malah terjegal oleh akal-akalan DPR yang tentunya akan lebih menguntungkan pihaknya.
Tidak hanya itu, poin ke-2 yang berubah setelah rapat Baleg menyangkut masalah usia minimal pencalonan gubernur dan wakil gubernur dicurigai oleh banyak pihak sebagai upaya untuk “memuluskan jalan” anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep yang berencana akan maju sebagai cawagub Jawa Tengah. Sebagai catatan, Kaesang masih berusia 29 tahun dan tidak akan bisa didaftarkan sebagai cawagub apabila mengacu pada putusan MK.
Huru-hara putusan MK ini kemudian menimbulkan efek kekecewaan yang mendalam dari masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain, tanggapan dari Presiden Jokowi terhadap putusan ini hanyalah meminta kita menghormati keputusan yang ada karena merupakan proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga negara. Kawan-kawan, apakah secara tidak langsung presiden baru meminta ke seluruh rakyatnya untuk diam dan saksikan saja ketidakadilan yang terjadi di negeri ini? Apakah ada barang satu orang di negara ini yang darahnya tidak mendidih melihat penguasa bertindak semena-mena?
Jangan diam, lawan!
Kawan-kawan mahasiswa baik tua maupun muda, ancaman yang sungguh nyata telah berada di depan mata kita. Di mana konstitusi negara baru saja diabaikan demi memuluskan sejumlah kepentingan pribadi yang sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Sebelum kekuasaan ini disalahgunakan lebih jauh lagi, kita harus mulai bergerak dan meninggalkan sejenak zona nyaman masing-masing demi tegaknya keadilan di negeri ini. Lantas, apa saja yang bisa dilakukan untuk memberikan sumbangsih terhadap perlawanan rakyat?
- Turun ke jalan
Cara klasik nan nyata seperti turun ke jalan masih menjadi opsi utama yang bisa dilakukan. Namun, tentunya tidak semua punya keberanian dan kesempatan untuk melakukannya. Seperti halnya para mahasiswa baru Universitas Sebelas Maret yang masih terbebani kewajibannya untuk menjadi peserta PKKMB, dan mahasiswa tahun kedua dan ketiga yang juga menjalani kewajibannya sebagai panitia pelaksana acara di tengah-tengah kondisi darurat konstitusi yang sedang melanda negara ini. Jikalau kalian menunggu kampus untuk memberikan izin secara resmi untuk turun ke jalan, percayalah, hal tersebut nyaris mustahil akan diberikan.
Kita bisa kembali mengingat peristiwa demo besar-besaran terhadap sejumlah UU kontroversial di tahun 2019. Di mana pada saat itu Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengancam akan memberikan SP 1 hingga 2 kepada rektor universitas apabila mengizinkan mahasiswa untuk berdemo. Catatan sejarah ini bukan tidak mungkin dapat terulang kembali mengingat betapa besarnya potensi massa dari kalangan mahasiswa yang ingin turun ke jalan pada kasus RUU Pilkada tahun ini. Jadi, turun ke jalan memanglah keputusan besar yang disertai dengan risiko yang tidak kalah besar. Sejatinya harga yang dibayar untuk sebuah keadilan memanglah mahal, utamanya di ”negeri konoha” ini. Apabila kalian berkesempatan dan memilih untuk berpartisipasi secara langsung, utamakanlah keselamatan dan persiapkan segala perbekalan seperti pengetahuan isu, perbekalan makanan, alat keselamatan, dan nomor-nomor telepon penting untuk berjaga-jaga apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di lapangan.
- Aktivisme internet
Hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan di era informasi serba cepat ini adalah aktivisme internet. Di mana hal ini bisa kita lakukan dengan menyebarkan awareness di media sosial terkait isu-isu pemerintahan yang sedang didemokan saat ini. Manfaatkanlah kecepatan informasi yang ada saat ini untuk menyebarkan berita-berita faktual kepada teman-teman, saudara, keluarga, sampai followers kalian yang jumlahnya ratusan hingga ribuan itu. Gunakanlah skill kalian dalam penciptaan konten-konten tertulis, audio, dan video, utamanya bagi kalian para mahasiswa tua yang sudah menimba ilmu bersemester-semester di jurusan seperti Desain Komunikasi Visual, Ilmu Komunikasi, Komunikasi terapan, dan lain-lain.
Melihat besarnya dampak sebuah konten di media sosial saat ini, hal tersebut sangat patut untuk dicoba, terutama bagi kalian yang mungkin punya privilege sebagai selebgram dan key opinion leader di kalangan mahasiswa. Meluangkan sedikit waktu disertai dengan kemampuan yang kalian miliki untuk mendukung pergerakan yang bisa membawa pengaruh besar terhadap negara, tentu tidak akan ada salahnya untuk dilakukan. Di samping bisa memperkaya variasi konten yang dapat ditampilkan di CV, kalian pun secara langsung memberikan sumbangsih yang nyata sebagai seorang mahasiswa yang dikenal sebagai agent of change. Namun, tetaplah memperhatikan sumber-sumber dari konten yang akan dibuat, jangan sampai mengutip dari sumber-sumber yang tidak valid dan malah jadi menyebarkan hoaks. Disarankan untuk mengutip sumber-sumber dari media-media terverifikasi seperti Antara, Kompas, Detik, dan Narasi.
- Dan yang paling terpenting, renungkanlah.
Renungkanlah apa yang terjadi pada negara kita saat ini; renungkanlah bagaimana dampaknya terhadap teman, keluarga, anak, dan cucu kalian kelak; renungkanlah nasib masyarakat kecil yang kian lama kian dipersekusi, renungkanlah hidup kalian puluhan tahun ke depan apabila di zaman sekarang saja sudah banyak pemanfaatan kekuasaan demi kepentingan-kepentingan pribadi yang sama sekali tidak mencerminkan makna demokrasi. Apakah memilih untuk abai atau bahkan menjadi apatis adalah pilihan yang tepat? Apa benar apa pun hal lucu yang terjadi di negara ini tidak akan berdampak kepada kehidupan kalian ke depannya? Apakah memilih untuk fokus kepada karir demi memperkaya diri sendiri agar bisa pindah negara itu worth it?
Walaupun pada 22 Agustus 2024 sudah ada keterangan dari Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad yang menyatakan bahwa pengesahan RUU Pilkada sesuai hasil rapat Baleg sebelumnya telah dibatalkan, tetapi hingga tanggal 27 Agustus sebagai batas pendaftaran Pilkada terlewati, masih banyak yang bisa terjadi. Belajarlah dari pengesahan “tiba-tiba” dari RUU Cipta Kerja. Tetaplah waspada dan kawal isu ini. Amalkanlah tugas kita sebagai mahasiswa yang telah menimba ilmu belasan tahun dan beruntung bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Jadi, sudahkah terketuk hati kita untuk sedikit bersuara demi kemerdekaan yang sebenarnya? Sebagai orang yang setidaknya dilahirkan di tanah Ibu Pertiwi ini, sudikah kalian mengabaikan air matanya yang kian tahun kian deras mengalir? Apabila benar demikian, bersiaplah mengganti ucapan dirgahayu tiap tanggal 17 Agustus menjadi durgahayu. Dan bersiaplah menjumpai fakta bahwa nasib suatu kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri yang memulai perubahan. Karena bila kita sendiri sudah abai, lantas siapa yang akan menolong?
Penulis: Skatt
Editor: Aldini Pratiwi