Berbicara mengenai biaya pendidikan di perguruan tinggi tentu tidak lepas dari biaya yang harus dikeluarkan oleh wali mahasiswa. Saat ini, sistem pembayaran yang berlaku di seluruh PTN (Perguruan Tinggi Negeri) adalah sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal). UKT merupakan sistem pembayaran yang ditentukan berdasarkan penghasilan orang tua. Proses penentuan UKT untuk setiap siswa dilakukan sebelum memasuki perkuliahan. Calon mahasiswa diharuskan untuk mengisi formulir yang nantinya menentukan nilai UKT. Pada sejarahnya, ketentuan UKT ada sejak tahun 2013, ketentuan tersebut telah diatur di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3, yang mengungkapkan bahwa setiap mahasiswa hanya membayar komponen saja (UKT). Nilai UKT dipertimbangkan dari pendapatan dan pengeluaran orang tua setiap bulannya. Pendapatan dan jumlah kekayaan seperti gaji, tunjangan, luas tanah, jumlah rumah, jumlah mobil, jumlah motor, hingga pengeluaran seperti biaya hidup, biaya pendidikan anak dan sebagainya. Seluruh komponen itu menjadi bahan pertimbangan berapa banyak UKT yang harus dibayarkan tiap semesternya. Maka dari itu, dari pengisian formulir akan diketahui golongan atau kelompok pada sistem masing-masing PTN.
Sistem pembagian biaya UKT berdasarkan golongan ini bertujuan untuk meratakan biaya seluruh mahasiswa. Pemerataan yang dimaksud berhubungan dengan nominal pembayaran semester sesuai kesanggupan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan orang tua mahasiswa, maka semakin tinggi pula UKT yang harus dibayar oleh mahasiswa tersebut. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah pendapatan orang tua mahasiswa, maka semakin rendah pula UKT yang dibayarkan. Dengan adanya sistem UKT ini, diharapkan mampu untuk membantu mahasiswa atau mahasiswi yang kurang dalam segi ekonomi.
Kala pandemi Covid-19 menyerang, banyak masyarakat yang bermasalah dalam segi ekonomi, tepatnya antara tahun 2020 hingga 2021. Dikutip medcom.id pada Mei 2020, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) menyepakati bantuan untuk mahasiswa yang perekonomian keluarganya terdampak Covid-19. Terutama jika kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), PTN akan memberikan bantuan berupa keringanan hingga penundaan pembayaran. Ketua MRPTNI, Jamal Wiwoho, yang sekarang masih menjabat sebagai rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) menjelaskan bahwa kebijakan bantuan tersebut diatur dalam Pasal (6) Permen Dikti No. 39/2017 tentang Perubahan UKT. Dalam Permen tersebut, kebijakan yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi negeri berupa pembebasan sementara, pengurangan, pergeseran klaster, pembayaran mengangsur, hingga penundaan pembayaran UKT.
Penundaan UKT juga diterapkan di UNS. Persyaratan penundaan sangat mudah, hanya harus mengisi kolom penundaan di website UNS yakni siakad. Mahasiswa yang ingin mengajukan penundaan cukup mengisi alasan kenapa mengajukan penundaan. Selang beberapa lama, penundaan dapat disetujui baik dari pihak fakultas maupun universitas. Penundaan ini akan memotong 50% total dari UKT mahasiswa, yang kemudian 50% sisanya harus dibayar sebelum memasuki semester baru. Apabila sudah memasuki semester baru tetapi mahasiswa terkait belum bisa membayar, total UKT semester baru akan ditambah sisa dari UKT semester sebelumnya.
Berubahnya Sistem Penundaan Pasca Pandemi
Pasca pandemi mulai mereda di tahun 2022, mahasiswa dituntut untuk mengikuti kuliah secara offline atau luring di kampus. Hal tersebut membuat regulasi penundaan UKT juga berubah. Sebagian mahasiswa di luar Solo dan sekitarnya merasa terbebani akan perubahan yang terjadi. Hal itu lantaran masa pembayaran UKT yang berlangsung saat libur kuliah mengakibatkan sebagian para mahasiswa yang berada di luar Solo dan sekitarnya tidak dapat mengajukan penundaan lewat akademik fakultas. Ya, penundaan hanya bisa dilakukan secara offline. Beberapa fakultas memang ada yang masih menerapkan regulasi penundaan UKT lewat online, misalnya saja FKIP. Namun, kebanyakan fakultas mengharuskan mahasiswanya untuk datang ke akademik fakultas dan membayar sebagian UKT-nya secara langsung dan tidak bisa dititipkan.
Misalnya saja di FIB, saat memasuki semester baru yaitu semester genap tahun 2022, terdapat mahasiswa (identitas tidak ingin diketahui) asal Jawa Barat yang kesulitan untuk membayar UKT. Orang tuanya merupakan wiraswasta yang masih terbilang mampu dan berkecukupan, namun di saat itu kebutuhan keluarganya sedang banyak. Karena hal tersebut, ia berniat untuk mengajukan penundaan UKT yang dilihatnya dari postingan instagram BEM FIB. Kemudian, ia menghubungi Adkesma (Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa) fakultas untuk menemukan solusi dari masalah yang dialaminya. Pihak Adkesma juga tidak bisa menjadi penghubung pembayaran dengan akademik fakultas. Adkesma menyuruh mahasiswa tersebut untuk langsung datang ke akademik fakultas sesuai dengan regulasi yang berlaku. Namun, posisi mahasiswa sedang tidak lagi di kos dikarenakan saat itu masih dalam masa libur semester. Mungkin saja apa yang dialaminya juga dialami oleh teman-teman kita yang lain.
Kesulitan Sistem Penundaan Kata Mahasiswa
Beberapa mahasiswa merasa kesulitan dalam mengajukan penundaan. Misalnya saja pada informasi penundaan yang beredar di berbagai platform media sosial, termasuk X (dulunya twitter). “Lah terus nasib yang engga di solo gimana?” ujar salah satu komentar. Berubahnya regulasi ini memang membuat sebagian mahasiswa bingung, lantas haruskah berubah lagi? Toh dari penundaan ini dipastikan juga mahasiswa masih harus membayar UKT sepenuhnya, jadi alangkah baiknya tidak perlu direpotkan untuk harus ke akademik.
Regulasi penundaan UKT di UNS memang jarang terdengar, tidak seperti keringanan yang sering diperbincangkan. Lantas apakah tidak bisa diperhatikan? Alangkah baiknya mendengar pendapat mahasiswa terkait regulasi penundaan UKT, yaitu dengan cara melalui siakad saja dengan sistem online sehingga mahasiswa yang sedang di luar daerah Solo dan sekitarnya dapat mengajukannya dengan mudah dan efisien.
Penulis : Lia Kurniawati
Editor: Anastasya Kurnianingrum