Ilustrasi: Agil Mila Tri Astuti/LPM Kentingan

Kata di Ruang Dansa

Kamu datang suatu hari, berkata halo
Sesuatu yang tidak pernah aku tahu sebelumnya
Dan aku membaca pesanmu tapi aku tidak tahu
Apa yang harus aku lakukan atau yang telah aku lakukan
Lalu ceritanya dimulai

Sejak malam kita tidak bisa tidur
Dan kita berbicara terlalu banyak soal badminton
Menonton series favoritku

Kamu menyimpan rahasia kecilku
Tapi aku tidak tahu rahasiamu
Dan kamu melontarkan cacian padaku “Sial, aku homofobik!”

Tapi kemudian kamu bertanya lewat pesan singkatmu
“Apa kamu punya seseorang yang kamu taksir?”
Kamu!
Orang yang aku taksir itu kamu!

Dan aku tahu bahwa kita telah salah paham
Tentang candaan kita berdua
Tapi apakah hal ini yang membuatmu berhenti menghubungiku?
Dari ucapan terima kasih terakhirku disertai tawa malam itu
Kamu membiarkan pesanku tidak terbaca sampai hari ini

Para penyanyi opera berkumpul di aula kemudian kamu menatapku
Daun-daun oranye berguguran memenuhi danau
Terasa seperti mungkin aku melupakannya tetapi aku tidak, masih mengingat semua kata-kataku

Karena kita di sini lagi, di tengah malam
Kita berbicara lewat telepon, aku mencurahkan semua cerita yang membuatku marah
Tertawa saat malam, dan kamu berjanji untuk sesuatu

Karena kita di sini lagi, ketika kamu meyakinkanku
Kamu percaya jika aku bisa, meletakkan kepercayaanmu padaku
Tidak percaya diri, reputasi, jatuh, tapi kamu berdiri di sampingku

Dan kamu mengucapkan semua kebohonganmu
Earphoneku di lantai
Aku selalu melewatkan bagian bridge

Kemudian aku membaca lagi percakapan malam kita
Kita merayakan acara itu, bersorak ‘yes!’
Dan memberimu banyak tanda
Kelopak mata bergerak dan kita menari sendiri di kamar kita
Waktu itu, kita bahagia

Kamu menyemangatiku, berkata aku yang terbaik
Iya, itu aku, tapi dimana kamu setelah membuat senyuman di wajahku?
Menghilang? Kemudian meninggalkanku dengan semangat kosong?
Menunggumu sendirian di kamarku, hampir menangis

Hey, kamu melakukannya hanya untuk kepentinganmu sendiri
Aku ingin memanggilmu ‘pria paling kejam’ di dunia tapi
Aku pernah disana, aku pernah bahagia, kamu pernah mencintaiku dengan sepenuh hatimu

Kita di sini lagi, di jalanan kota tempat tinggalku
Ketika ceritanya dimulai
Aku berdiri dengan lilin dan mawar merah memakai gaun merah-putih
Momen yang aku panggil kembali untuk mengingatnya, satu tahun kemudian

Ketika aku akhirnya duduk di sampingmu
Itu adalah hari ketika aku tidak bisa mengatur detak jantungku
Dan kenangan itu hidup bebas selamanya di pikiranku

Hujan pertama yang jatuh, aku malah memintamu untuk pulang
Melihatmu pergi, aku menangis di area parkir
Perasaan rahasia, aku ada di sana, aku mengingatmu

Disinilah aku, membaca janji janji lawasmu
Kamu membantuku bangkit, menyaksikanku sendiri di ruang dansa
Dimana itu sekarang

Mungkin aku terlalu cepat menyimpulkan
Mungkin aku terbang terlalu tinggi
Dan mungkin tidak cukup untuk mengesankan hatimu
Kamu mengatakan semuanya dan aku terlanjur melukisnya di dinding

Tapi aku menyimpan percakapan lama kita dari pertama kali perjumpaan
Karena itu mengingatkanku pada keacuhanku dan saat aku belum mengenalmu

Kamu bilang “jika ucapanmu tidak melewati batas mungkin semua akan baik-baik saja”
Dan itu membuatku berasa ingin mati

Apakah kata-kataku menyakitimu lebih dari kata-kata mereka?
Hanya di antara kita, beritahu aku bagaimana perasaanmu
Karena di ruangan ini, aku sendirian
Aku masih ingat ketika kamu menatap tepat ke arahku
Dan bagaimana reaksimu keluar hanya untukku
Aku mengingatnya, selalu

Aku masih ingat hujan pertama yang jatuh
Dan bagaimana kamu berkendara di bawahnya
Aku mengingatnya ketika pintu tertutup

Kamu bahkan meninggalkan kenangan di kampung halamanku

 

Penulis: Ravenssia G. Reyne