Foto: Vania Serena/LPM Kentingan

Kekerasan hingga Pembekuan LPM Lintas, IAIN Ambon Dinilai Matikan Kebebasan Pers

Pada forum diskusi dan konsolidasi Babak Baru Kasus Represi terhadap LPM Lintas Selasa (14/06), Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, Tajudin Buano, menyampaikan kendala dalam menangani kasus ini terjadi karena pihak internal kampus tidak mau terbuka mengenai pernyataan sikap mereka atas kasus LPM Lintas.

“Tapi memang seluruh kasus IAIN ini agak rumit, karena tidak mendapat dukungan dari elemen kampus sendiri. Baik akademik maupun senior tidak mau terbuka untuk menangani kasus ini. Mungkin mereka tidak mau terbuka karena alasan mereka adalah bagian dari IAIN yang mengabdi sebagai PNS atau dosen honorer di institusi tersebut. Setelah itu, kami menganggap sangat genting karena sebelumnya hanya lisan, sekarang sudah tidak manusiawi, yaitu kekerasan terhadap jurnalis kampus. Selama ini kita tahu bahwa sudah cukup banyak menyuarakan aspirasi teman-teman mahasiswa tentang kondisi di IAIN,” jelasnya.

Setelah semua informasi terkumpul, AJI Ambon mengeluarkan pernyataan sikap secara resmi. Pernyataan tersebut dibagikan hampir seluruh wartawan di Ambon. “Kita bersama berharap kasusnya tetap berjalan karena sudah naik ke penyidikan. Dan kita berharap masuk dalam persidangan sehingga ada vonis dan efek jera bagi pelaku. Meskipun kita mengetahui juga bahwa pihak pelaku sudah sangat melakukan pendekatan-pendekatan berulang kali dengan LPM Lintas khususnya pada korban, ” pungkas Tajudin.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta, Mona Ervita, selaku pembicara kedua juga menyayangkan adanya penerbitan Surat Keputusan (SK) pembekuan oleh Rektorat IAIN Ambon yang dilayangkan kepada LPM Lintas. Perlu digarisbawahi bahwa SK yang diterbitkan berjangka waktu hingga tidak ditentukan. Artinya, aktivitas LPM Lintas bisa jadi dibekukan selama-lamanya.

“Aktivitas LPM Lintas seharusnya tidak dibekukan dan harus dioperasionalkan kembali. Kasus dan hal ini merupakan kebebasan pers yang dilindungi oleh Undang-Undang. Teman-teman pengurus lintas merupakan bagian dari pengungkap kasus dan dengan adanya SK Rektorat ini merupakan tanda bahwa kebebasan Pers di IAIN Ambon telah mati,” kata Mona.

Catatan dari LBH Pers Jakarta kasus serupa bukan hanya pertama kali terjadi di IAIN Ambon. Kasus serupa pernah terjadi di LPM Universitas Negeri Sumatera Utara (USU), pada tahun 2019 terkait konten LGBT yang mereka buat. “Pada saat itu, Suara USU tidak tinggal diam terhadap permasalahan yang mereka hadapi, mereka melakukan perlawanan dengan menggunggat secara administrasi di Pengadilan Tata Usaha Medan. Hal ini bisa menjadi catatan bagi LPM Lintas bila akan menggungat SK Rektorat. Pada kasus ini, SK Rektor merupakan objek yang harus dilawan ke pengadilan,” tuturnya.

Menurut tanggapan dari perwakilan LBH Pers Jakarta, tantangan yang dialami LPM Lintas ialah banyaknya tekanan dari berbagai pihak serta tidak adanya pendamping hukum. Hal ini yang menyebabkan kasus LPM Lintas mengalami banyak hambatan. “Langkah pengadvokasian yang dilakukan LBH Pers Jakarta adalah dengan mengubungi dan menyurati (1) Dewan Pers, (2) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), (3) Komnas HAM, (4) Komnas Perempuan, dan (5) Dirjen Pendidikan Agama Islam Kemenag RI,” pungkas Mona.

 

 

Penulis: Wahyu Lusi dan Nurlaila Djamal

Editor: Rizky Fadilah